Dan rupanya yang terjadi kemudian adalah opsi kedua, opsi pengecualian. Sehari setelah DPP PDIP secara resmi mengumumkan Airin-Ade untuk Pilgub Banten, Selasa 27 Agustus 2024, Golkar serta merta mengubah haluan. Dukungannya terhadap Andra-Dimyati ditarik, lalu dialihkan kepada Airin-Ade.
Terkait perubahan sikap politik Golkar ini, sebagaimana dilansir berbagai media nasional, Bahlil sang Ketua Umum menyatakan, "Ibu Airin adalah anak dari kandung Partai Golkar, sebagai ibu dari pada anak yang dilahirkan dan dibesarkan rasanya tidak pas kalau tidak diantarkan oleh ibunya untuk ikut berkompetisi."Â
Prestasi dan Dedikasi
Perubahan sikap politik elektoral Golkar tentu bukan tanpa alasan. Sejak figur Airin muncul dan bertebaran balihonya di antero Banten, bahkan sebelum Pilpres 2024, Golkar sesungguhnya memang sudah menyiapkan kader terbaiknya di Banten ini untuk maju.Â
Surat tugas untuk membangun komunikasi dengan partai lain dan menyosialisasikan diri kepada warga Banten bahkan sudah diberikan cukup lama di era kepemimpinan Airlangga.
Maka tidak heran jika hasil segi lembaga-lembaga survei di Banten kemudian menempatkan Airin di posisi puncak, baik popularitas maupun elektabilitasnya. Tetapi tentu, baliho saja tidak. Diperlukan faktor lain untuk bisa mengangkat popularitas apalagi elektabilitas seorang bakal kandidat. Salah satu faktor, bahkan bisa menjadi faktor kunci adalah prestasi.
Airin, dalam batas tertentu memang memiliki faktor kunci ini, meski tentu saja bukan tanpa kekurangan sebagai manusia. Ia memiliki relatifitas prestasi setidaknya jika dideretkan dengan para bakal kandidat yang balihonya sama-sama bertebaran lalu dihitung secara komparatif.
Dua kali menjabat Wali Kota Tangsel dan dinilai berhasil oleh banyak pihak, tanpa rekam jejak yang buruk dari sisi hukum sebagaimana banyak dialami oleh para kepala atau mantan kepala daerah, memimpin dengan smooth dan tidak ada catatan kegaduhan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Secara akademik jika mau dihitung, Airin juga berlatar pendidikan yang lebih dari cukup karena ia seorang Doktor.
Jika perlu disebut dan dianggap penting, satu-satunya "sisi kurang" Airin adalah bahwa ia merupakan bagian dari keluarga dinasti politik Ratu Atut yang dulu sempat menjadi "musuh bersama" kalangan civil society di Banten. Airin adalah istri Tb. Chaeri Wardhana, adik kandung Ratu Atut, mantan Gubernur Banten yang pernah tersangkut kasus suap Pilkada Lebak 2013 silam.
Catatan prestatif (sekali lagi, setidaknya jika dideret-banding secara komparatif dengan para bakal kandidat yang ada) yang dimiliki Airin itulah saya kira yang menjadi alasan Golkar, sejak awal dan pada akhirnya memberikan dukungan penuh kepada Airin. Meski sempat terkesan plintat-plintut dalam waktu yang relatif panjang, sempat pula dicemooh sebagai partai yang kehilangan marwah dan keberanian.
Alasan lain yang saya kira pasti menjadi dasar mengapa akhirnya Golkar memutuskan mendukung Airin meski di ujung masa menjelang pendaftaran adalah karena kontribusi Airin (bersama keluarga besarnya) terhadap Golkar.
Siapapun tidak akan menyangkal, bahwa salah satu faktor penting yang telah membuat Golkar berjaya secara politik di Banten dalam kurun waktu yang relatif panjang adalah karena peran-peran kontributif keluarga besar Ratu Atut. Peran penting ini bahkan sudah dimainkan sejak mendiang ayahandanya masih jumeneng, Tb. Chassan Sochib.