Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Keberhasilan Airin Menembus Political Barriers di Pilgub Banten

5 September 2024   10:48 Diperbarui: 6 September 2024   03:14 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi dengan Qodarnya. Inilah kesimpulan banyak pihak di Banten ketika Airin Rachmi Diany akhirnya berhasil memasuki arena kontestasi Pilgub 2024 setelah sebelumnya sempat berada di ujung tanduk --lalu menjadi perhatian publik dan mengundang empati politik-- dan nyaris terpelanting.

Tetapi dalam tuntunan syar'iah, Qodar haruslah sepadan dengan ikhtiar. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran surat Al-Qamar ayat 49: "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran". 

Dalam ilmu Kalam (Tauhid, Teologi) Qodar atau Takdir jenis ini termasuk kategori Takdir Mu'allaq, Taqdir yang dapat diubah. Diubah dengan doa dan/atau ikhtiar, atau dengan cara berbuat kebajikan demi debajikan tanpa henti.

Dalam kerangka pikir itulah saya membaca ikhtiar politik yang dilakukan Airin yang kemudian berhasil mengantarkan dirinya pada posisi bakal Calon Gubernur Banten pada Pilkada 2024 mendatang.

Political Barriers

Sebagaimana sudah saya bahas dalam beberapa tulisan sebelumnya, Airin sempat terombang-ambing. Peluangnya untuk maju sebagai Cagub Banten terhadang oleh political barriers yang tidak mudah dilawan. Hambatan politik ini bermuara pada dua aspek, regulasi sekaligus politik.

Pertama pada sisi regulasi, ini sebelum terbitnya putusan MK Nomor 60 yang mengubah secara progresif threshold pencalonan, Airin terhambat karena tidak ada satupun partai politik yang dapat mengusungnya sebagai kandidat lantaran perolehan suara dan kursi di DPRD Provinsi tidak memenuhi syarat minimal pencalonan. Bahkan termasuk Golkar sendiri sebagai partai darimana ia (seharusnya) bisa maju.

Kedua secara politik Airin terhambat, bahkan nyaris tertutup peluangnya, karena semua partai parlemen di DPRD Banten telah diborong habis oleh kekuatan gigantis Koalisi Banten Maju (KBM) alias KIM Plus versi Banten yang sudah mendeklarasikan pencalonan pasangan Andra-Dimyati. Dua partai tersisa, yakni PDIP dan Golkar berada dalam posisi sulit dan nyaris tidak mungkin mencalonkan Airin sebelum putusan MK 60 terbit.

Kemustahilan PDIP mengusung Airin karena tidak memiliki cukup kursi di DPRD Provinsi yang dipersyaratkan oleh regulasi. Partai ini hanya memiliki 14 dari 20 kursi yang diperlukan untuk bisa mencalonkan sendiri paslon Gubernur-Wakil Gubernur.

Sementara Golkar, meski belum bergabung dengan poros KBM saat koalisi ini dideklarasikan, mereka "tersandera" oleh tarik-menarik kepentingan karena di aras kepolitikan nasional Golkar merupakan bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang telah sepakat mengusung Andra-Dimyati di Banten.

Dalam beberap tulisan terdahulu, saya membaca Golkar pada akhirnya bakal merapat ke poros KBM, tinggal soal waktu saja. Dan ini kemudian terbukti. Minggu (malam) 25 Agustus 2024, hanya selang beberapa jam setelah siang harinya Airin-Ade dideklarasikan sendiri oleh PDIP (pasca keluarnya putusan MK 60 itu), Ketua Umum Golkar yang baru, Bahlil menyerahkan formulir B1-KWK pencalonan kepada Andra-Dimyati di Jakarta.

Ironi politik secara vulgar sempat terjadi di Banten. Airin, kader Golkar terbaik di Banten dan diharapkan maju oleh sebagian besar warga Banten (setidaknya menurut angka-angka hasil sigi lembaga survei) justru diusung sebagai bakal cagub oleh PDIP. 

Di sisi lain, Golkar di mana Airin berkpirah sebagai politisi perempuan andal yang sudah berkontribusi besar terhadap partainya malah ikut merapat ke KBM yang mengusung Andra-Dimyati.

Berani Mengambil Risiko 

Tetapi sekali lagi, Airin akhirnya tetap melaju dan kini sedang dalam proses verifikasi persyaratan pencalonan oleh KPU Banten. Political barriers itu berhasil dilewatinya dengan lika-liku yang menarik dan pantas menjadi pelajaran berharga, khususnya untuk kaum perempuan yang memilih jalan politik untuk berkontribusi pada masyarakat, bangsa dan negara.

Dari sisi regulasi, Airin memang tidak sendirian dalam ikhtiar menembus political barriers itu. Ada putusan MK 60 yang telah membuka lebar pintu masuk ke arena kontestasi. Yakni penghapusan threshold pencalonan 20% kursi atau 25% suara hasil Pemilu 2024, dan mengubahnya dengan formula yang jauh lebih rendah. Untuk Banten dengan jumlah DPT sekitar 8 jutaan jiwa, cukup dengan 7.5% perolehan suara sah partai politik bisa mengajukan paslon Gubernur-Wakil Gubernur.

Dengan norma threshold baru itulah kemudian PDIP sigap mengambil langkah mendeklarasikan Airin-Ade sebagai paslon Gubernur-Wakil Gubernur. Langkah ini diambil setelah sebelumnya komunikasi dengan Golkar untuk membangun poros koalisi alternatif KBM tetap gagal.

Minggu 25 Agustus 2024 deklarasi Airin-Ade itu digelar di ICE BSD Tangerang tanpa kehadiran elit maupun fungsionaris Golkar. Jadi, clear sudah, Airin memang diusung oleh hanya PDIP saat deklarasi itu. 

Menindaklanjuti deklarasi ini, Senin 26 Agustus 2024 paslon Airin-Ade diumumkan secara resmi oleh DPP PDIP bersama paslon-paslon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya di Jakarta.

Pelajaran penting dari peristiwa tersebut adalah soal keberanian. Yakni keberanian Airin sebagai perempuan yang telah memilih jalan politik untuk berkiprah dan berkontribusi pada masyarakat, daerah dan tentu juga negara bangsanya. Dalam konteks ini, putusan MK 60 memang sangat penting bahkan menentukan bagi Airin. Tetapi tanpa keberanian mengambil langkah dan resiko politik, putusan MK 60 itu pastilah takkan memiliki arti apapun.

Tanpa keberanian mengambil sikap sekaligus risiko politik berat yang bakal dihadapinya, tidak mungkin Airin dicalonkan oleh PDIP meski secara normatif PDIP bisa mengusung paslon sendiri, tanpa harus koalisi. Tanpa perlu menunggu Golkar yang kala itu ogah-ogahan memajukan kadernya sendiri.

Perihal risiko politik langkah Airin itu, dalam artikel sebelumnya saya sempat berpikir kemungkinan Airin keluar dari Golkar dan berganti jaket almamater politiknya menjadi merah (masuk PDIP), atau menunggu dipecat oleh Golkar.

"Kecuali, tetiba saja ada perubahan sikap politik DPP Golkar menyusul beberapa partai lain yang juga mengubah posisi sikapnya terkait putusan MK 60 setelah Gedung Parlemen digeruduk rakyat dua hari lalu. Lalu memahami bahwa warga Banten ingin memiliki pilihan alternatif serta menyadari keinginan warga itu adalah hak yang harus ditunaikan agar Pilkada tetap layak disebut Pilkada" (Deklarasi Airin-Ade di Banten dan Golkar yang Masih "Tersandera", Kompasiana.com, 24 Agustus 2024).

Dan rupanya yang terjadi kemudian adalah opsi kedua, opsi pengecualian. Sehari setelah DPP PDIP secara resmi mengumumkan Airin-Ade untuk Pilgub Banten, Selasa 27 Agustus 2024, Golkar serta merta mengubah haluan. Dukungannya terhadap Andra-Dimyati ditarik, lalu dialihkan kepada Airin-Ade.

Terkait perubahan sikap politik Golkar ini, sebagaimana dilansir berbagai media nasional, Bahlil sang Ketua Umum menyatakan, "Ibu Airin adalah anak dari kandung Partai Golkar, sebagai ibu dari pada anak yang dilahirkan dan dibesarkan rasanya tidak pas kalau tidak diantarkan oleh ibunya untuk ikut berkompetisi." 

Prestasi dan Dedikasi

Perubahan sikap politik elektoral Golkar tentu bukan tanpa alasan. Sejak figur Airin muncul dan bertebaran balihonya di antero Banten, bahkan sebelum Pilpres 2024, Golkar sesungguhnya memang sudah menyiapkan kader terbaiknya di Banten ini untuk maju. 

Surat tugas untuk membangun komunikasi dengan partai lain dan menyosialisasikan diri kepada warga Banten bahkan sudah diberikan cukup lama di era kepemimpinan Airlangga.

Maka tidak heran jika hasil segi lembaga-lembaga survei di Banten kemudian menempatkan Airin di posisi puncak, baik popularitas maupun elektabilitasnya. Tetapi tentu, baliho saja tidak. Diperlukan faktor lain untuk bisa mengangkat popularitas apalagi elektabilitas seorang bakal kandidat. Salah satu faktor, bahkan bisa menjadi faktor kunci adalah prestasi.

Airin, dalam batas tertentu memang memiliki faktor kunci ini, meski tentu saja bukan tanpa kekurangan sebagai manusia. Ia memiliki relatifitas prestasi setidaknya jika dideretkan dengan para bakal kandidat yang balihonya sama-sama bertebaran lalu dihitung secara komparatif.

Dua kali menjabat Wali Kota Tangsel dan dinilai berhasil oleh banyak pihak, tanpa rekam jejak yang buruk dari sisi hukum sebagaimana banyak dialami oleh para kepala atau mantan kepala daerah, memimpin dengan smooth dan tidak ada catatan kegaduhan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Secara akademik jika mau dihitung, Airin juga berlatar pendidikan yang lebih dari cukup karena ia seorang Doktor.

Jika perlu disebut dan dianggap penting, satu-satunya "sisi kurang" Airin adalah bahwa ia merupakan bagian dari keluarga dinasti politik Ratu Atut yang dulu sempat menjadi "musuh bersama" kalangan civil society di Banten. Airin adalah istri Tb. Chaeri Wardhana, adik kandung Ratu Atut, mantan Gubernur Banten yang pernah tersangkut kasus suap Pilkada Lebak 2013 silam.

Catatan prestatif (sekali lagi, setidaknya jika dideret-banding secara komparatif dengan para bakal kandidat yang ada) yang dimiliki Airin itulah saya kira yang menjadi alasan Golkar, sejak awal dan pada akhirnya memberikan dukungan penuh kepada Airin. Meski sempat terkesan plintat-plintut dalam waktu yang relatif panjang, sempat pula dicemooh sebagai partai yang kehilangan marwah dan keberanian.

Alasan lain yang saya kira pasti menjadi dasar mengapa akhirnya Golkar memutuskan mendukung Airin meski di ujung masa menjelang pendaftaran adalah karena kontribusi Airin (bersama keluarga besarnya) terhadap Golkar.

Siapapun tidak akan menyangkal, bahwa salah satu faktor penting yang telah membuat Golkar berjaya secara politik di Banten dalam kurun waktu yang relatif panjang adalah karena peran-peran kontributif keluarga besar Ratu Atut. Peran penting ini bahkan sudah dimainkan sejak mendiang ayahandanya masih jumeneng, Tb. Chassan Sochib.

Dengan keberanian, relatifitas prestasi yang dimiliki, serta loyalitas dan dedikasi pada partai yang membesarkannya, Airin bukan saja berhasil melewati political barriers dalam proses pra-kandidasinya. Tetapi juga sukses memecah kekuatan politik di Banten agak tidak menumpuk di satu kubu politik elektoral.

Kini, Airin tak hanya diusung oleh PDIP, tetapi juga oleh Golkar, partai yang telah membesarkannya sekaligus telah menerima manfaat loyalitas dan dedikasi dirinya sebagai politisi perempuan di Banten. Bahkan lima partai papan bawah juga menyusul memberikan dukungan. Yakni Partai Buruh, Partai Gelora Indonesia, Partai Bulan Bintang, Partai Ummat, dan Partai Kebangkitan Nasional.

Dan perubahan peta konstelasi dukungan elektoral itu hemat saya positif bagi Banten. Karena dengan demikian, warga Banten akhirnya memiliki paslon alternatif. Tidak dipaksa memilih orang atau kotak kosong yang nyaris saja terjadi. 

Soal siapa yang bakal mendapat mandat rakyat, biarlah ikhtiar masing-masing pihak mengantarkannya pada ukuran kesepadanan yang menjadi sebab lahirnya Qodar masing-masing.

Artikel-artikel terkait Pilgub Banten:

KIM Plus, PDIP "Plus" dan Kabar Golkar Mengubah Haluan di Pilgub Banten

Deklarasi Airin-Ade di Banten dan Golkar yang Masih "Tersandera"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun