Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Price of Blood # Part 17

15 Mei 2015   21:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 17


Medan......


"Kapten, bagaimana?" tanya Amar, ia dan dua orang lainnya yang masih berada di luar gedung. "Clear, tim 3 masuk!" seru Kapten Rizky yang sudah berada di dalam. Lalu ia mencoba menghubungi Danny yang berada di tim 2, penggerebekan itu di bagi menjadi 3 kelompok.


Terdengar suara tembakan beberapa kali, serangan juga di lancarkan Danny, Aditya dan Mayor Jonan. Mereka kembali berlindung di balik tembok setelah beberapa musuh tumbang, "mereka cukup banyak, Damn!" maki Aditya.

"Ku pikir kau pernah menangani yang jauh lebih berat di papua?" sahut Danny, "kali ini mereka sedikit membuat kita repot, aku tadi seperti mendengar tangisan bayi!" timpal Jonan.

"Bayi!" desis Danny,

"Itu terdengar samar tadi!"

"Mungkin saja Reiner menyimpan salah satu pelacurnya di sini!" sahut Aditya, Danny dan Jonan hanya tersenyum getir. Ketiganya meringis ketika mendengar tembakan mengarah ke mereka dan mengenai tembok tempat mereka berlindung.


"Huh...., let's get party!" seru Danny lalu memunculkan diri dan membalas serangan musuh, kedua temannya ikut membantu. Ketika Danny melangkah maju, Jonan dan Adit mengcovernya. Di lantai 3 ketegangan yang sama juga sedang berlanjut. Kapten Rizky, Andi dan Febrianto juga di serang puluhan anak buah Reiner. Sedang Amar dan dua lainnya memasuki gedung itu dengan tetap siaga meski sudah clear, musuh masih bisa bersembunyi di mana saja.


Penggrebekan itu memang sudah mereka rencanakan, mereka sengaja membuat musuh merasa aman sehingga lebih mudah di serang. Reiner Fernandes adalah gembong mafia dan narkotika yang memiliki jaringan besar hingga ke ranah international. Dia sudah lama menjadi incaran, tapi sejauh ini belum ada yang bisa menemukan tempat persembunyiannya sebelum kasus ini di serahkan pada tim Mayor Jonan yang menamai skuad mereka, Wild Ranger. Danny adalah salah satu anggota yang lihai berperan sebagai penyidik. Dia bisa melakukan apapun untuk bisa mendapatkan informasi dari targetnya. Melakukan apa yang di anggapnya benar meski kadang menuai protes.


Di sebuah kamar, Selina mendekap erat bayi laki-lakinya yang baru berusia 3 minggu. Bayi itu terus menangis, ia mencoba menenangkannya dengan menyusuinya. Airmata mengucur di pipinya, rasa takut merajainya. Ia hanya tak mengira akan terjebak dalam situasi seperti ini, sebelumnya ia tak pernah tahu siapa kakak iparnya itu. Tapi ia terlanjur mencintai dan menikahi adiknya. Lagipula suaminya bisa mencintainya apa adanya, meski dulunya ia hanya seorang pelayan klub. Dan lagi Reiner selama ini memperlakukannya dengan baik meski dia seorang penjahat besar.


Reiner menutup teleponnya lalu bergegas masuk ke kamar Selina, wanita itu sedang duduk di ranjang. Bayinya sudah tertidur, tapi mungkin akan menangis lagi jika mendengar suara tembakan yang kencang. Selina berdiri ketika Reiner menghampirinya.


"Kak, apa yang terjadi di luar sana?" tanyanya dengan panik.

"Maaf, membuatmu harus berada dalam situasi seperti ini. Tapi kau jangan khawatir, aku akan mengeluarkanmu dari sini dengan selamat!" janjinya.

"Apa Ferian tahu tentang apa yang sedang terjadi di sini?"

"Tidak, dia tidak perlu tahu." Reiner membelai pipi keponakannya yang terlelap itu, "kalian harus hidup atau aku tidak akan memaafkan diriku sendiri!"


Suara tembakan terdengar mendekat. Selina tampak semakin panik, saat melahirkan suaminya hanya bisa menemaninya satu minggu, dia harus melanjutkan studynya di Malaysia. Padahal saat itu kondisinya memang masih lemah karena ia mengalami pendarahan yang cukup banyak hingga harus di oknam selama dua minggu. Selama itu pula, Reiner lah yang menjaganya dengan baik. Pria itu tampak begitu menyayangi keponakannya.


"Sebentar lagi akan ada helikopter datang, kalian akan aman dari sini. Ayo cepat, waktu kita sedikit!" ajaknya menuntun Selina keluar dari kamar. Ia menatap anak buahnya, "halau mereka, jangan sampai ke atas!" suruhnya lalu melanjutkan langkahnya.


Sementara Kapten Rizky, Andi dan Febri sedang menuju ke pintu lantai itu. Beberapa anak buah Reiner turun untuk ikut menghalau musuh mencapai lantai itu. Tapi behitu mereka membuka pintu, tembakan bertubi-tubi mengarah pada mereka hingga tersungkur. Kapten Rizky dan dua temannya segera menembus pintu itu dan melontarkan tembakan. Bahkan ke arah tangga yang sedang di naiki Reiner. Selina menjerit seketika karena terkejut, bayi yang dalam gendongannya pun terkejut dan menangis kencang. Reiner segera menarik Selina ke belakangnya dan melontarkan tembakan balasan lalu menuntun Selina kembali naik. Sementara anak buahnya menghalau musuh yang sudah semakin menyudutkan mereka.


Mayor Jonan menghubungi Kapten Rizky, "bagaimana keadaan di atas Kapten?" tanyanya, "mungkin kami butuh bantuan, Mayor!" sahutnya seraya membalas tembakan musuh. Mereka berlindung di balik barang-barang yang ada, seperti sofa dan lemari.


Baku tembak terus terjadi, Mayor Jonan, Danny Dan Aditya terus naik seraya bersiaga. Sedang Kapten Rizky memberi isyarat kepada dua rekannya untuk mengcovernya saat dirinya ke arah tangga untuk menyusul Reiner. Andi dan Febri mengangguk tanda mengerti, serangan terus berlangsung. Anak buah Reiner muncul dari banyak arah.


"Arrggghhhh!" seru Febri seraya kembali bersandar tiang besar berbentuk balok itu, sebuah peluru menyerempet lengannya. Ia menekan lukanya dengan tangan, "kau tak apa?" tanya Andi yang bersandar tembok.


"Jangan khawatir, hanya luka kecil kawan. Tak akan membunuhku!" sahutnya lalu membalas serangan kembali. Kapten Rizky juga masih sibuk di tangga, muncul seseorang dari atas, ia segera menembaknya sebelum orang itu membidik lebih dulu. Orang itupun tersungkur dan menggelinding ke arahnya, ia merapat ke dinding membiarkan tubuh musuhnya jatuh. Lalu ia menoleh ke arah dua rekannya. Saat itu pintu masuk sebelah kiri di jebol beberapa orang, Andi dan Febri segera mengarahkan senjatanya ke sana tapi keduanya segera mengurungkan niat ketika mendengar suara yang di kenalnya.


"Ini kami, bodoh!" seru Danny lalu melesatkan tembakan ke arah jam 2 dari posisi Andi. Andi pun menoleh ke sana lalu kembali memutar matanya kepada temannya. "thanks!" desisnya. Tembakan dari musuh kembali datang dari sisi lain, bahkan dari lantai di atasnya. Semuanya membalas serangan seraya mencari tempat berlindung. Kapten Rizky terus naik ke tangga, Danny dan Jonan menyusulnya sementara yang lain masih mengurus musuh dari ruangan itu.


Reiner terus menuntun Selina naik, karena tergesa-gesa Selina sempat tersandung anak tangga dan hampir terjatuh. Untung saja Reiner memegang lengannya dengan kuat. "hati-hati!" serunya. Suara helikopter terdengar mendekat, "ayo cepat, kita hampir sampai!" katanya menuntun Selina kembali naik. Mereka menembus pintu loteng yang juga di jaga banyak anak buahnya.


"Kalian jaga tempat ini dari musuh!" serunya, terlihat helikopternya sedang mendaratkan diri. Reiner dan Selina berjalan ke arahnya. Reiner berhenti dan menatap adik iparnya, "aku hanya bisa mengantar kalian dari sini!"

"Kakak tidak ikut dengan kami?"

"Aku akan menghalau mereka, kau tidak perlu khawatir. Keselamatan bayimu lebih penting, pergilah sekarang!"

"Tapi kak!"

"Cepat!" seru Reiner mendorong Selina dengan lembut. Tempat itu di penuhi beberapa baranh dan tong. Suara tembakan pun terdengar mendekat, Selina bergegas ke arah helikopter. Pintu loteng di jebol dan baku tembak langsung terjadi, Reiner ikut membantu seraya berlindung di balik tong. Selina semakin panik dan mempercepat langkahnya. Tapi tembakan juga di lontarkan ke arah helikopter hingga membuat Selina harus menjauh dari helikopter dan mencari tempat berlindung agar bayinya tak terluka.


Sementara Amar, Rio dan Faizal sampai juga di ruangan tempat Febri, Aditya dan Andi berada. Mereka bergabung menghabisi para musuh. Di sisi lain gedung, Putra ikut membantu menghabisi musuh. Putra adalah sniper andalan dalam tim itu. Ia memang menunggu saat yang tepat untuk ikut membantu. Kapten Rizky, Mayor Jonan dan Danny yang saat itu masih Lettu berbagi tugas untuk melumpuhkan musuh. Baku tembak antara Reiner dan beberapa anak buahnya, Amar dan yang lainnya pun sampai juga di loteng dan segera membantu. Juga menyerang helikopter yang hendak kembali melayang ke udara, salah satu awaknya membalas serangan. Sang pilot bersiaga terbang kembali tapi begitu sampai di udara samg pilot tertembus peluru dari Putra, membuatnya tak bisa mengendalikan helikopternya. Putra juga berhasil mengenai baling-balingnya heli itu hingga membuatnya makin hilang kendali dan akhirnya menabrak sisi gedung lain dan berakhir di dasar hingga meledak.

Reiner menoleh ke arah suara ledakan yang menciptakan api dan asap hitam, seketika suara tangis bayi terdengar lebih kencang karena ketakutan. Selina mempererat dekapannya pada bayi laki-lakinya. Ia bersembunyi di sudut loteng yang terhalang beberapa barang. Reiner tak melihar Selina tapi ia mendengar tangis keponakannya. Sekarang bagaimana ia bisa membawa Selina dan bayinya keluar dari tempat ini sementara semua anak buahnya sudah hampir habis. Dan helinya juga meledak. Ia melirik ke arah anak buahnya yang sedang adu fisik dengan beberapa musuhnya.

Danny dan Jonan yang merasa sudah free bisa bernafas lega dan istirahat, kini hanya tingga dua orang yang sedang adu fisik dengan Rio dan Andi.

"Apa sekarang kita hanya menonton?" tanya Adit, Mereka mendengar tangisan bayi semakin kencang. "itu memang bayi!" desis Danny. "sudah ku bilang ada bayi di sini!" sahut Jonan. Rizky masih berjalan pelan mencari Reiner, tapi ternyata tanpa di cari pria itu memunculkan diri dan membuang senjatanya. Ia memandang Kapten Rizky dengan tatapan yang menantang, tak ada jalan lain. Mungkin ia harus bertarung, berharap bisa menyandranya agar dapat membawa Selina keluar dari tempat ini. Kapten Rizky juga sepertinya mengerti, ia tahu Reiner tidak akan menyerah dengan mudah. Putra sudah mengunci bidikannya di belakang kepala Reiner, tapi sepertinya akan ada adegan yang seru maka iapun hanya menonton, menunggu apa yang akan terjadi.

Perlahan Danny melangkah ke arah suara tangisan bayi itu, kedua temannya hanya memperhatikannya. "apa yang akan dia lakukan?" tanya Aditya. "mungkin menangkap wanita itu, kita bisa mencari informasi lebih darinya. Mungkin dia tahu beberapa orang yang berhubungan dengan Reiner!" sahut Jonan.

"Sepertinya itu ide bagus, Mayor!"

Danny terus melangkah ke arah suara itu, Selina makin mempererat dekapannya. Berusaha menenangkan putranya yang terus menangis. Airmatanya sendiri bercucuran kemana-mana, tapi ia terpaku ketika melihat kaki seseorang di depannya. Ia menoleh dan perlahan merangkakan pandangannya ke atas hingga menemukan mata Danny yang menatapnya.

"Jangan sakiti kami!" desisnya.

**********

The Danny Hatta Course Trilogi ;

# Price of Blood ( the last novel)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun