Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Presiden Prabowo dan Orasinya yang Menghidupkan Optimisme

20 Oktober 2024   21:45 Diperbarui: 21 Oktober 2024   16:22 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato pertamanya pada Sidang Paripurna Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029 di Gedung MPR/DPR RI, Minggu (20/10/2024). (Tim Dokumentasi Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029) 

Mengejutkan, menggetarkan! Begitulah pidato kenegaraan pertama Prabowo yang saya lihat sebagai Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Mengejutkan, karena performanya jauh berbeda dengan ketika ia orasi dalam kampanye dan debat Pilpres dulu. 

Wibawa dan vibes pemimpinnya sangat menonjol. Sinergi antara diksi di sepanjang narasi pidato dan gesturnya sangat kuat.

Terlebih pada momen ia bicara soal hakikat kekuasaan dan kedaulatan rakyat, keberanian mengoreksi atau introspeksi capaian-capaian pembangunan, pemberantasan korupsi, masih banyak rakyat yang miskin, dan pentingnya teladan para pemimpin di semua tingkatan pemerintahan. 

Pun ketika bicara soal arah kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif dan komitmennya atas perjuangan rakyat Palestina.

Kesemuanya itu disampaikan dengan lugas, asertif dan berani, disertai vibes dan gestur yang pantas dan proporsional sebagai pemimpin sebuah negara besar. Prabowo telah tampil sebagai Presiden yang pantas dibanggakan di momen sakral dan bersejarah siang tadi. 

Sekali lagi, performa ini jauh berbeda dengan saat ia tampil di panggung kampanye dan debat Pilpres tempo hari yang terlihat sering kaku, "nervous", baperan, kurang fokus serta belepotan dengan gimik-gimik yang tidak perlu.

Menggetarkan, bukan saja karena esensi pidatonya menyentuh hampir semua isu strategis dan problematika kebangsaan dan kenegaraan yang tengah dihadapi bangsa ini. 

Melainkan karena kesemua isu dan problematika itu dikemukakannya dengan sangat lugas dan bernas, serta terlihat adanya komitmen kuat untuk menghadapi dan menyelesaikannya dengan tuntas. 

Prabowo telah berhasil menggugah semangat dan menghidupkan optimisme melalui pidatonya yang "menyala." Sekali lagi, setidaknya inilah yang terlihat.

Kedaulatan, Demokrasi dan Persatuan 

Dari deretan isu dan problematika yang dipaparkannya dalam orasi bersejarah ini, saya mencatat beberapa hal penting dan strategis yang menarik untuk didiskusikan. Antara lain soal kedaulatan rakyat, persatuan dan kerjasama, keberanian introspeksi, pemberantasan korupsi serta teladan kepemimpinan.

Tentang kedaulatan, demokrasi dan persatuan, Prabowo menegaskan, "Kita harus ingat bahwa kekuasaan itu adalah milik rakyat, kedaulatan itu adalah kedaulatan rakyat. Kita berkuasa seizin rakyat kita menjalankan kekuasaan harus untuk kepentingan rakyat. Kita harus selalu ingat setiap pemimpin dalam setiap tingkatan harus selalu ingat, pekerjaan kita harus untuk rakyat." 

Narasi itu dikemukakan Prabowo dalam rangkaian paparannya perihal cita-cita para pendiri republik yang menghendaki agar bangsa ini hidup dalam suasana gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertoraharjo, baldatun toyyibatun warbbun gahfur. Bangsa yang dimana rakyat cukup sandang, pangan, papan. Cita-cita kita adalah melihat wong cilik iso gemuyu. Rakyat kecil bisa senyum, tertawa dan bahagia.

Dalam kaitan itu pula Prabowo menegaskan bahwa demokrasi adalah keniscayaan. Para leluhur bangsa telah mewariskan ajaran bahwa menjunjung setinggi-tingginya kedaulatan rakyat adalah salah satu sendi utama sebagaimana tertuang dalam ideologi Pancasila.

Namun ia mengingatkan, bahwa demokrasi bangsa ini haruslah demokrasi yang khas untuk indonesia, yang cocok untuk bangsa kita. Yakni demokrasi yang berasal dari sejarah dan budaya kita, demokrasi yang santun dimana berbeda pendapat harus tanpa permusuhan. 

Koreksi adalah bagian penting dari tradisi demokrasi. Tetapi mengoreksi harus tanpa caci maki, bertarung tanpa membenci, bertanding tanpa berbuat curang.

Demokrasi kita harus demokrasi yang menghindari kekerasan, adu domba, dan saling menghasut. Demokrasi yang sejuk, damai, dan menghindari kemunafikan. Demokrasi yang tetap mengedepankan persatuan, kebersamaan dan kerjasama. 

Karena hanya dengan persatuan dan kerjasamalah amanat para pendiri bangsa dan cita-cita bersama bisa diwujudkan.

Hemat saya esensi dan alur pikir Prabowo perihal kedaulatan, demokrasi dan persatuan itu sejatinya harus dipahami secara resiprokal. Artinya, jika kita maknai narasi Prabowo sebagai pesan, maka pesan itu bukan hanya untuk lawan-lawan politik dan pengkritiknya. Melainkan juga untuk para elit pendukung dan relawannya, bahkan juga untuk dirinya sendiri.

Kita sepakat, kontestasi politik adalah bagian yang niscaya dalam demokrasi karena kekuasaan dan para pemimpin hanya boleh dirotasi dengan cara pemilihan. Dan dalam pemilihan pastilah ada kompetisi.

Dan kita juga sepakat, bahwa kontestasi hanyalah bagian dari sejarah panjang perjalanan bangsa ini. Kontestasi dan kompetisi harus ada ujungnya. Bahkan ketika akhir dari kontestasi dan kompetisi itu diwarnai dengan tendensi kecurangan dan berbagai kelemahan, ujung itu tetap harus hadir, dan hasilnya harus diterima oleh semua pihak.

Kini Prabowo sudah dilantik dan mengucapkan sumpah/janjinya sebagai Presiden pengemban amanah mayoritas rakyat. Pada bagian lain pidatonya, ia berjanji akan bekerja untuk seluruh rakyat Indonesia, termasuk untuk mereka yang tidak memilihnya pada Pilpres 2024 lalu. Demikianlah memang sejatinya seorang pemimpin dalam tradisi demokrasi.

Keberanian Mengoreksi Diri

Isu penting dan menarik lainnya dari pidato Prabowo, yang sekaligus menghidupkan optimisme kebangsaan adalah terkait ajakan dan komitmennya untuk introspeksi dan melakukan koreksi atas berbagai kenyataan faktual yang masih dihadapi bangsa ini.

"Marilah kita berani mawas diri, menatap wajah sendiri, dan mari berani memperbaiki diri sendiri, mari berani mengoreksi diri kita sendiri."

Seruan yang jujur dan lugas Prabowo itu merupakan rangkaian dari paparannya seputar masih banyaknya kebocoran anggaran, penyelewengan dan korupsi di tubuh pemerintahan.

"Kita harus menghadapi kenyataan, bahwa masih terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi di negara kita. Ini adalah yang membahayakan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita dan cucu-cucu kita. Kita harus berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita penyimpangan-penyimpangan kolusi di antara para pejabat politik pejabat pemerintah di semua tingkatan dengan pengusaha-pengusaha yang nakal pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik."

Prabowo lalu menyinggung fakta-fakta kemiskinan yang masih melanda rakyat. Anak-anak yang pergi sekolah tanpa sarapan, kekurangan gizi, tanpa pakaian yang layak, sekolah-sekolah yang belum diurus dengan baik, rakyat yang belum memiliki pekerjaan yang layak dan seterusnya.

Kesemua fakta problematik itu harus disadari dan diakui dengan jujur dan berani. Jangan dibiarkan seolah-olah tidak ada masalah hanya karena kita terpana dengan angka-angka statistikal capaian-capaian pembangunan. 

Dengan nada retoris Prabowo bahkan menyinggung perihal rasa bangga diterima di kalangan G20, bangga disebut sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi ke 16 terbesar di dunia. Tapi boleh jadi kita bahkan tidak memahami dan gagal melihat gambaran utuh dari keadaan bangsa ini.

Maka frasa kuncinya memang mawas diri dan keberanian mengoreksi kedalam. Hemat saya ini adalah salah satu bagian terpenting dari orasi pembuka Presiden kita. Frasa ini bisa menjadi landasan yang kuat untuk "mengoreksi" tagline "Keberlanjutan" yang selama ini cenderung dipahami sebagai "keberlanjutan tanpa pengecualian."

Premis yang logis sudah sangat jelas sejak kontestasi Pilpres memasuki fase kampanye dan debat tempo hari. Keberlanjutan mestinya memang dimaknai secara proporsional.

 Lanjutkan semua arah kebijakan dan deretan program pemerintahan Jokowi yang sudah on the track untuk kepentingan rakyat dan kemajuan negara bangsa, tetapi jangan ragu untuk mengoreksi bagian-bagian yang potensial tidak memberikan kebaikan dan kemaslahatan bersama. Dan lakukan pembaharuan (perubahan proporsional, terukur dan terkendali) dalam bidang dan sektor apapun.

Habisi Korupsi dan Teladan Kepemimpinan

Dua isu menarik lainnya, yang juga dapat menghidupkan optimisme dari pidato Prabowo adalah soal komitmennya melakukan pemberantasan korupsi. Kejahatan luar biasa yang terbukti telah menyengsarakan rakyat dan merugikan negara. Pada salah satu bagian pidatonya Prabowo menegaskan:

"Saya sudah katakan kita harus berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, dengan penegakan hukum yang tegas, dengan digitalisasi. InsyaAllah kita akan kurangi korupsi secara signifikan."

Dalam kaitan ini Prabowo kemudian mengingatkan pentingnya teladan dari para pemimpin dan pejabat di semua tingkatan pemerintahan. Ing ngarso sung tulodo. Seluruh unsur pimpinan wajib memberi contoh di depan.

Prabowo kemudian mengutip sebuah pepatah bijak. Bahwa seumpama ikan yang menjadi busuk, maka busuknya dimulai dari kepala. Semua pejabat dari semua eselon dari semua tingatan harus memberi contoh untuk menjalankan kepemimpinan pemerintahan yang sebersih-bersihnya.

Secara keseluruhan pidato Prabowo hemat saya telah membangkitkan harapan dan menghidupkan optimisme bagi masa depan bangsa ini.

 Sebagai Presiden dengan lugas dan asertif ia telah mendeklarasikan sikap politik kenegarawanannya, komitmen serta tekadnya untuk menghadapi dan menyelesaikan berbagai problematika dan pekerjaan rumah bangsa ini.

Tetapi kesemuanya itu bisa menjadi sia-sia, bisa menjadi sekedar pemanis orasi politik belaka jika deklarasi sikap, komitmen dan tekad Presiden itu tidak diikuti dengan serius dan tulus oleh para pembantunya pada semua level pemerintahan dan kamar-kamar penyelenggara negara lainnya, yakni Legislatif dan Yudikatif serta instansi-instansi di masing-masing jajarannya.

Proficiat Jenderal. Selamat mengemban amanah. Selamat bertugas, menjaga dan memajukan Indonesia!

Analisis terkait :

Kabinet Prabowo, Hak Prerogatif dan Loyal Opposition

Transisi, Janji Kampanye, dan Beban Politik Prabowo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun