"Apa!"
Cheryl terpaku mendengar pernyataan Ryan, "sayang, kita sudah cukup lama pacaran. Orangtuaku terus saja menanyakan kapan kita akan menikah?"
"Jadi kamu mau menikahiku karena desakan orangtuamu?"
"Bukan begitu, aku memang sudah menyiapkan lamaran untukmu. Hanya....orangtuamu di luar negeri terus, lalu bagaimana bisa lamarannya di laksanakan!" keluhnya.
"Bagaimana kalau kamu hubungi orangtuamu?"
"Kalau kamu memang serius ya kamu yang harus datang pada mereka!" suruh Cheryl seraya keluar dari dapur membawa dua gelas minuman, ia berjalan melangkahi kaki Ryan yang bersandar meja kaca. Duduk di sampingnya dan menyodorkan segelas untuknya, pria itu menerimanya dengan segera. Langsung menenggaknya hingga setengah, lalu ia meleyakan gelas itu di meja. Menyandarkan punggungnya kembali ke sofa yang empuk. Cheryl menyeruput sedikit demi sedikit minumannya, menikmati tiap tetes meluncur ke kerongkongannya.
Ryan melirik wanita di sampingnya yang hanya mengenakan kaos yang kedodoran dengan leher terbuka menyamping hingga ke bawah pundaknya, menampilkan kulit mulusnya dengan aroma ivory sabun yang di gunakannya untuk mandi tadi. Kaos putih itu juga cukup panjang hingga menutupi setengah pahanya yang slim. Sebagai seorang balerina, Cheryl memang memiliki tubuh yang sempurna dengan paras yang rupawan.
"Apa kamu tidak mau menikah denganku?" tanya Ryan. Cheryl meliriknya, meletakan gelasnya di meja lalu menatap pria itu. "kamu lebih muda dariku, kenapa tidak mencari gadis yang di bawahmu saja!"
"Hanya 3 tahun lebih muda, itu tak berarti apa-apa."
Cheryl melemparkan sebuah senyuman, "sejauh ini hanya kamu yang mengajakku menikah, aku hanya....!"
Ryan menatapnya lebih dalam, menunggu kelanjutan kalimat itu. "kamu masih belum bisa mencintaiku?" potong Ryan, Cheryl menatapnya lalu melempar pandangannya ke depan. "kalau kamu sudah tahu lalu kenapa kamu tetap bertahan?"