"Sudah ku katakan, kau tidak akan bisa kemanapun!" geramnya mengencangkan cengkeramnya, Liana mengeluarkan suara rintihan lagi, rambutnya seakan tercabut oleh tangan pria itu. Rey meraih wajahnya dengan tangannya yang lain. Memutarnya ke arah Rizal berada, "lihatlah, kau akan melihat temanmu mati!" bisiknya di telinga Liana. Liana menggeleng pelan.
"Habisi dia!" seru Rey pada Rahman. Liana menggeleng lagi, Rahman langsung menghantamkan tinjunya lagi ke wajah Rizal. Liana menjerit pelan.
Terlihat Rahman menghujami Rizal dengan hantaman, Aldi masih kokoh memegangnya. Airmata Liana mengalir deras menyaksikan hal itu.
"Hentikan, aku mohon hentikan!" tangisnya.
*****
Dari tikungan komplek Brian memperhatikan mobil Nicky yang terparkir. Ia mulai gelisah karena temannya tak menghubunginya.
Sementara Nicky melempar batu kecil ke arah orang yang berjaga di pintu, mengenai dadanya. Ia melihat batu yang menggelinding tak jauh darinya. Lalu ia melihat arah gapura, apakah ada yang melemparnya dari sana. Ia celingukan lalu secara perlahan ia pun melangkah ke sana. Setelah melewati deretan pohon cemara yang rimbun karena kurang terawat, di tanahnya rerumputan tumbuh tinggi dan subur. Seseorang menyergapnya, ia tersentak hingga senjata api di tangannya jatuh terpental. Nicky memegang kepala orang itu lalu memutarnya dengan kencang, seketika orang itu terkulai ke tanah, entah mati atau tidak. Siapa peduli! Nicky melangkah ke teras dan mulai lebih waspada. Tadi ia sempat mengambil senjata yang terlempar itu, itu pasti akan sangat berguna.
Brian muncul mengendap bersama beberapa polisi lainnya di belakang Nicky. Ia melangkah lebih dekat ke sahabatnya, Nicky sempat terkejut melihatnya.
"Apa yang kau lakukan?" bisiknya pada Brian.
"Kau tak menghubungiku, kawan!" jawab Brian.
"Tak sempat,"