"Hallo om!"
"Ada apa?"
"Apakah Sonia bersama om?" tanya Rocky seraya membuka pintu mobilnya, ia meletakan salah satu tangannya di atas mobilnya, "om, aku mohon..., bisakah aku bicara dengannya?"
Edwan menatap Sonia yang kini diam mengamatinya, ia menggumankan nama Rocky pada Sonia. Mata Sonia sedikit melebar, lalu ia menggeleng. Edwan mengerti isyarat itu, "maaf Rocky, tapi sepertinya...untuk saat ini Sonia belum siap bicara denganmu!"
"Aku tahu Nancy telah menemuinya, itu sebabnya Sonia nggak mau bicara padaku kan?"
"Mungkin akan lebih baik jika kalian bertemu langsung!" celetuk Edwan. Sonia kembali melebarkan mata menatapnya, seolah sebuah protes.
"Bagaimana kami bisa bertemu jika melihatku saja dia sudah kabur dulu!"
"Ehm..., ok Rocky. Nanti ku hubungi lagi!" sahutnya mematikan saluran, "tapi om...!" seru Rocky terputus. Ia bahkan belum mendapat tanggapan dari Edwan tentang Sonia yang menghindarinya, tapi pria itu malah menutup teleponnya. Itu membuatnya kesal, dan mulai berfikir negatif kembali.
Edwan membalas tatapan Sonia yang memprotes ucapannya tadi.
"Sebaiknya kamu bicara dengan Rocky, selesaikan masalah kalian. Itu akan jauh lebih baik!" saran Edwan. Sonia menurunkan pandangannya ke meja, om Edwan benar. Ia harus menyelesaikan masalah ini secepatnya, sama seperti saat ia bicara dengan Dimas. Tapi entah, kenapa ia merasa lebih sulit untuk mengambil keputusan mengenai Rocky? Berhadapan dengan Rocky memang tak semudah saat ia bersama Dimas. Sejak awal, ia menyadari hal itu.
"Om, haruskah aku___" ia memutus kalimatnya sendiri. Edwan menunggunya merampungkan, "aku nggak mau menyakiti siapapun, termasuk Nancy. Bagaimanapun, dia lebih berhak atas Rocky kan?"