Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

PDIP, Pilgub Sumut, dan Ikhtiar Menjaga Substansi Pilkada

13 Agustus 2024   11:45 Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:39 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kotak kosong yang memenangi kontestasi, maka secara normatif Pilkada wajib diulang dari awal, dari proses kandidasi kembali. Masalahkah? Tentu saja. Karena anggaran harus ditambah meski mungkin tidak seberapa besar dibanding anggaran keseluruhan. Lalu pemilih bisa saja mengalami kejenuhan, dan Pilkada dengan begitu menjadi "pesta demokrasi" yang melelahkan.

Tetapi masalah yang lebih besar lagi jika kotak kosong memenangi Pilkada, fenomena demoralisasi (mestinya) bakal dialami oleh elit-elit partai yang memaksakan calon tunggal.

Bagaimana tidak? Pasangan kandidat yang diusung koalisi gigantis dengan prosentasi angka dukungan mayoritas (nyaris mutlak) dipecundangi kotak kosong. Malunya bisa sampai tahun 2029 ini. Ya tentu saja dengan catatan, mereka masih menyisakan moralitas politik malu.

Banten dan Jakarta Mencemaskan

Sekali lagi, apresiasi layak diberikan kepada PDIP terkait kandidasi di Pilgub Sumatera Utara. Bagaimana dengan Pilgub Banten dan Jakarta? Dua daerah ini mencemaskan. Terutama setelah dua peristiwa yang terjadi belakangan ini. Yakni mundurnya Ketua Umum Golkar dan  on the way-nya Ridwan Kamil ke Jakarta.

Untuk kasus Banten, mundurnya Airlangga dari jabatan Ketua Umum Golkar bisa menggagalkan rencana koalisi PDIP-Golkar mengusung Airin (Golkar) dan Ade Sumardi (PDIP) yang pekan lalu dikabarkan bakal deklarasi besok, Rabu 14 Agustus 2024.

Airin adalah kader Golkar yang bisa dibilang "orangnya" Airlangga. Dan Ade Sumardi adalah Ketua DPD PDIP Banten, mantan Wakil Bupati Lebak, yang disiapkan partainya untuk maju mendampingi Airin.

Rencana koalisi Golkar-PDIP di Banten ini bergantung pada hasil Rapat Pleno Golkar untuk menetapkan Plt Ketua Umumnya hari ini. Jika Plt Ketua Umum terpilih satu garis kebijakan dengan Airlangga, maka koalisi Golkar-PDIP aman, dan bisa melaju menghadapi Andra-Dimyati yang diusung kubu gigantis Koalisi Banten Maju (KBM).

Jika sebaliknya yang terjadi, maka selesai sudah. Pilkada Banten bakal jadi lawakan elektoral karena PDIP tinggal sendirian dan tidak mungkin mengajukan pasangan Cagub-Cawagub sendiri.

Di Jakarta, situasi mencemaskan juga berlangsung meski dengan konstelasi politik kandidasi yang berbeda. Koalisi Indonesia Maju (Plus) mendekati tuntas bakal mengusung Ridwan Kamil sebagai Cagub yang tidak lain adalah kader Golkar sendiri. Jika "Plus" dalam KIM itu artinya gabungan PKS, PKB dan Nasdem, maka selesai pula. Pilkada Jakarta bakal jadi lawakan elektoral seperti di Banten.

Karena dalam konteks ini PDIP sama persis situasinya dengan di Banten, tidak bisa mengajukan paslon sendiri lantaran tidak memenuhi syarat perolehan kursi atau suara ambang batas pencalonan.

Lantas, masih adakah peluang PDIP di Banten dan Jakarta untuk tampil sebagai penjaga marwah Pilkada seperti di Sumut? Peluang tentu saja masih ada. Tetapi memang berbeda besarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun