Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sayap-sayap Patah sang Bidadari ~ The Wedding #Part 4

31 Juli 2015   16:33 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:00 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya, Part 3

Itu masih jam 6.45 ketika mereka sarapan pagi. Seperti permintaan Nicky, Liana membangunkannya lebih awal dan menyiapkan sarapannya juga lebih awal. Spesial lagi, nasi goreng. Biasanya sepagi ini Nicky tidak mau makan nasi, tapi ia tidak menolak ataupun protes ketika melihat hidangan di meja. Malah langsung saja menyantapnya, kalau ingat dulu saat pertama Liana di rumah itu, wuoh.....heboh saat melihat nasi goreng di piring paginya.

Liana melirik suaminya yang sedang mengunyah, "Nicky, hari ini Sinta mengajakku pergi keluar!" seru Liana, Nicky melirik, melanjutkan kunyahannya.

"Karena ku pikir.....mungkin aku memang butuh untuk melihat dunia luar kembali!"

"Kemana?"

"Aku juga tidak tahu tetapi Sinta bilang ke beberapa tempat kusus wanita!"

"Ya sudah, nanti biar Rizal mengantar kalian!"

"Tapi bukannya dia harus mengantarmu ke kantor?"

"Dia bisa kembali ke rumahkan, lagipula aku tidak akan membiarkan kalian hanya pergi berdua!"

Liana mengangguk, Nicky memungut dompetnya dan mengeluarkan sesuatu. Meletakannya di meja, menyodorkannya ke arah Liana. Liana melihat credit card itu lalu kembali menatap suaminya, "kau akan membutuhkannya!" seru Nicky,

"Ku rasa aku masih punya simpanan!"

"Jika kau menganggapku sebagai suamimu kau tidak akan menolaknya, lagipula itu akan menjadi milikmu!"

"Milikku?"

"Kakek memberikan saham yang dimilikinya padamu, mungkin seharusnya kau yang menjabat sebagai presdir!"

Liana melotot memandang Nicky lalu tertawa, tawa pertama setelah sekian lama. "kau ini bicara apa, sekolah saja aku tidak ingat sampai dimana. Home schooling pun terputus, lagipula aku tidak mau berurusan dengan hal seperti itu!"

"O-iya, masalah homeschooling, apakah kau mau melanjutkannya?" tanya Nicky,

"Ku rasa tidak perlu!" tolaknya, lagipula bukan aku pemegang sahamnya, kakek bilang yang menjadi suamikulah yang akan menjadi Presdir dari Harris Group. Jadi kau belum tahu tentang hal itu ya?

"Oya, mungkin malam ini aku sedikit terlambat. Tapi tidak akan lama, dan jangan terlalu lama berada di luar!" seru Nicky seraya berdiri meraih tasnya dan bersiap melangkah tapi....

"Tunggu!" cegah Liana, ia pun berhenti. Liana bangkit menghampirinya, "dasimu sedikit miring!" katanya membenahi dasi suaminya, Nicky memandang wajah istrinya yang sekarang begitu dekat dengannya. Wanita itu bahkan tak pernah menyentuh make-up meski di meja riasnya penuh dengan produk-produk kecantikan berkelas, tapi dia selalu terlihat cantik dengan kulit coklatnya yang eksotis. Dan memiliki tubuh seperti boneka barbie, situasi itu cukup menciptakan debaran aneh di dada Nicky. Memandang istrinya, ia ingin sekali merengkuhnya ke dalam dekapannya. Memberinya pelukan hangat atau ciuman pagi seperti pasangan lainnya, tetapi ia hanya bisa memandangnya. Bahkan takut untuk menyentuhnya meski hanya sekedar menyilakan rambutnya yang menggantung di sisi wajahnya.

Liana membalas tatapan itu, sepertinya ia juga mengharapkan hal yang sama. Nicky merasa harus segera pergi atau ia akan benar-benar menciumnya oleh sikap manisnya itu. Ia tak mengucap apapun, hanya berdehem dan melanjutkan langkahnya. Liana bisa merasakan kegugupan Nicky, ia sudah mencoba bersikap manis. Membuka kehangatan di antara mereka, tapi sepertinya sekarang justru Nicky yang menghindarinya. Dan soal dasinya yang selalu miring, siapa yang selama ini membenahinya? Mudah-mudahan saja bukan wanita lain di luar sana.

Nicky menghempaskan tubuhnya di jok belakang seraya membenahi dasinya, sedikit mengendurkannya. Bukan karena Liana kurang benar saat membenahinya tadi, tapi karena ia merasa gerah tak mampu menguasai diri dan hampir saja mati kutu. Rizal melirik dari spion tengah seraya menjalankan mobil, "ada apa, apakah ada yang membuatmu kesal sepagi ini?"

"Tidak, tidak ada apa-apa!" sahutnya, "Jal, apa kau merasakan perubahan Liana?"

"Ya, dia memang mulai tersenyum lagi!"

"Aku harap dia bisa kembali seperti dulu!"

"Seperti dulu, rasanya tidak mungkin. Setelah apa yang terjadi, mungkin dia bisa bangkit kembali tapi tidak akan bisa seperti dulu!" sahut Rizal,

Nicky terdiam beberapa saat, "setelah aku sampai kau pulang saja, Liana bilang dia akan pergi keluar dengan Sinta. Kalau perlu kau bisa mengajak Jaya untuk pengamanan!"

"Iya!"

* * *

"Hai, jagoanku!" seru Liana mengusap rambut anak lelaki dalam gendongannya, "wah....kamu mau pergi kemana?"

"Aku mendaftarkannya ke playgroup, kau lupa. Kemarin cuti karena para gurunya ada meeting penting. Kita pergi setelah mengantar Johan ke sekolahnya, dan nanti kita jemput kalo sudah waktunya dia pulang. Setelah itu kita lanjutkan urusan kita!"

"Kita tidak akan menungguinya?"

"Jangan khawatir, salah satu gurunya adalah teman baikku. Aku bisa menitipkannya sampai jam pulang sekolah!"

"Ku rasa lebih baik kita menungguinya saja!"

"Kalau kita menungguinya, nanti kita bisa kesorean pulang. Dan Nicky bisa marah padaku!" seru sinta,

Nicky melewati meja Mela yang ternyata penghuninya sudah di sana, "pagi Nicky!" sapanya, "pagi Mey, oya....aku mau minta maaf soal kemarin!"

"Tidak apa-apa, mungkin kau sedang banyak pikiran?"

Nicky hanya mengangkat bahu, "siapkan semua berkasnya, apakah pak Andrew sudah datang?"

"Kurasa belum ada pihak klien yang datang, mungkin sebentar lagi!"

Nicky mengangguk lalu memasuki ruangannya dulu sebelum ke ruang meeting.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sinta, "lumayan!" mereka sedang berada di sebuah salon kecantikan untuk melakukan massage dan spa.

"Mulai sekarang kau harus sering-sering kemari, kita bisa melakukan hal lain. Mempercantik diri, suami suka kulit istrinya seperti belut!"

"Belut?"

"Maksudku halus!"

"Jangan menyindirku, memangnya semua pria seperti itu. Kalau kulit istrinya kasar dia mau cari yang lain, begitu?"

"Tidak begitu juga, tapi setidaknya kita bisa terlihat cantik di depan suami!"

"Tapi gaya hidup seperti ini tidak cocok denganku, kau lihat saja daftarya. Semua perawatannya super mahal!"

"Apa yang kau takutkan, kau istri dari seorang Nicholas Harris. Dan kau tahu betul sebesar apa itu Harris Group!"

Liana terdiam, tapi tetap saja ia tak nyaman dengan gaya hidup seperti itu. Ia jadi merasa seperti wanita yang suka menghambur-hamburkan uang.

Setelah dari sana, mereka menjemput Johan lalu berbelanja beberapa pakaian. Sinta cukup jeli memilih baju ataupun gaun, bisa memperhitungankannya. Sebenarnya Liana tak mau memungut begitu banyak, tapi Sinta membujuknya. Siapa tahu nanti dia akan membutuhkan pakaian-pakaian itu, seperti menghadiri acara pesta mungkin?

Dan sekarang waktunya makan siang, Rizal ikut bergabung. Liana memutar-muta hp di tangannya, bertingkah seperti orang kebingungan. Sinta memperhatikan sikapnya, "Li, kau kenapa?" tanyanya.

"Haruskan aku menelpon Nicky?"

"Apa?"

"Aku ingin menanyakan apakah dia sudah makan siang, jika terlalu sibuk biasanya dia tak memperhatikan pola makannya. Belakangan ku lihat dia sibuk sekali dengan urusan kantor!"

"Kenapa kau tanya padaku, dia kan suamimu bukan suamiku. Ya telpon saja, itu jstru bagus!"

"Tapi....!"

Liana masih ragu.

"Sinta benar, jika kau menelponnya mungkin dia akan senang!" timpal Rizal, Liana menatap keduanya bergantian lalu kembali menatap telepon genggam di tangannya. Kedua orang itu memperhatikannya seraya menyantap makanan mereka, sementara makanan Liana masih utuh, belum tersentuh.  

Liana menurunkan tangannya ke pangkuannya, ia tak menelpon Nicky tetapi mengiriminya sebuah pesan. Rizal meliriknya,

tung ting tung.....

Nicky memungut hpnya yang berbunyi di meja, dia sedang ada di ruangannya. Memeriksa beberapa laporan, sebuah pesan masuk. Iapun membuka pesan itu, nama istrinya muncul di layar.

Nicky, jangan lupa makan siang. Sesibuk apapun kau harus meluangkan waktu untuk beristirahat, kalau kau sakit kan aku yang repot!

Nicky tersenyum membaca pesan itu, ada sebuah rasa cemas, dan juga ancaman di dalam pesan yang istrinya kirim untuknya. Rupanya dia sudah mulai pintar becanda dengan pesan itu, seketika senyumnya hilang. Memikirkan kenapa Liana mengiriminya pesan singkat? Itu aneh, tadi pagi dia juga bersikap begitu manis. Membenahi dasinya, hal yang belum pernah di lakukannya selama ini. Apakah ada makna di balik pesannya itu?

* * *

"Mungkin Nicky akan marah melihat belanjaanku!" seru Liana saat mereka berjalan ke parkiran,

"Itu tidak mungkin, selama kalian menikah ini kan pertama kalinya kau belanja!"

"Justru itu, aku tidak mau penilaian Nicky terhadapku berubah!"

"Itu hanya kekhawatiranmu saja, sudahlah jan...!"

Kalimat Sinta terhenti ketika seseorang menyenggol Liana hingga jatuh ke lantai. Barang yang di bawanya pun berjatuhan, Sinta menggendong Johan yang tertidur sehingga tak bisa membantu. Sementara Rizal yang hendak membantunya kalah cepat dengan orang yang menabrak Liana. Orang itu sudah lebih dulu membantu Liana berdiri,

"Maaf, kau tidak apa-apa?" ia jadi cemas karena melihat Liana berdiri dengan limbung, "aku tidak apa-apa!" jawab Liana. Orang itu juga memunguti barang-barang Liana dan memberikannya pada pemiliknya. "maaf ya, aku benar-benar minta!" katanya menatap Liana. Liana tersenyum,"tak apa!"

Pria itu terus menatap Liana dengan tatapan lain, dan Rizal mengenali tatapan seperti itu. Dia sering menatap Liana seperti itu, tapi secara diam-diam.

Karena tahu pria itu masih memandangnya maka Lianapun mulai berjalan kembali, dan mata pria itu mengikuti kemana Liana melangkah dengan pincang. Ia jadi khawatir, apakah wanita itu pincang karena terjatuh tadi atau....

Dering telepon membuyarkan lamunannya, ia mencari sumber suara yang ternyata berada di lantai. Hpnya yang terjatuh, untung saja tidak hancur karena di bungkus sarung leather. Iapun memungutnya dan menerima panggilan itu, tadi memang ia sedang menelpon saat menabrak wanita itu.

"Halo, maaf tadi sedikit masalah!"

Rizal melamun di dalam mobil, "Jal, ada apa?" tanya Liana. "aku seperti...pernah melihat pria itu!"

"Benarkah?"

"Entahlah, mungkin....saat aku mengantar Nicky ke beberapa acara!" alihnya, Rizal kembali fokus mengemudi tetapi ia tetap memikirkan orag itu.

* * *

Ferhan berdiri dan tersenyum ketika melihat orang yang di tunggunya datang, "hai...maaf jika aku sedikit terlambat!" seru Anthony.

"Ada apa?"

"Tadi aku menabrak seseorang di dekat parkiran!"

"Wanita?" tanya Ferhan, Anthony tak menjawab tapi Ferhan tahu kalau itu benar. Dan melihat reaksi temannya ia sepertinya tahu temannya suka dengan wanita yang baru di tabraknya itu. "tumben, kau peduli dengan wanita?" cibirnya.

"Jangan mengejekku, kau pikir aku gay!"

* * *

"Kau tidak seharusnya sampai mengancam Mela soal posisinya!" Daren memprotes sikap Nicky kemarin terhadap kekasihnya.  

"Aku tahu, maafkan aku!"

"Maaf, bukan padaku kau harus minta maaf!"

"Aku sudah minta maaf padanya tadi pagi, sudahlah jangan memperpanjang masalah!"

"Kau masih bermasalah dengan Liana?"

Nicky tak langsung menjawab, ia berfikir dulu. "belakangan ku lihat dia mulai membaik, tapi aku masih khawatir jika dia hanya memaksakan diri!"

"Jangan berfikir negatif, jika dia sudah menunjukan perubahan itu justru bagus kan!"

"Ku harap begitu!"

"Kau hanya harus bersabar, melupakan sebuah trauma itu lebih sulit dari melupakan seseorang yang pernah kita cintai. Aku saja membutuhkan waktu yang lama untuk melengserkanmu dari hati Mela!"

"Jangan samakan kasus ku dengan kasusmu, itu jelas jauh berbeda!" kesal Nicky,

"Saru hal lagi, ku rasa kau harus berhati-hati dengan kembalinya Ivana ke sini!"

"Aku masih bisa mengatasinya, aku tak berfikir dia adalah ancaman!" sahut Nicky, "kau tahu betul bagaimana Ivana, jika dia tak bisa menggoyahkanmu maka dia akan melakukannya melalui Liana!" pesan Daren. Nicky memandangnya, apa yang di katakan Daren itu benar. Ivana bisa menjadi ancaman.

* * * * *

The Wedding #Part 5

• S.S.P.B ~ The Wedding (second novel)

Tayang kembali hari Senin.

Satu informasi, chapther ini adalah editan. Jadi sedikit berbeda dari yang pernah di tayangin di Wattpad, dan untuk chapther berikutnya akan lebih fresh karena sekarang aja masih belum ada di otak. Meski mikir dulu....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun