Menuju Gempol (arah Surabaya), kami beriringan di belakang truk-truk besar yang memenuhi jalan. Sebenarnya, sudah ada jalan tol dari Pandaan ke Surabaya.Â
Tapi entahlah, truk-truk kelas berat enggan melewatinya. Mereka lebih enjoy lewat jalur non tol alias jalur konvensional. Akibatnya, aspal jalan pun meliuk di sana sini.Â
Akibat dilindas beban berat setiap hari. Tak sampai 30 menit, kami sampai di petigaan Apollo, Gempol. Jika ambil jalur lurus, akan menuju Kejapanan dan Surabaya. Bisa juga ke Pasuruan. Saya pilih belok kiri. Lewat jalan kampung yang lebar. Menghindari kemacetan di pertigaan Kepajapan.
Jalan kampung inipun penuh dengan dump truck yang hilir mudik. Mereka adalah pekerja berat yang tiap hari mengangkut tanah galian (tanah uruk).Â
Tanah uruk ini kebanyakan digunakan untuk menguruk lokasi bakal pabrik. Juga menguruk landasan jalan tol. Tak lama, tiba juga di Desa Carat, sebelah barat Kejapanan.Â
Sempat bertanya pada penduduk setempat tentang lokasi Goa Jepang. "Nanti di pertigaan setelah SPBU Carat, belok kiri, " kata penjual nasi di warung pinggir jalan. " Itu di depan sana. Â Hanya 500 meter dari sini, " kata penjual nasi sambil telunjukknya menunjuk ke arah ujung jalan.Â
Segera, kendaraan saya berjalan terlebih dahulu. Berjalan pelan di jalur paling kiri, Â dengan menghidupkan lampu sein kiri. Lalu lintas sangat padat karena ini adalah jalur utama Kejapanan - Mojosari Mojokerto. Â
Benar, di ujung jalan sebelum belokan, ada papan nama bertuliskan "Wisata GOA JEPANG Watukosek".  Kami pun segera memasuki areal  yang masih sepi.Â
Melewati sebuah stan penjual bunga yang lagi menata dagangannya. Lokasi ini ternyata tepat di Timur markas Brigade Mobil (BRIMOB) Watukosek, Gempol, Â Pasuruan.Â
Kami disambut gapura sederhana dari bambu, beratap alang-alang kering saat tiba di lokasi. Ada banner bertuliskan "Selamat Datang di Cagar Budaya Goa Jepang". Segera, seluruh peserta turun dari kendaraan. Â Â