[caption caption="Sakura dan Fujiyama Suttherstock"][/caption]
Sebelumnya, Wild Sakura #Part 15 ; First Impression
Sonia berusaha menelan nasi di dalam mulutnya dengan susah payah karena saking kagetnya, tiba-tiba pria itu muncul di ambang pintu kamarmya tanpa suara. Ia meletakan sendok di tangannya lalu memungut botol air mineral, menenggaknya untuk membantu makanan di dalam mulutnya terdorong ke dalam. Setelah selesai ia mengelap mulutnya dengan punggung telapak tangannya sambil kembali menatap pria itu.
"Kok tidak bilang dulu mau datang?" tanyanya, "wah..., udah sarapannih!" sahutnya, bukannya menjawab pertanyaan malah menyindir. Sonia melirik Erik dengan pipi memerah, Erik tersenyum saja.
Sonia kembali bertanya, "kenapa tidak bilang dulu?" mengulang, Rocky sedikit mengerutkan dahi, "bukankah harusnya hari ini kita ada janji, kenapa belum siap?" katanya mengingatkan. Sonia membuka mulutnya sambil menepuk dahinya, ia lupa kalau semalam ia mengiyakan ketika Rocky akan menjemputnya jam sembilan pagi.
"Kamu lupa ya?" tanya Rocky, "dia memang sedikit tulalit, maklum!" cibir Erik menggodanya, membuat Sonia menatapnya garang.
"Sudah, jangan menatapku seperti itu. Mendingan sekarang kamu ganti baju, kasihan dia...sudah jauh-jauh datang, mau di anggurin?" celetuk Erik.
Sonia beralih menatap Rocky dengan mendongak, "maaf, aku tidak ingat!" serunya, "tak apa, boleh aku duduk?" masih dengan tersenyum.
"Duduk aja, mau sarapan juga boleh. Kalau doyan makanan warteg, nih..." Erik mengacungkan sarapan miliknya, "belum aku sentuh!"
Rocky menatap bungkusan yang di sodorkan Erik lalu beralih ke makanan yang sudah hilang beberapa sendok, mungkin hampir separo porsi karena sudah memasuki lambung Sonia, "kelihatannya itu enak!" katanya sambil duduk, "yang ini boleh ku makan kan, lagian kamu juga butuh sarapan Rik?" katanya menarik makanan milik Sonia, Sonia pun menahan tangan Rocky. Membuat pria itu memandangnya,
"Ini kan sisa makananku, biar ku belikan yang baru saja!" tawarnya, "nggak usah, kamu ganti baju saja dan biar aku yang habiskan sarapanmu. Cepat sana!" sahutnya menyingkirkan tangan Sonia dan mengangkat bungkusan coklat berisi makanan itu.
Sonia dan Erik jadi melongo menatapnya, apalagi ketika Rocky memasukan sendok pertama makanan itu ke mulutnya, pria itu tahu kalau di perhatikan, maka ia menatap keduanya bergantian.
"Apa apa?"
Sonia dan Erik sedikit tersentak, "ah, tidak!" seru keduanya hampir bersamaan, "ya sudah, kamu kapan mau ganti bajunya, keburu siang nih?" katanya mengingatkan lagi.
"Ouh, iya!" katanya berdiri, ia memungut satu setel pakaian di lemari dan bersiap untuk ganti baju tapi...ia diam beberapa saat, "tunggu," katanya lalu menatap dua orang yang duduk di lantai itu, "kalau aku ganti baju harusnya kalian tidak di sini, cepat keluar!" usirnya.
"Eh Son..., kan ada kamar mandi!" sahut Erik,
"Keluarrrr!" katanya geram, Erik langsung kabur sementara Rocky jadi bingung karena sedang menyantap sarapan, "kamu nggak mau keluar juga?" tanya Sonia.
"Ouh..., e.., iya-iya!" katanya bangkit membawa bungkusan makanan itu, sendok ia taruh di dalam mulutnya, di antara gigi-giginya yang putih dan rapi, setelah Rocky keluar Sonia menutup pintunya sedikit kencang. Sementara Rocky celingukan di teras, tak ada bangku, mau duduk dimana?
Ia pun melongok ke dalam kamar Erik yang terbuka lebar, "masuk aja Ki, nungguin cewe bersolek pasti lama!" katanya sambil menyantap makanannya. Rockypun masuk ke dalam sana, duduk bersila berhadapan dengan Erik.
"Kamu beneran suka sama adik aku?" tanya Erik, Rocky menghentikan kunyahannya perlahan, "adik?" desisnya, "Sonia, siapa lagi!" sahut Erik pula.
"Ehm..., sulit di jelaskan Rik!" sahutnya dengan nada yang berubah masam, seolah itu memang berada di sebuah tempat yang sulit di jelaskan.
Erik menatapnya keheranan, "kok bisa gitu, kan tinggal kamu yakini aja, kamu beneran suka apa enggak?" tegasnya menuntut, "ehm..., masalahnya nggak seserhena itu Rik, tapi aku nggak bisa menjelaskannya sekarang!" tukasnya, Erik mendengus. Memberinya tatapan selidik,
Ada kediaman di antara mereka berdua, lalu suara dering ringtone memecahkan rasa sunyi yang melanda beberapa detik itu. Erik segera celingukan mencari benda mungil yang tengah menjerit-jerit itu, ia mengaduk bantalnya dan menemukan benda itu di bawah bantal. Ia pungut dan terlihat nama Aline tertera di layar, ia terbengong menatap nama yang membuatnya langsung melayangkan angannya ke wajah cantik gadis itu. Rocky menatapnya heran,
"Rik!" seru Rocky menyenggol kakinya, "yup!" seru Erik terperanjat, ia hampir saja menjatuhkan hpnya tapi untungnya tangannya lebih kuat menggenggamnya,
"Kok bengong aja nggak di angkat?"
"Euh.., e..ini...mau di angkat kok!" katanya sedikit gugup, Rocky melirik layar hp Erik tapi ia tak bisa membaca nama yang muncul di layar karena Erik sudah keburu menekan tombol terima, dan langsung menempelkannya di telinganya dengan wajah yang memerah. Rocky mengamati rona di wajah Erik, siapa yang menelpon sampai membuat wajah Erik seperti itu, seperti sedang bertemu dengan gadis pujaan, padahal hanya telepon!
"Hai!" suara Erik terdengar malu-malu, "kak Erik, kok lama sekali angkatnya?" tanya Aline dengan merdu tapi ada sedikit rasa kesal di sana,
"Ma-maaf, aku...hanya terkejut. Ada apa?" sahutnya melirik Rocky yang sedang mengamatinya, "kak Erik sibuk nggak hari ini?" tanya Aline lembut dan manja ala anak ABG,
"Ehhhh..., ehm..., kebetulan nggak ada acara sih!"
"Yess!" lirih Aline seraya mengepalkan tinjunya ala orang kesenangan, dan itu terdengar oleh Erik, "kenapa itu?" tanya Erik, "eh," sekarang Aline yang terkejut, "a..., enggak... ini..., kalau misalkan kak Erik nggak keberatan mau nggak nemenin aku?" pintanya,
"Nemenin kamu, kemana?"
"Eh...,"
"Rik!" suara Sonia membuat Erik sedikit melonjak, menolehnya seketika. Suara Sonia juga terdengar oleh Aline yang sedang duduk bersila di kasur empuknya memeluk guling kesayangannya, "kak Erik..., itu siapa?" tanyanya dengan nada sedikit cemburu, tapi Erik belum ngeh dengan pertanyaan Aline.
"Kak Erik!" ulangnya karena tak mendapat tanggapan, "eh, iya!" sahut Erik kembali ke si penelpon, Rocky berdiri menghampiri Sonia di pintu. Gadis itu memakai pakaian yang ia berikan padanya, dan itu menciptakan senyuman di hatinya karena baju pemberiannya sudi di kenakan oleh gadis itu.
"Rik!" Rocky kembali menoleh ke Erik dan Erikpun menoleh dengan panggilannya, Rocky memberi bahasa isyarat kepada Erik kalau dirinya dan Sonia siap pergi, Erik hanya mengangguk lalu mengibaskan telapak tangannya seolah mengusir. Sonia masih sedikit penasaran dengan siapa Erik berbicara di telepon, maka ia bertanya pada Rocky ketika mencapai mobil.
"Itu siapa yang berbicara dengan Erik, kok kelihatannya... Erik sedikit salting gitu?"
"Aku juga nggak tahu, pacarnya mungkin!" jawab Rocky sekenanya. Sonia menatapnya aneh, "pacar, tapi setahuku..., Erik nggak punya pacar deh!" herannya seraya memasuki mobil yang pintunya di bukakan oleh Rocky. Rocky tersenyum padanya, ketika Sonia sudah memasang seatbelt, ia berseru, "tadi itu suara seorang gadis, dan..., wajah Erik cukup merona saat mengangkat telponnya!"
"Benarkah?"
Rocky mengedikan bahu sebagai jawabannya, "kalau benar..., awas saja..., dia punya pacar tidak bilang-bilang!" kesalnya menggerutu, Rocky melanjutkan senyumannya lalu menutup pintu mobil. Ia berjalan melewati cap depan mobil untuk bisa duduk di balik kemudi.
"Mungkin masih tahap PDKT, tapi..., kelihatan banget loh kalau Erik suka sama si penelpon itu!" Rocky berusaha mengompori, sekalian ia ingin tahu seperti apa hubungannya dengan Erik, apakah benar Sonia hanya menganggap Erik seperti kakaknya? Sonia masih menerka-nerka apakah itu benar?
* * *
Dimas hanya mengaduk-ngaduk sarapannya di sebuah caffe tenda, Resma memperhatikan hal itu. Ia tahu pemuda itu tidak menyukainya karena ada gadis lain, tapi ia memiliki kesempatan untuk bisa merebut hatinya. Pertama ia lebih di setujui oleh papanya Dimas, kedua, gadis itu sudah ada pemuda lain.
"Di, gimana kalau kita pergi ke tempat lain aja!" usulnya memecah keheningan, karena sedari tadi tak ada percakapan di antara mereka. Dimas hanya melirik, tak menyahut. Resma tahu ajakannya itu tidak di gubris, kalau bahkan di ajak bicarapun tak bisa bagaimana untuk merebut hatinya?
Sekarang Resma yang memasang wajah muram, dalam hati ia bertanya-tanya, apakah dirinya kurang cantik? Kurang menarik? Kenapa pemuda itu sama sekali tak meliriknya?
Erik menjemput Aline ke rumahnya, tapi rupanya gadis itu malah menunggu di depan gerbang dua rumah dari rumahnya, "kok nunggunya di sini?" herannya yang melihat gadis itu sudah ceria sekali dengan kedatangannya,
"Soalnya kalau di depan rumah nanti pak Agung bisa memata-matai, dan bilang sama papa!"
Dengan ucapan itu senyum Erik menghilang, sepertinya ia bisaengerti sesuatu, "jadi..., kalau papa kamu tahu kamu berteman sama aku, kamu bakal di marahin ya?"
"Papa itu orangnya kolot, tapi..., nggak usah di pikirin deh. Ayo!" katanya langsung naik di jok belakang, "mau kemana?" tanya Erik.
"Jalan aja dulu, nanti Aline kasih tahu!"
Erik hanya menjinjing alis lalu memutar motornya dan melaju.
Sementara setelah sarapan yang bahkan tak ia masukan ke dalam mulutnya, Dimas mengajak Resma ke tempat kos Sonia. Tapi di sana sepi, Erik juga tidak ada.
"Kamu nyariin siapa?" tanya Resma yang bingung melihat pemuda itu mondar-mandir mengintipi dua kamar kos dari jendela bergantian, sesekali mengetuk. Dimas tak menjawab, ia malah memungut hpnya dan membuka phonebook. Ia ingin menelpon Sonia tapi ia kuatir kalau Sonia malah sedang pergi dengan Rocky, maka ia menelpon Erik saja,
Erik menepikan motornya karena getaran hp di saku celananya tak mau berhenti, ia merogoh sakunya, mengeluarkan hp itu, nama Dimas muncul di layar, ia pun segera menerima panggilan itu.
"Ada apaan Di, nelpon maksa banget?"
"Aku di kost nih!"
"Ngapain?" tanya Erik, tapi ia segera tahu tujuan Dimas, "ouh...kamu nyariin Sonia, tadi dia di jemput sama Rocky tuh!" katanya memberitahu.
"Kamu tahu mereka pergi kemana?"
"Wah..., nggak bilang tuh. Lagian juga bukan urusan aku!"
"Ya udah deh!" katanya menutup teleponnya, Resma hanya diam mengamati. Ia merasa seperti hanya sebagai pajangan saja, di bawa kesana kemari tanpa di ajak bersuara layaknya manekin, ia sekarang ia memilih untuk diam karena ia merasa percuma mengajaknya bicara.
Dimas menggaruk pelipisnya sejenak dengan telunjuk lalu kembali ke motornya, Resma masih diam. Melihat gadis itu hanya diam, iapun bertanya, "apa kamu tidak mau ikut lagi?"
"Lagipula untuk apa aku ikut, kamu bahkan nggak mau bicara sama aku. Kamu perlakukan aku seperti boneka hidup yang hanya kamu bawa kesana-kemari!" katanya sedikit kesal,
"Ya sudah, kamu naik taksi aja!" katanya menyalakan mesin motornya lalu melaju, Resma termangu dengan sikap pemuda itu yang sangat cuek, bahkan tidak peduli padanya. Ia meremas tali tasnya dengan geram, ini sudah keterlaluan. Kalau memang nggak mau di jodohkan ya tinggal menentang secara gamblang saja kepada papanya, apa susahnya! Tidak perlu perlakukan dirinya seperti itu. Matanya memerah dan mulai keluar buliran bening di sana.
* * *
Hardi Subrata menatap foto-foto di layar handphonenya yang di kirim oleh orang suruhannya, Rocky bersama seorang gadis yang sepertinya pernah ia lihat. Ia mengamati wajah gadis itu dengan seksama, inikah gadis yang membuat Rocky mengabaikan putrinya?
Gadis itu memang cantik, cantik sekali, tapi dari penampilannya sudah sangat jelas dari mana dia berasal. Ia tidak akan membiarkan kebahagiaan putrinya terenggut, jika memang Rocky menukai gadis itu, maka ia harus menjauhkan gadis itu dari Rocky. Kian lama ia mengamati wajah gadis di dalam foto-foto itu, entah kenapa seperti ada sesuatu yang menghantam dadanya. Ia sungguh tak mengerti, ia tahu betul ia pernah melihatnya, tapi dimana?
Ia masih mencoba menerka, hingga ia melebarkan matanya karena ia ingat sesuatu, "ya, tidak salah..., ini memang dia!" desisnya.
Sonia berkata ia sangat suka pantai, dan sejak kecil ia hanya pergi ke pantai satu kali, itu sebelum ibunya sering sakit. Makanya Rocky membawanya ke pantai lagi, padahal semalam sudah. Tapi rupanya Sonia sangat senang sekali, bermain ombak seperti anak kecil dengan kaki telanjang, lalu memainkan kepiting yang terdampar di pasir yang baru saja di bawa ombak. Lalu melepaskannya kembali ke bibir pantai, Rocky tersengum menatapnya sambil mengantongi kedua tangannya di saku celana jeans yang ia kenakan.
Bias-bias cahaya matahari memancul di rambut hitam Sonia, silir angin menerbangkan helai-helai yang luput dari tali rambut yang mengikat helaian rambut indah di di belakang kepala. Sonia sedang memandangi lautan yang membawa kepiting itu kembali ke samudra, lalu menoleh ke arah pria yang hanya berdiri diam memandanginya. Iapun melangkah mendekatinya, "kenapa kamu menatapku seperti itu, terlihat kekanakan ya?"
Rocky menyunggingkan senyum, "sedikit!" godanya, Sonia mengerucutkan bibirnya sedetik lalu berbalik dan duduk di atas pasir yang mulai terasa panas itu, untung ia pakai jeans, tapi sengatannya mulai terasa di bawah telapak kakinya. Meski begitu ia menikmati.
Rocky ikut duduk di sisinya, menekuk lutut seperti yang di lakukan gadis itu. Â
"Oya, selain kamu suka lautan, kamu suka apalagi?" tanya Rocky, Sonia berfikir tanpa menoleh, "mungkin..., bunga Sakura!" sahutnya sedikit ragu.
"Kenapa mungkin?" heran Rocky,
"Aku pernah melihatnya langsung sekali, saat melewati sebuah rumah. Tapi pohonnya itu di bonsai di sebuah pot besar, menurutku... jadi..., kurang indah!"
Rocky memutar kepalanya untuk menatap wajahnya, "kenapa begitu?" tanyanya lagi, "yang aku lihat di tv-tv, pohon sakura terlihat sangat indah di tanam di tanah langsung. Tinggi, kokoh, dan berbunga indah!" angannya seakan melayang ke tempat yang selama ini memang hanya bisa ia khayalkan.
"Sakura memang indah, cantik!" tukas Rocky, seperti namamu, tapi kamu lebih cantik dari bunga itu! Rocky menambahi dalam hati.
"Jadi..., kamu ingin melihat pohon sakura yang berdiri kokoh dan tinggi?" tawar Rocky, Sonia diam menunduk, menjatuhkan pandangannya ke pasir di bawahnya.
"Dulu, ibu pernah bercerita padaku!" katanya lirih, "saat bulan madu, suaminya membawanya ke Jepang. Melihat taman sakura di sana," lanjutnya, Rocky memperdalam tatapannya. Sonia mengangkat wajahnya memandang lautan lepas, "kata ibu..., itu sangat indah, karena ibu memang suka bunga sakura, itu sebabnya..., saat aku lahir..., ibu memberiku nama Sakura. Ia berharap, jalan hidupku..., akan seperti bunga itu. Cantik dan indah, juga kuat!" ia membayangkan kembali wajah ibunya saat menceritakan pengalamannya ketika bulan madu di Jepang.
"Saat itu menceritakan itu padaku, aku langsung mengkhayal bahwa aku juga ada di sana. Tapi itu dulu, waktu itu aku hanya anak kecil!"
"Apa salahnya?"
Sonia menoleh Rocky, membalas tatapannya, "karena sekarang itu tidak mungkin, Jepang itu kan cukup jauh. Lagipula, aku tidak mungkin punya uang untuk pergi kesana!"
"Tapi kamu ingin pergi kan?"
Sonia diam sejenak, "tidak lagi!" sahutnya datar, "saat ini..., fokusku bukan itu!" tambahnya, gadis itu kembali memasang wajah mendungnya,
"Bagaimana jika..., aku yang mengajak kamu ke sana?" tawarnya, Sonia melebarkan mata, menolehnya dan mengernyit, "mak-maksud kamu...," tanyanya yang di potong oleh Rocky dengan memungut telepak tangan gadis itu, "jika kamu tidak keberatan, aku siap membawa kamu kesana!"
Sonia mengeluarkan tawa aneh, seperti hal yang mustahil, "Rocky, kamu jangan bercanda..., lagipula...itu hanya mimpi anak kecil dan aku..., aku sudah tidak tertarik lagi!" Â
"Benarkah?" tanya Rocky meragukan, Sonia terbungkam. Rocky melembutkan tatapannya, menggenggam tangannya lebih lembut, "dengar, jika kamu sudah siap nanti, aku akan membawamu ke sana. Ini bukan penawaran, tapi ini janjiku. Kita akan pergi bersama, hanya kamu..., dan aku!" ungkapnya. Keheningan menggumuli mereka, hanya debur ombak yang mendesir, bersama hembusan lembut sang bayu. Mata kedua muda-mudi itu menyatu, ada sebuah ketulusan di mata indah pria muda yang sangat menjanjikan. Tapi tetap saja, Sonia takut untuk mempercayai itu. Iapun melepaskan tangannya perlahan, membuang pandangannya kembali ke depan.
Rocky masih menatapnya, ia tak menyisipkan rasa kecewa dengan reaksi gadis itu. Ia sudah cukup tahu bagaimana gadis itu menjalani hidupnya selama ini. Bahkan gadis yang sedang ia tatapi itu sempat takut dekat dengan dirinya karena takut terluka seperti ibunya. Rocky ikut memandangi lautan lepas yang terhampar di depan mereka.
"Jika kita mencintai seseorang, kita tak harus takut untuk mencium cinta itu. Karena kekuatan cinta..., bisa mengalahkan segalanya!" desis Rocky,
"Cinta," sahut Sonia, "apakah di jaman sekarang ini...masih ada cinta seperti itu?" tambahnya, "cinta sejati itu..., hanya ada dalam dongeng kan, dan mungkin...,"
"Jika kita mempercayainya, itu tidak hanya sekedar dongeng. Aku..., sudah sangat lama menunggu, menunggu seseorang..., yang mampu menggetarkan hatiku hanya dengan memikirkannya!" aku Rocky, Sonia menatapnya kembali. Rockypun membalas tatapan itu, "yang mampu..., membuatku tak bisa berhenti memikirkannya, dan saat di dekatnya..., jantungku seperti mau meledak!"
Sonia hanya diam menatapnya, karena apa yang di katakan Rocky itu belakangan ia rasakan terhadap pria yang mengatakan semua itu, pria yang ada di sisinya, yang sedang bertatapan dengan dirinya. Dan dalam jarak sedekat ini, ia juga tak mampu mengendalikan apa yang sedang berperang di balik tulang rusuknya itu.
"Apa kamu tahu?" tanya Rocky sedikit berbisik, "semua itu..., aku rasakan setelah ketemu kamu, aku rasakan saat bersama kamu, bisakah..., kita menyebut ini cinta?" tanyanya. Sonia tak menyahut, ia tetap diam. Membeku. Bahkan ketika jemari Rocky menyentuh pipinya, merabanya, ia malah memejamkan mata, seolah menikmati itu.
Rocky menatap wajah cantik di depannya, yang ada di tangannya, ya, ia sudah sangat lama menunggu. Menunggu gadis ini datang dalam hidupnya, karena saat bersamanya ia merasa bebas, tanpa beban. Ia ingin terus seperti itu, bisa memandang wajahnya lekat, merabanya. Tapi sebuah dering hp harus membuat mereka terjaga dan menjauhkan diri.
Suara itu berasal dari hp Rocky, ia memungutnya dan itu adalah nomor om Hardi, papanya Nancy. Ada apa gerangan?
---Bersambung....---
Â
© Wild Sakura (season 1)
Next, Wild Sakura #Part 17 | Wild Sakura #Prologue
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI