"Bagaimana dengan proyek gabungan kita, sudah sejauh mana?" tanya Danu mengalihkan. Rocky mengangkat pandangannya ke wajah Danu, "ehm..., soal itu pa. Aku rasa..., kita nggak perlu memaksa warga untuk membebaskan tanah mereka. Kita nggak perlu memperluas area..."
"Itu bukan wewenangmu, kamu hanya perlu menjalankan proyek ini. Keputusan itu, ada di tangan kami. Terutama Hardi, dia pemegang saham terbesar dalam proyek ini. Dan kamu tahu Rocky, jika proyek ini gagal atau di batalkan..., kita akan mengalami kerugian besar." Danu menatap putranya dengan tajam, "kamu..., membuat Hardi marah padaku. Dengar Rocky, aku tidak mau hubungan kekeluargaan ini hancur hanya karena seorang gadis jelata yang tidak jelas asal-usulnya, bahkan seorang mantan narapidana!"
Rocky membalas tatapan papanya dengan sama tajam, ia tak suka papanya menyebut Sonia seperti itu meski itu memang kenyataannya.
"Pa, aku punya hak untuk menentukan siapa pilihanku. Aku punya hak untuk mencintai gadis yang ku suka, apakah belum cukup selama ini aku selalu menuruti keinginan papa?" sela Rocky, "bersekolah di Amerika, terjun ke bisnis, bertunangan dengan Nancy, setelah papa gagal kepada kak Chocky. Papa lalu melampiaskan semuanya padaku?" lantangnya.
Danu terkesiap mendengar nama putra pertamanya yang telah lama tiada karena kesalahannya. Wajahnya memutih, selama ini Rocky tidak pernah menyebut nama kakaknya dalam amarahnya. Ia pikir anak itu tidak terlalu ingat akan kakaknya karena saat kakaknya meninggal Rocky masih cukup kecil, 6 tahun. Tapi ia baru sadar, sepertinya ia salah! Sepertinya Rocky dapat memahami semuanya.
"Kenapa papa diam. Papa masih ingat dengan kak Chocky kan?" tanyanya menyeringai geram. Danu kian terpaku. Ia sungguh tak ingin mengingat beberapa hal tentang Chocky. Beberapa hal yang terkadang membuatnya merasa gagal. Itu sebabnya ia mencoba menghapus kenangan Chocky dalam hidup mereka. Bahkan di rumahnya sudah tak terpajang lagi foto anak itu, sudah tak tersimpan lagi barang-barang anak itu. Tapi tetap potret dalam ingatan itu sulit untuk di singkirkan.
Melihat ekspresi papanya yang membeku, Rocky memilih untuk meninggalkan ruangan itu. Bahkan meninggalkan gedung berlantai sembilan itu. Membiarkan papanya mengarungi kenangan masalalu yang tak sengaja ia buka kembali.
* * *
Sonia berjalan di dalam gang menuju kosnya, dua masalah selesai hari ini. Pertama Dimas, kedua pekerjaan. Ia tak menyangka om Edwan akan segera mencarikannya pekerjaan baru. Pria itu pintar memberinya kejutan, ya...seperti yang ternyata dia adalah om dari Nancy. Salah satunya.
Ia terperanjat ketika langkahnya harus terhenti oleh munculnya seseorang di depannya. Orang itu menatapnya tajam seperti hendak memebunuhnya. Ia tahu tahu siapa karena tak pernah melihatnya, ia pun melirikan matanya ke kiri-kanan karena merasakan ada pergerakan di belakangnya. Benar saja, muncul beberapa orang yang langsung menyergapnya. Ia meronta dan berteriak tapi salah satu dari orang-orang itu segera memukul punggungnya dengan keras. Tubuhnya tersentak, berhenti meronta, melemas bersamaan dengan kaburnya pandangan yang membawanya tak sadarkan diri.
Â