Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] I'm (Not) Alone to Love You [32]

5 Juli 2020   19:32 Diperbarui: 5 Juli 2020   19:29 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

Song list:

1. IOI -- Downpour

2. WANNA ONE -- Home

3. WANNA ONE -- I.P.U Confession Version

4. Henry -- It's You

5. NU'EST -- Love Without Love

6. YookSungjae -- Loving You Again

7. DGNA -- Lucky Man

8. Yoo Seonho -- Maybe Spring

9. STRAY KIDS -- Neverending Story

10. Eric Nam & CHEEZE -- Perhaps Love

"Choeun! Choeun ini gawat!"

Aku menjatuhkan pena yang kupegang ketika pintu ruang guru menjeblak terbuka. Ruang guru sangat penuh karena pada guru sedang menyelesaikan administrasi mereka sebelum besok mulai libur. Yang baru saja membuat pintu menjeblak terbuka adalah Eunyul eonni. Dia terlihat berkeringat dan panic.

"Ada apa eonni?"

"Chungdae..."

Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, aku sudah keluar dan membanting pintu tertutup. Eunyul eonni masih berusaha mengatur nafasnya.

"Ada apa dengan Chungdae?" tanyaku panik.

Dengan jari-jarinya dia menunjuk kejauhan, "kantor Noh Saem..."

Seakan Eunyul eonni bisa bertelepati denganku, aku mendadak mengerti apa yang terjadi. Aku berlari cepat menuju kantor Noh Saem. Begitu aku tiba disana, aku melihat pintu kantornya terbuka.

"ANDA SEORANG GURU, BAGAIMANA ANDA BISA MENGGUNAKAN CARA YANG LICIK INI UNTUK MEMISAHKAN KAMI?"

Yang berteriak adalah Chungdae. Aku masuk disusul Eunyul eonni. Chungdae terlihat berdiri berseberangan meja dengan Noh Saem, yang sedang memegang kamera. Chungdae terlihat marah tapi Noh Saem terlihat tetap tenang.

"Apa yang kau lakukan Heo Chungdae? Berteriak pada gurumu?"

"AKU TIDAK PEDULI! ANDA LICIK!"

"Apa kau tau yang kau lakukan sekarang ini bisa membuatmu dikeluarkan dari sekolah?" tanya Noh Saem, "bukan hanya kelakukanmu hari ini, tapi seluruh kelakuanmu dan miss Baek."

"AKU BISA KELUAR..."

Aku menutup mulut Chungdae dengan telapak tanganku.

"Maafkan aku Noh Sonsaengnim, aku akan bicara dengan Chungdae."

"Dan suruh dia membuat surat permintaan maaf kalau dia masih mau bersekolah disini sebelum liburan selesai."

"Baik Noh Sonsaengnim, maafkan aku," ucapku sambil menundukkan tubuhku.

Chungdae masih memberontak hebat di tanganku ketika aku setengah menyeretnya keluar hingga ke taman sekolah, Eunyul eonni mengikuti kami. Banyak hal yang tak kumengerti, tapi kurasa menenangkan dia menjadi prioritas utama sekarang. Akhirnya aku melepasnya dan dia masih terlihat sangat marah.

"Apa yang kau pikir kau lakukan? Kau bisa dikeluarkan dari sekolah!"

"Siapa yang peduli soal itu, noona? Dia memanfaatkan Youngkyong untuk menguntit kita. Semua foto itu diberikan Youngkyong untuknya!"

Aku memejamkan mataku sejenak berusaha menenangkan diriku dari informasi terbaru yang kuterima ini.

"Ya, jadi Youngkyong adalah informan Noh Saem. Lalu kau pikir yang kau lakukan ini bisa mengubah fakta itu? Atau membuatnya mengubah jalan pikirannya?"

"Aku tau aku... aku hanya marah karena dia menyakitimu, noona! Dan aku marah pada diriku sendiri karena aku tak bisa melindungimu!" serunya frustasi.

Aku memeluknya dan sesaat kemudian, dia mulai bernafas dengan teratur lagi.

"Dengarkan aku baik-baik Chungdae. Biarkan aku memikirkan jalan keluarnya, oke? Pasti akan ada jalan keluar dari permasalahan ini."

"Noona, jangan tinggalkan aku. Ketika kau bilang kau tak bisa menemuiku, itu benar-benar menyiksaku."

"Aku tau, maafkan aku. Bertahanlah sebelum aku menemukan jalan keluarnya, oke? Hanya sebentar saja. Tunggu aku, Chungdae."

Dia balas memelukku erat dan aku lega dia melakukannya.

"Baiklah, aku akan mendengarkanmu."

Aku membuat jarak di antara kami dan menatap matanya.

"Suka atau tidak, kau harus menulis surat permintaan maaf. Kau harus menyerahkannya sebelum liburan berakhir. Apa kau mendengarkan aku?"

"Tapi..."

"Kau bilang kau akan mendengarkan aku?"

"Baiklah... aku akan melakukannya."

"Ngomong-ngomong dari mana kau tau tentang ancaman Noh Saem padaku?"

Aku menoleh ke arah Eunyul eonni yang mengendap menjauh perlahan.

"Eunyul eonni, mau kemana kau? Jangan kabur!"

***

Benar. Setelah aku memikirkan segalanya, tak ada jalan keluar yang lebih baik lagi dari ini. Aku membuat janji dengan Noh Saem karena sebenarnya ini adalah hari libur, tapi aku perlu menemuinya hari ini juga. Aku menghela nafas dalam-dalam sebelum keluar dari gedung apartemenku.

"Noona, kau mau kemana?"

Sesaat kukira Chungdae yang menungguiku di depan, dia sudah kularang berkeliaran di dekat apartemenku. Tapi ternyata Donghyun yang baru saja menyapaku.

"Oh hai Donghyun. Aku akan ke sekolah."

"Bukankah hari ini sudah libur?" tanya Donghyun terdengar curiga.

"Ya, tapi ada sesuatu yang mau kulakukan di sekolah."

"Apakah berhubungan dengan Chungdae hyong? Gosip beredar sangat cepat."

"Kau mendengarnya juga?"

"Ya. Entah Chinye tau dari mana dan dia bilang itu di grup kelas kemarin sore. Gosipnya Chungdae hyong akan dikeluarkan dari sekolah," jelas Donghyun panjang.

"Aku tidak akan membiarkan dia dikeluarkan."

"Apa rencanamu noona?"

Donghyun terus melirik curiga padaku dan rupanya tindakanku menyembunyikan tanganku di balik punggungku malah membuatnya semakin curiga.

"Apa itu?"

Dia berjalan perlahan mendekatiku dan aku semakin mundur.

"Apakah itu..."

"Tidak Donghyun, jangan mendekat!"

Tapi Donghyun dengan lincah mengunci langkahku dan mengambil surat yang kusembunyikan tadi.

"Noona... ini... kau akan mengundurkan diri?" tanya Donghyun tak percaya.

"Pilihan apa lagi yang kupunya, Donghyun? Daripada Chungdae yang menjadi korbannya."

"Tapi noona juga mengorbankan masa depanmu!"

"Itu lebih baik daripada mengorbankan masa depannya."

Donghyun menunduk menatap surat pengunduran diri yang dipegangnya.

"Ternyata mau sekeras apapun aku berusaha, hanya ada Chungdae hyong di hati noona."

Dia menatapku dengan sorot mata yang sedih dan seketika aku diliputi perasaan bersalah. Harusnya aku tidak memberi harapan padanya dan melukainya seperti ini.

"Semua ini memang salahku, tak ada yang bisa kukatakan untuk membela diriku. Aku memang jahat, Donghyun. Kau boleh membenciku."

"Membencimu tidak akan membuatku berhenti mencintaimu."

Dia tersenyum, tapi senyum yang sedih. Aku terlambat untuk mengetahui isi hatiku sendiri bahwa memang aku hanya mencintai Chungdae seorang. Mendadak aku merasa ada air yang menetesi puncak kepalaku. Hujan di musim panas.

"Aku tidak akan memaksamu. Tapi jangan paksa aku untuk melupakanmu atau bahkan membencimu. Kau tau aku tak bisa melakukan itu."

"Donghyun..." panggilku sedih, "aku tak pantas menerima cintamu yang begini."

"Jika noona tak pantas, siapa lagi yang pantas?" dia tertawa, tawa yang tak mengandung kebahagiaan.

Hujan turun semakin deras, tapi aku dan dia tetap berdiri terpaku saling menatap. Hatiku pedih, bukan karena Donghyun terlihat sedih, tapi lebih karena aku merasa muak pada diriku sendiri karena sudah menyakitinya. Dan kelebatan kenanganku bersama Donghyun terlintas di benakku... satu persatu... semua tawa itu, semua kekonyolan yang kami lakukan, ketika maut nyaris memisahkan kami... senyumnya, sentuhannya, pelukannya...

"Aku hanya punya satu permintaan."

"Apa itu?"

"Bisakah kau tidak mengundurkan diri? Tak adakah jalan yang lain? Aku akan menerima kalian jika memang itu pilihan noona. Aku akan bahagia melihat noona bahagia. Tapi aku tak akan sanggup jika aku tak bisa melihatmu di sekolah."

"Donghyun, aku sungguh tak punya pilihan lain."

"Baiklah, aku mengerti..."

Donghyun memberikan surat itu padaku.

"Jika aku masih pantas dimaafkan... ah, aku sungguh tak tau malu. Jangan maafkan aku."

Aku berbalik saat air mata mengalir dari mataku bercampur dengan air hujan. Jika aku bisa melakukan apapun untuk menyembuhkan luka hati Donghyun, apapun itu, akan kulakukan. Aku melangkah perlahan meninggalkannya.

"Noona!"

Aku merasakan pelukan dari belakang tubuhku dan Donghyun meletakkan dagunya di pundakku. Dia memelukku dengan erat dan siapa yang tubuhnya gemetar saat ini? Apakah kami berdua sama-sama gemetar?

"Kau bilang aku favoritmu, tapi akhirnya kau memilih Chungdae hyong. Aku... sedih."

Dan aku pasrah saat aku mulai menangis bersamanya. Betapa jahat dan egoisnya aku, setelah segala yang Donghyun lakukan untukku, keluarga Min yang sudah menerimaku, aku malah mengindahkan segalanya dan kembali pada Chungdae. Kau siapa, Choeun, berani-beraninya memanfaatkan mereka seperti itu? Kau tak pantas dimaafkan.

When this rain falls on my head

I'll get all wet, even my heart

Stay with me, I still can't be

In the rain alone without you

I'm still young, I'm still a bit scared

Though I know it'll stop soon

I'm looking for you

Will it stop now?

These raindrops, these tears?

I don't want to

Get wet with rain

And tremble with cold

Some day, the cold rain

Will become warm tears

And fall down, it's alright

It's just a passing downpour

I'm getting all wet right now

I don't even have the strength to open an umbrella

But we know

Let me just cry for a moment

As I lean on the rain

So you won't see our sad tears

Now goodbye

(IOI -- Downpour )

***

Please support my (not so) new story: A Winter Story

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun