Beberapa anak laki-laki sedang menghajar si Putih di rumah sebelah. Ada yang menendang, memukul pakai sapu, dan menarik-narik ekornya. Kucing itu hanya bisa mengeong-ngeong kesakitan. Beberapa kali ia mencoba melarikan diri, tapi tertangkap kembali.
Tante Viora menyaksikan itu dengan senang sekali. Bahkan ia menyemangati anak-anak itu. Sedangkan Viora yang berdiri di sebelahnya berurai air mata. Hatinya yang polos dan lembut tak bisa menerima tindakan semena-mena itu.
Ketika Ibu pulang dari bekerja, Viora mengadu sambil terisak-isak. Ibu menenangkan anak satu-satunya itu dan berjanji.
"Kalau Nyonya masak daging, nanti Ibu bawa tulang-tulangnya pulang. Untuk kucing pencuri itu. Biar ia tidak lapar. Biar tidak mencuri lagi," kata Ibu.
Ibu bekerja jadi pembantu di rumah Nyonya Maria. Sejak masih gadis Ibu sudah bekerja di sana. Ibu berhenti bekerja ketika menikah dengan bapak Viora. Setelah suaminya meninggal, Ibu bekerja kembali di sana.
Ketika tahu Ibu sering membawa pulang tulang-tulang ikan untuk kucing, Nyonya Maria malah memberi daging untuk Viora. Nyonya Maria maklum keluarga kecil itu tentu jarang makan daging.
"Wah, daging, Bu!" seru Viora ketika melihat apa yang dibawa ibunya pulang. "Untuk si Putih?"
"Ini gulai. Untuk Viora aja," kata Ibu. "Tulang-tulangnya baru kasih si Putih."
"Nyonya Maria baik sekali ya, Bu. Kalau sudah besar, Viora mau bekerja di sana juga," kata Viora. Ia makan dengan lahapnya sambil tak lupa bercerita tentang si Putih.
Resolusi:
Si Putih, kucing pencuri itu, kini menjadi sahabat Viora. Mulanya memang sulit untuk mendekati Putih. Kucing itu selalu curiga dan waspada. la pasti lari bila didekati. Hanya bila lapar saja, ia mencari Viora. Karena ia tahu Viora menyediakan tulang untuknya.