Ironi politik secara vulgar sempat terjadi di Banten. Airin, kader Golkar terbaik di Banten dan diharapkan maju oleh sebagian besar warga Banten (setidaknya menurut angka-angka hasil sigi lembaga survei) justru diusung sebagai bakal cagub oleh PDIP.Â
Di sisi lain, Golkar di mana Airin berkpirah sebagai politisi perempuan andal yang sudah berkontribusi besar terhadap partainya malah ikut merapat ke KBM yang mengusung Andra-Dimyati.
Berani Mengambil RisikoÂ
Tetapi sekali lagi, Airin akhirnya tetap melaju dan kini sedang dalam proses verifikasi persyaratan pencalonan oleh KPU Banten. Political barriers itu berhasil dilewatinya dengan lika-liku yang menarik dan pantas menjadi pelajaran berharga, khususnya untuk kaum perempuan yang memilih jalan politik untuk berkontribusi pada masyarakat, bangsa dan negara.
Dari sisi regulasi, Airin memang tidak sendirian dalam ikhtiar menembus political barriers itu. Ada putusan MK 60 yang telah membuka lebar pintu masuk ke arena kontestasi. Yakni penghapusan threshold pencalonan 20% kursi atau 25% suara hasil Pemilu 2024, dan mengubahnya dengan formula yang jauh lebih rendah. Untuk Banten dengan jumlah DPT sekitar 8 jutaan jiwa, cukup dengan 7.5% perolehan suara sah partai politik bisa mengajukan paslon Gubernur-Wakil Gubernur.
Dengan norma threshold baru itulah kemudian PDIP sigap mengambil langkah mendeklarasikan Airin-Ade sebagai paslon Gubernur-Wakil Gubernur. Langkah ini diambil setelah sebelumnya komunikasi dengan Golkar untuk membangun poros koalisi alternatif KBM tetap gagal.
Minggu 25 Agustus 2024 deklarasi Airin-Ade itu digelar di ICE BSD Tangerang tanpa kehadiran elit maupun fungsionaris Golkar. Jadi, clear sudah, Airin memang diusung oleh hanya PDIP saat deklarasi itu.Â
Menindaklanjuti deklarasi ini, Senin 26 Agustus 2024 paslon Airin-Ade diumumkan secara resmi oleh DPP PDIP bersama paslon-paslon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya di Jakarta.
Pelajaran penting dari peristiwa tersebut adalah soal keberanian. Yakni keberanian Airin sebagai perempuan yang telah memilih jalan politik untuk berkiprah dan berkontribusi pada masyarakat, daerah dan tentu juga negara bangsanya. Dalam konteks ini, putusan MK 60 memang sangat penting bahkan menentukan bagi Airin. Tetapi tanpa keberanian mengambil langkah dan resiko politik, putusan MK 60 itu pastilah takkan memiliki arti apapun.
Tanpa keberanian mengambil sikap sekaligus risiko politik berat yang bakal dihadapinya, tidak mungkin Airin dicalonkan oleh PDIP meski secara normatif PDIP bisa mengusung paslon sendiri, tanpa harus koalisi. Tanpa perlu menunggu Golkar yang kala itu ogah-ogahan memajukan kadernya sendiri.
Perihal risiko politik langkah Airin itu, dalam artikel sebelumnya saya sempat berpikir kemungkinan Airin keluar dari Golkar dan berganti jaket almamater politiknya menjadi merah (masuk PDIP), atau menunggu dipecat oleh Golkar.
"Kecuali, tetiba saja ada perubahan sikap politik DPP Golkar menyusul beberapa partai lain yang juga mengubah posisi sikapnya terkait putusan MK 60 setelah Gedung Parlemen digeruduk rakyat dua hari lalu. Lalu memahami bahwa warga Banten ingin memiliki pilihan alternatif serta menyadari keinginan warga itu adalah hak yang harus ditunaikan agar Pilkada tetap layak disebut Pilkada" (Deklarasi Airin-Ade di Banten dan Golkar yang Masih "Tersandera", Kompasiana.com, 24 Agustus 2024).