Chapther 9
Minggu itu Ridwan tidak menemui Nadine seperti biasa, lagipula Nadine juga bilang ingin fokus latihan di rumah untuk tarian yang harus ia bawakan. Sebagai penari utama ia tak ingin mengecewakan, tapi berulang kali ia berlatih ia merasa masih kurang bagus. Mungkin karena saat ini suasana hatinya sedang terlalu berbunga-bunga.
Sementara Ridwan malah menemani Alisa di rumah sakit karena Sinta drop lagi. Dan kali ini nampaknya akan buruk.
Menjelang petang Ridwan baru pamit pulang, anehnya selama itu Nadine juga tak menelponnya. Dia hanya menelpon Alisa sekali untuk menanyakan kabar Sinta.
"Kamu yakin tak apa-apa sendirian?"
"Bukankah sudah biasa, lagipula kamu juga pasti lelah kan!"
"Jaga kesehatanmu juga, jangan lupa....kamu bisa menghubungiku kapan saja!"
Alisa mengangguk, entah apa ini tapi ia senang karena ia tahu Ridwan masih peduli padanya. Bahkan menemaninya seharian. Saat malam menjelang giliran Ridwan yang tak bisa tidur, ia sadar ia sudah berbuat kesalahan dengan memberi Alisa harapan sementara pernikahannya dengan Nadine tidak mungkin di hindari. Ia juga tak ingin Nadine terluka, tapi ia masih ingin menikmati kebersamaannya dengan Alisa yang baru saja ia dapatkan kembali.
Lamunannya di buyarkan oleh sebuah pesan masuk di hpnya. Ia memungut hp itu dan nama Nadine yang muncul.
Assalamu alaikum wr.wb....kamu sudah tidur? Alu nggak bisa tidur nih.....
Ridwan tersenyum, lalu mulai mengetik sesuatu. Nadine langsung tersenyum menerima pesan balasan itu.
Aku juga lagi nggak bisa tidur, emangnya kamu kenapa nggak bisa tidur? Baca buku aja, biasanya juga gitu kan, ketiduran di atas buku!
Ridwan membuka balasannya lagi.
Lagi males baca buku, ternyata nggak enak ya kalau masih sendiri. Kalau udah nikah, pas nggak bisa tidur kan tinggal minta di nina bobo'in aja sama kamu. Pasti langsung ngorok deh....
Dasar, emang segitunya banget mau nikah sama aku?
Lho kenapa, Kamu nggak mau? Hayo....ada apa, kamu bahkan nggak telepon aku seharian?
Kan tadi pagi aku telepon?
Cuma itu, buat kasih tahu kalau seharian kamu bakal sibuk. Sibuk ngapain sih?
eh.....ada deh!
Kalimat itu ia tulis karena ia bingung mau menjawab apa. Akhirnya mereka saling berkirim pesan sampai ngantuk dan ketiduran layaknya ABG yang lagi kasmaran.
*****
Pagi itu seperti biasa Nadine mampir ke tokonya Alisa, tapi Alisa menolak berangkat bersama. Alapagi ada Ridwan bersama mereka, akhirnya Nadine berangkat lebih dulu. Dan ketika Alisa sudah datang ke sanggar sikapnya sedikit berubah. Ia seperti sedikit menghindari Nadine, hal itu tentu membuat Nadine heran. Saat istirahat, Nadine menghampirinya.
"Kamu kenapa sih, kamu lagi marah sama aku?" tanya Nadine. Alisa hanya menggeleng pelan tanpa suara, "apa aku berbuat salah, kalau iya tolong katakan aku salah apa?"
Alisa memungut botol air mineralnya lalu menengguknya seolah tak mendengar Nadine bicara, "Alisa, aku mohon, katakan sesuatu!" pinta Nadine. Ia terus merengek karena Alisa jadi begitu dingin.
"Aku hanya ingin sendiri, itu saja!" hanya itu yang terlontar dari mulut Alisa, ia terus berusaha menyendiri.
Maafkan aku Nadine, tapi mengetahui kamulah yang akan Ridwan nikahi membuatku masih tak rela!
Alisa kembali berlatih sendiri, sementara Nadine masih memperhatikannya dna mencoba mencari alasan kenapa Alisa berubah sikap padanya. Cheryl merasa sedikit senang dengan keadaan itu, iapun menghampiri Nadine yang masih duduk sendiri.
"Kamu lihat saja, orang yang kamu anggap teman itu sesungguhnya nggak bisa kamu jadiin teman!" serunya. Nadine melirik, "apa maksudmu?"
"Cepat atau lambat Nadine, Alisa akan menjatuhkanmu. Kamu lihat sendiri kan, dia berlatih lebih keras dari semua balerina yang ada di sini. Dia pasti ingin menggeser posisimu sebagai penari utama. Percayah!"
"Mungkin Alisa memang pantas!"
Cheryl malah tertawa, membuat Nadine heran.
"Kamu itu nggak cukup mengenalnya, Nadine. Alisa nggak sebaik yang kamu pikirkan, secara perlahan dia akan merebut semua yang kamu miliki, ingat itu!" seru Cheryl lalu menyingkir. Nadine menatap Cheryl yang berjalan menjauh darinya. Apa maksud ucapan Cheryl? Sepertinya dia sangat tidak menyukai Alisa, ia tahu mereka memang sudah lama menjadi rival meski satu sanggar. Cheryl memang lebih dulu mengenal Alisa, tapi setahunya.....Alisa jauh lebih baik dari Cheryl yang memang selama dirinya masuk ke sanggar itu tak pernah menyukainya.
*****
Nadine membuka loker untuk mengambil pakaian ganti, tapi ia kembali di kejutkan karena pakaiannya koyak di beberapa sisi. Seperti di gunting dan sudah tak mungkin bisa di pakai lagi.
"Ya Tuhan....siapa yang melakukan ini?" desis Nadine, saat itu Alisa masih di dalam kamar mandi untuk ganti baju. Cheryl menghampirinya, "ada apa Nadine?" tanyanya. Ia melihat baju di tangan Nadine, "ya Tuhan...siapa yang lakukan ini? Keterlaluan sekali!" serunya.
"Tidak apa-apa, aku bisa meminta seseorang untuk membawa baju lain!"
"Itu pasti akan merepotkan, begini saja....kebetulan aku mmebawa baju lebih di mobil. Untuk sementara kamu bisa pakai baju aku!" tawar Cheryl.
"Tidak perlu!"
"Tidak apa-apa, sebentar ya!" seru Cheryl seraya berlari keluar. Alisa muncul, Nadine segera menutup lokernya. Pura-pura tak terjadi apa-apa, Nadine mencoba tersenyum padanya.
"Alisa...., bagaimana kalau aku ikut pulang bareng kamu. Aku juga mau menjenguk tante Sinta?" pintanya. Alisa terdiam, "mungkin lain kali saja, aku juga mau ke tempat lain dulu!" tolaknya, ia memungut tasnya lalu pergi keluar. Nadine hanya memandangnya,
Ada apa sama kamu Alisa? Kenapa kamu jadi berubah sejak kemarin? Apa aku berbuat salah?
Nadine masih terus menelusuri fantasi kesalahannya, ia bahkan tak tahu dimana letak kesalahannya. Cheryl memasuki ruangan itu, membuyarkan lamunan Nadine.
"Ini bajunya, nggak usah di kembaliin juga nggak apa-apa kok!"
"Terima kasih ya!"
Cheryl hanya tersenyum manis.
Saat Alisa keluar dari sanggar, ia melihat mobil Ridwan baru saja merapat. Pria itu turun dari mobilnya dan menemukan mata Alisa yang sedang menatapnya. Ia hendak melangkahkan kaki untuk menghampirinya tapi Nadine keburu muncul bersama Cheryl di pintu keluar. Jujur, Ridwan cukup terkejut melihat Nadine bersama Cheryl bukan Alisa.
Nadine langsung berlari menghampiri Ridwan, "kamu sudah sampai, tumben nggak telat?" girangnya. Ridwan hanya tersenyum kecil, ia melihat Alisa yang memalingkan wajah dengan mata cemburu lalu melangkah untuk mencari taksi.
"Kalian bertengkar?" tanya Ridwan, Nadine tahu maksud Ridwan. "tidak, aku juga tidak tahu kenapa Alisa jadi sedikit menghindariku. Itu aneh?" sahutnya.
"Lalu sejak kapan kamu dekat dengan Cheryl?" tanya Ridwan penuh selidik, dari caranya menyebut nama Cheryl pria itu terlihat begitu tak menyukainya. Memang dulu Ridwan sempat tak setuju Nadine masuk ke sanggar itu, tapi Nadine terus bersikeras mau di sana.
"Eh...., itu hanya kebetulan. Bajuku rusak jadi Cheryl meminjamkan bajunya!"
"Cheryl?" heran Ridwan.
"Kenapa, kok reaksi kamu seperti itu?"
"Dia sepertinya tidak tulus!"
"Kamu ini bicara apa?"
Cheryl masih berdiri di tempatnya, ia memandang Ridwan dengan senyum nakal. Ridwan menoleh padanya, dan gadis itu melambaikan tangan dengan gaya menggoda. Tapi Ridwan segera memalingkan wajah.
"Ayo, ku antar pulang saja. Setelah ini aku masih harus kembali ke kantor!"
Nadine pun menurut saja, tapi otaknya masih di penuhi pertanyaan soal sikap Alisa padanya. Setelah mobil Ridwan pergi, Cheryl menjalankan mobilnya dan berhenti di depan Alisa yang masih belum mendapat taksi. Ia membuka kaca mobilnya dan menatap Alisa.
"Jadi....kamu masih mencintai Ridwan?" cibirnya. Alisa menatapnya tajam. Ada tawa yang keluar dari mulut Cheryl, "Alisa, seharusnya kamu sadar....sekarang Ridwan sudah bukan milik kamu lagi. Kamu harusnya tahu apa penyebab Ridwan meninggalkan kamu, tentu saja dia akan meninggalkan pecandu narkotika kaya' kamu dan memilih wanita yang jauh lebih cantik, lebih bermartabat!"
"Kamu nggak usah sok tahu!"
Cheryl masih mengeluarkan tawa kecil, "aku tahu....kamu nggak rela kan mengetahui Nadine akan menikah dengan Ridwan! Kamu itu seorang pecundang.....dan sampai kapanpun kamu tetap akan jadi pecundang!"
"Jaga bicaramu Cheryl!" geram Alisa.
"Kenapa? Kamu mau mengancam aku....mau melukaiku sama seperti saat kamu melukai Farah ketika kamu tahu Farah mendekati Ridwan?"
Alisa tertegun, peristiwa itu.....
"Kamu belum lupa kan, apa yang kamu lakukan saat itu?" lantang Cheryl. Mulut Alisa terkatup rapat dengan geram, ia mencengkeramkan tinjunya sendiri hingga kukunya menyakiti kulitnya. Cheryl cukup menikmati ekspresi Alisa akibat perbuatannya. Ia menyunggingkan senyum sinis, "sebaiknya kamu berhati-hati Alisa, dengan kembalinya kamu ke sanggar....itu artinya kamu mencoba menantang aku. Dan kalau kamu tetap terus bertahan di sini....aku nggak akan berfikir dua kali untuk menghancurkanmu lagi!" serunya lalu menutup kaca mobilnya.
Menghancurkanku lagi, apa maksudnya?
"Cheryl!" seru Alisa, tapi mobil Cheryl langsung bergerak maju. "Cheryl tunggu!" panggil Alisa, sayangnya mobil itu sudah keburu menjauh darinya. Kalimat terakhir yang Cheryl lontarkan kembali mengiang di telinganya.
Aku nggak akan berfikir dua kali untuk menghancurkanmu lagi, menghancurkanmu lagi!
Apa maksudnya itu, kenapa Cheryl berkata seperti itu? Tiba-tiba Alisa merasa tubuhnya melemas. Pikirannya melayang ke masa beberapa tahun lalu, saat dirinya terpuruk di dunia hitam. Di mana ia pernah cemburu buta karena mengetahui Farah memang menyimpan perasaan terhadap Ridwan dan secara diam-diam mulai mendekatinya. Ia pernah melukainya karena saat itu dirinya sedang berada di bawah pengaruh obat-obatan terlarang. Farah sempat masuk rumah sakit meski lukanya tidak parah dan karena hal itu dirinya di laporkan ke polisi dan di ketahui positif sebagai pengguna obat-obatan terlarang.
*****
Alisa berdiri memandang tubuh mamanya yang terkulai lemah, perlahan ia memutar kakinya dan melangkah keluar. Tapi di luar ruangan langkahnya terhenti karena matanya menangkap sosok seorang pria. Perlahan pula Ridwan mendekat.
"Aku tahu keadaan ini memang rumit, tapi ini bukan salah Nadine. Dia sangat sedih karena kamu menghindarinya? Dia berfikir dia telah berbuat salah terhadapmu sehingga kamu marah sama dia!"
"Aku memang marah padanya?"
"Apa, tap-tapi kenapa?"
"Karena dia merebutmu dariku!"
"Alisa!"
"Dia selalu membicarakanmu setiap saat, dan saat aku tahu pria itu adalah kamu....itu sangat menyakitkan Wan!"
"Nadine tidak tahu kalau kamu adalah wanita yang pernah ada di masalaluku, kamu tidak seharusnya menyalahkan Nadine!"
"Lalu aku harus menyalahkan siapa? Kalau dia tidak pernah muncul dalam hidupmu.....kamu pasti akan kembali padaku kan!"
"Alisa....., tapi kenyataannya....!"
"Kenyataannya kamu juga masih mencintai aku kan?" teriaknya. Butiran bening meleleh di pipinya. Ridwan terdiam, "aku nggak akan membiarkan siapapun merebutmu dariku, Wan!"
"Sekarang keadaannya sangat rumit!"
"Kalian belum menikah, lalu dimana kerumitannya? Sekarang kamu putuskan.....kamu lebih mencintai siapa, aku...atau Nadine?"
Ridwan terdiam menatapnya. Ia memang pernah berjanji pada Alisa bahwa tidak akan pernah ada cinta yang lain dalam hidupnya. Bahkan di saat terakhir dirinya mengunjungi wanita itu di panti rehab, ia masih menjanjikan hal yang sama, cinta yang sama. Jadi memang tidak salah jika Alisa sekarang menagih janji itu. Tapi Nadine juga tak bersalah dalam hal ini, dirinya yang ingkar janji. Membiarkan Nadine memasuki hidupnya, hatinya.
"Alisa....., aku....!"
**********
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H