“Misalnya, ada orang yang pada awalnya biasa saja, tapi begitu mendengar nama orang tuanya di sebut-sebut, maka ia tiba-tiba naik pitam. Jadi, prosesnya adalah mendengar nama orang tuanya disebut, lalu dia naik pitam. Nah, Anda bagaimana?”
“Oh, begitu. Ya, waktu dia bilang, ‘Dimana yang namanya bangun rumah ya berisik Pak. Kalau mau pindah rumah aja dulu,’ saya jadi naik pitam.”
“Apa persisnya yang membuat Anda naik pitam?”
“Maksudnya?”
“OK, coba saya yang bilang ke Anda seperti itu ya, ‘Dimana yang namanya bangun rumah ya berisik Pak. Kalau mau pindah rumah aja dulu,’ apa perasaan Anda?”
“Biasa aja tuh.”
“Nah, kalau begitu apa yang membuat perkataan itu kalau dikatakan oleh tetangga Anda lalu bisa membuat Anda naik pitam?”
“Ah, cara ngomongnya itu lho. Nggak ngenakin banget. Sinis gitu kayaknya. Nadanya agak tinggi lagi.”
“Nah, itu yang saya maksud. Itulah NLP.”
“Loh, kok? Apa hubungannya?”
“Ya banyak. NLP itu kan bagaimana Anda menggunakan bahasa atau kata-kata untuk mempengaruhi program di dalam neurologi Anda. Nah, perasaan marah, atau naik pitam itu, itu kan tidak lebih dari susunan saraf. Dan, Anda baru saja menjawab sendiri soal program. Yaitu, ketika tetangga Anda berbicara dengan cara tertentu, maka Anda merespon dengan naik pitam. Sedangkan kalau saya yang berbicara dengan kalimat yang persis sama, tapi dengan cara yang berbeda, Anda biasa saja. Bisa disimpulkan sementara ini, kalau seperti itulah salah satu cara bekerja program naik pitam Anda,” urai saya panjang kali lebar kali tinggi.