Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Untitled Felling #Part 6

22 April 2016   21:36 Diperbarui: 22 April 2016   21:42 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="shutterstock.com"][/caption]

Sebelumnya, Untitled Felling #Part 5

Marisa berdiri di jendela, memandangi keremangan di luar. Merenungi percakapannya dengan pamannya siang tadi, itu kali kedua ia berbicara dengan sang paman yang bahkan ia belum pernah tahu seperti apa rupanya. Dan rasanya, memanggilnya paman masih terasa kaku di lidahnya. Tentu saja, sejak ia lahir ia hanya memiliki ayah dan ibunya, lalu datang adiknya. Ayahnya pernah bercerita bahwa keluarga ibunya masih ada, hanya mereka tak mau mengakui ibunya sebagai keluarga lagi karena ibunya tetap memilih ayahnya sebagai suaminya. Ayahnya yang berasal dari keluarga miskin, tak punya apa-apa, tak punya saudara. Hanya memiliki bakatnya sebagai pelukis saja. 

Dan kenyataannya, ketika ia kehilangan kedua orangtuanya serta adiknya, tak ada yang datang menolong. Hingga ia harus terlempar ke jalanan, mengais hidup dari mengamen bersama beberapa teman sesama gelandangan. Hingga ia bisa membeli pilok dan mulai melukis tembok di pinggir jalan atau gudang kosong. Kemampuannya itu terkadang ia gunakan untuk jasa melukis para wisatawan yang datang ke tempat-tempat wisata ibukota hanya demi sesuap nasi, bermodal pensil dan buku gambar, bahkan crayon murahan.

Hingga hasil karyanya itu di temukan oleh Irwin, yang pada akhirnya membuat namanya melambung. Meski pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke London dan meninggalkan pria itu, meski ia tahu betapa besar cinta yang di tawarkan Irwin terhadapnya.

Lalu sekarang, tiba-tiba saja ada yang menelponnya dari Indonesia dan mengaku sebagai keluarganya. Lebih tepatnya, keluarga ibunya. Seseorang yang mengaku sebagai pamannya, yang berbicara lembut tapi tegas terhadapnya, orang yang selalu menyebut-nyebut nama Eyang. Yang mengatasnamakan Eyang untuk memintanya datang ke Indonesia demi sesuatu yang penting yang menyangkut ibunya. Ya, hanya demi ibunya ia bersedia datang. Bukan karena mereka mengaku sebagai keluarganya, karena ia merasa sudah tak memiliki keluarga lagi sejak ayah, ibu dan adiknya meninggal dalam kecelakaan tragis itu.

"I-iya pa-paman, Marisa jadi ke Indonesia!"

"Kalau begitu nanti paman yang akan menjemputmu di bandara!"

"Tidak perlu paman, aku bisa naik taksi saja."

"Tidak Marisa, paman yang akan menjemputmu. Jadi kau tidak repot mencari-cari alamat kami. Penerbangan London-Indonesia itu cukup memakan waktu, jadi kau bisa cepat istirahat sesampainya di rumah!"

"Maksud paman?"

"Eyangmu sudah menyiapkan kamar kusus untukmu!"

"Kamar, paman. Aku rasa aku akan menyewa kontrakan saja."

"Menyewa kontrakan, tidak Marisa. Kau akan tinggal bersama kami, itu keputusannya!" tegas pamannya. Marisa diam untuk beberapa saat,

"Keputusan, maaf paman. Aku memilih sendiri keputusanku, meski kalian mengaku sebagai keluarga ibuku, bukan berarti kalian bisa mencampuri hidupku semau kalian!"

"Paman bisa mengerti jika kau mungkin membenci kami, kau memang berhak untuk itu. Tapi paman mohon, tinggallah bersama kami selama kau di sini. Demi Eyangmu, atau...demi mendiang ibumu!" harap pamannya. Marisa termangu, "demi ibu!" berani sekali mereka mengatasnamakan ibunya untuk membuatnya menuruti mereka!

Apakah mereka pikir mereka berhak berbicara seperti itu? Mereka pikir mereka siapa?

 

Tubuh Marisa terlonjak dengan bunyi bell apartemennya yang berdentang, lamunannya segera buyar. Karena dering bell berulang maka iapun segera berjalan ke pintu dan membukanya,

"Hi dear!" sapa Mike yang langsung memeluknya erat dengan satu tangan karena satu tangannya lagi penuh dengan barang bawaan. Marisa hanya diam terpaku karena cukup terkejut akan kedatangan tunangannya itu, Mike melepas pelukannya, "am I surprise you?" tanyanya.

"Aem..., I though you will overnight in Paris?"

"No, 'cause tomorrow will be a longday. So, I decide to back earlyer, I need a rest!"

"And Josh?"

"SURPRISEEEE...!" Seru Josh yang tiba-tiba muncul dari balik tembok, posisi Marisa memang sedikit di dalam rumahnya sehingga ia tak bisa melihat adanya seseorang di balik tembok luar apartemennya.

"Arghhh...!" jerit Marisa karena saking terkejutnya, Josh tertawa karena berhasil membuat wanita itu terkejut. Sebuah buket bunga mawar prancis berada di salah satu tangannya. Marisa langsung menatapnya garang dan menyerangnya dengan kepalan tangannya, "you!" serunya. Josh berusaha menghindar lalu masuk ke dalam, Marisapun mengejarnya. Sementara Mike hanya menggeleng seraya membawa barang-barang masuk ke dalam. Menutup pintunya lalu berjalan ke meja kaca yang sofanya sedang di putari oleh dua orang yang tengah kejar-kejaran itu.

Mike menaruh semua barang ke meja kaca, itu hanya bungkusan makanan dan minuman beserta beberapa paper bag oleh-oleh untuk Marisa, dan satu buah benda yang rasanya ingin Josh pamerkan terhadap Marisa.

Ketika Marisa melewatinya, ia segera menangkap tubuhnya, "stop, please. Its so childish!" katanya menengahi, sementara Josh akhirnya bisa duduk sambil mengatur nafas dan tawanya.

"Let me go!" seru Marisa melepaskan diri, "what did you say, childish..., am I?" protesnya, "look at him!" tunjuknya pada Josh tersenyum dengan seringai nakal. Mike menoleh sejenak.

"He always make my blood goi...!"

"You like never knew how was Josh, thats him!" potong Mike, Marisa menatap kedua pria itu bergantian lalu ikut menghempaskan diri di sofa dengan jarak yang cukup dari Josh. Mike pun ikut duduk di sisi Marisa, di ujung sofa dengan sedikit menggeser tubuh Marisa agak menengah.

"How yourday?" tanya Mike, "not so good!" sahut Marisa simple.

"Something happened?"

Josh bergeser mendekat, menyodorkan buket bunga itu kepada Marisa, "happy birth day!" ucapnya dengan senyum manis, Marisa melirik sinis, "I havent give you a present, right. I though you love some roses?"

Marisa menatap bunga indah itu, mawar prancis memang bunga favoritnya, iapun menerimanya dengan sedikit kasar, "thanks!" ucapnya. Marisa membaui bunga itu, wangi sekali. Josh tersenyum, ia memungut sesuatu lalu menyodorkannya kepada Marisa kembali.

"One more!" katanya, Marisa mengalihkan pandangannya dari mawar itu ke kotak hitam yang di sodorkan oleh Josh, lalu ia menoleh ke arah Mike yang hanya mengedikan bahunya saja karena Mike memang tahu Josh membeli sesuatu untuk hadiah ulangtahun Marisa karena tempo hari belum sempat memberinya apa-apa.

Marisa pun menerimanya dengan hati-hati, Josh tersenyum girang dengan reaksinya. Perlahan Marisa membuka kotak itu, hingga...

"Wok..wok...!"

"Arghhhh...!" jeritnya yang langsung melempar kotak itu jauh darinya, seekor kodok melompat-lompat. Marisa segera memeluk Mike dengan erat sambil menjerit-jerit, "mike, help me. Argh..., its frog...oh my..., take it aeay from me, take it away!" teriaknya.

Mike melirik Josh dengan kesal, "Josh...!" katanya menekankan nama sahabatnya itu, "take it away, please!" suruhnya. Josh yang sedang tertawa gembira harus memungut kodok yang tengah melompat-lompat di lantai itu kembali menaruhnya di kotak hitam dan menyembunyikannya di belakang sofa, nanti akan ia bawa pergi lagi.

"Ok darling, its clear now!" kata Mike memberitahukan. Marisa menggeleng, "no...!" sahutnya tak percaya, "look around, the frog is gone!" katanya lagi. Perlahan Marisa mengangkat kepalanya, celingukan. Kodoknya memang sudah tak ada, iapun melepaskan pelukannya, tapi ia masih waspada kalau-kalau sang kodok masih di sekitarnya. Ia memang pobia kodok. Dulu waktu kecil, beberapa temannya membullynya dengan begitu banyak kodok, bahkan ada yang di masukan ke dalam baju belakangnya. Ia mencoba mengeluarkannya sambil menjerit-jerit hingga pingsan. Sejak itulah ia pobia kodok.

Josh mengetahui itu ketika mereka liburan bersama, Mike memberitahukannya. Dan memberi Marisa surprise kodok adalah fantasinya sejak lama. Baru kali ini kesampaian.

Marisa menatap Josh dengan lebih garang, "you..., you want to kill me?" serunya, "you bastard!" makinya. Josh masih menyisakan tawa ringan, "ok, I'm sorry Marisa. But, its really...ehm...,"

"Stop to bullying my Fience, Josh!" pinta Mike,

Josh akhirnya memungut sesuatu yang tergeletak di meja, ia kembali menyodorkannya pada Marisa, "its a real present for you," Marisa menatapnya curiga. Tentu saja ia tak mudah percaya pada Josh setelah apa yang di lakukannya beberapa saat lalu.

"Come on Marisa, I'm sure you like it!"

Marisa menoleh Mike untuk meminta pendapat, "don't be worry," sahutnya, ia berkata begitu karena ia tahu apa isinya. Ia hanya tak menyangka kalau ternyata Josh membeli itu untuk Marisa, ia pikir sahabatnya itu hanya mau memamerkan saja agar Marisa iri.

Marisa menerimanya, begitu menyentuh ia tahu apa isinya. Hanya ia belum menyangka itu karya siapa, perlahan ia pun membukanya, begitu terlihat separuh ia langsung terpana. Dengan segera ia menyingkirkan bungkusan coklat itu hingga bersih dan memperlihatkan mahakarya yang luar biasa itu. Ia terpaku menatapinya,

"Its, monet!" desisnya.

"You like it, aren't you?" sahut Josh,

"Oh Josh, its...!"

"I know, and you must give me a kiss as your...!"

"Josh...!" potong Mike membungkam kenakalan temannya. Josh memungut secaleng soda, membukanya dan menenggaknya, "oh, I'm so tasty!" ia melirik Marisa yang masih terkagum-kagum pada hadiahnya, "ok Marisa, can you stop stared at that things. I bought some dinner for us, so..., can you preparing our dinner. I'm is very-very hungry!" katanya sambil bangkit, ia berjalan ke arah kamar mandi untuk buang air kecil dan cuci tangan.

Mike tersenyum bahagia karena Josh cukup memperhatikan Marisa, tak hanya suka membullynya saja. Iapun bangkit untuk mengambil beberapa piring, Marisa meliriknya yang sedang sibuk di dapur. Maka iapun menepikan lukisan itu dan membantu Mike.

"Sorry, I'm so happy with my present!"

"Its ok dear!"

Mereka akhirnya makan malam bersama dengan canda, Josh juga menceritakan bagaimana ia bisa mendapatkan kodok itu dari pasar gelap. Kata penjualnya, itu di dapat dari Cina.

Setelah makan malam mereka nonton film bersama di ruang tengah, dan di tengah jalan cerita Josh pamit pulang dulu sementara Mike tetap tinggal. Ia berencana menginap.

* * *

"Its everything done?"

Mereka rebahan di sofa, Mike memeluknya dari belakang, "yes, but...I'm not sure. Must I stay there, with them?" desisnya, "I never meet them before, its..., so..., strange!"

"But they're your family!"

"Family..., I don't know. Should I be there?" katanya menggeser tubuhnya hingga bisa bertatapan dengan Mike. Mike membalas tatapannya dengan lebih lembut, "why not, I know you could do that. At least, they admit you!"

"Mike, I'm scared!"

"Its ok, I'm here. I would never leave you!" katanya mengeratkan pelukannya. Marisa menenggelamkan wajahnya di dada pria itu, merasakan cintanya.

* * *

---Bersambung.....---

Selanjutnya, ___ | Untitled Felling #Prologue

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun