Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Panggil Aku Komunis

15 Mei 2016   14:37 Diperbarui: 15 Mei 2016   14:54 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu kenapa dek?" tanya Mas Lukman sambil tetap memperhatikan jalan, ia memakai mobil kakaknya yang seorang perwira angkatan laut yang saat ini sedang bertugas. Hampir semua keluarganya memang terjun mengabdi pada negara, itu yang menjadikanku minder saat awal menjalani hubungan dengannya. Ia adalah putra bungsu yang cukup di sayangi oleh kedua orang tuanya, kedua kakaknya, seorang lelaki dan seorang perempuan. Kakak perempuannya juga seorang dokter di AL, dan sangat cantik. Pernah aku bertemu dengannya, dan itu membuatku sungguh merasa iri. Meski secara ekonomi kami tidak akan bermasalah.

Bapakku memiliki kebun apel yang cukup subur dan mampu membuat kami hidup layak. Tapi aku memilih jalanku sendiri dengan bekerja di Bank. Sudah ada Mas Aris yang membantu bapak mengelola kebun apelnya. Dan dua adik perempuanku yang masih duduk di bangku SMP dan PTS.

"Ndak tahu mas, kok tiba-tiba perasaanku ndak enak yo?"

"Mungkin karena kamu tegang aja dek, nggak sabar ya...mau mas lamar?" godanya. Aku melirik wajah nakalnya dengan sebal, orang lagi benar-benar gundah malah di becandain. Tapi sepertinya ia segera mengerti kekesalanku.  

"Maaf, guyon dek... guyon!"

Sesampainya di halaman rumah aku merasa heran karena ada pak Lurah dan dua orang berseragam polisi yang salah satunya aku kenal, ia komandan di polres di desaku. Mereka sempat memperhatikan mobil yang ku tumpangi, lebih tepatnya mengarah ke wajahku. Aku semakin cemas, ada apa gerangan?

Setelah mereka pergi aku baru turun dari mobil di ikuti Mas Lukman, kami langsung berhambur ke dalam rumah, "assalamu alaikum...!" sapaku.

"Waaliakum salam..., kok baru pulang nduk!" sahut ibu, aku menyalami mereka, begitupun Mas Lukman. Orangtuaku bersikap tenang-tenang saja, tapi mereka menatap iba terhadapku. Membuatmu kian penasaran saja.

"Pak, kok itu ada pak Lurah sama Komandan Wahyu dari sini?"

"Ayo, duduk dulu nak Lukman!" bapak mempersilahkan Mas Lukman duduk, kami pun duduk di ruang tamu yang di mejanya masih ada bekas minuman tamu tadi, ibu segera membereskannya dna membawanya masuk. Selama ibu di dapur bapak hanya memandangiku bergantian ke Mas Lukman, lalu ibu muncul dengan membawa secangkir teh hangat untuk mas Lukman.

"Di minum dulu tehnya nak Lukman!" suruh ibu mempersilahkan, aku sudah tak sabar rasanya, "pak, ada apa to?" tanyaku mendesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun