Anies merespon dengan tebaran senyum, dan kalimat yang tak terlalu panjang namun menghunjam. Menurut Anies, inti dari penyaluran bansos adalah memberi bantuan untuk penerima manfaat sesuai dengan kebutuhanya, bukan untuk si pemberi. Respon ini dilengkapi dengan narasi:
"Kalau penerima butuh bulan ini ya diberi bulan ini, kalau butuh tiga bulan lagi ya tiga bulan lagi. Tidak bisa dirapel semua dijadikan sesuai kebutuhan. Itu yang disebut bansos tanpa pamrih."Â
Negara Welas Asih, Rahman dan Rahim
Terakhir, kembali Anies menunjukkan bukan saja kepiawaian menata kata dan (kini) merumuskan gagasan-gagasannya. Tetapi juga menunjukan soliditas, fokus dan konsistensi gagasan-gagasan visionernya hingga akhir debat.
Fakta itu bisa dicermati ulang dalam narasi penutup, closing statementnya. Sebelum mengakhiri debat, Anies kembali menegaskan isu-isu ketimpangan dan ketidakadilan, yang menjadikan negara seakan hadir tanpa belas kasih kepada rakyatnya yang papa dan terpinggirkan.
Karena itu Anies berjanji akan mengakhiri kecenderungan negara yang berdagang dengan rakyatnya, negara yang pelit pada rakyatnya. Sebaliknya, ia berkomitmen mengubah keadaan, menjadikan negara yang hadir dengan perasaan yang halus, yang rahman dan rahim, yang . Inilah pesan penutup rangkaian debatnya.
"Karena itu pesan yang kami bawa adalah pesan negara yang menyayangi, negara yang welas asih, dan negara yang membereskan soal ketimpangan, negara yang membereskan soal ketidakadilan. Membesarkan yang kecil, tanpa mengecilkan yang besar. Menguatkan yang lemah tanpa melemahkan yang kuat. Mari Katong lakukan Perubahan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H