Kalau memperbincangkan NU jaman Now, tidak terlepas dari Kiprah KH Maemun Zubair. Beliau satu-satunya Kyai yang memahami kultur NU secara utuh, sekaligus menjadi contoh nyata bagaimana cara mencintai bangsa Indonesia ala santri NU.Â
Nah, mengikuti langkah Mbah Maemun Zubair berarti telah mengikuti langkah KH Hasyim Asaary, yang sanad ilmunya nyambung dengan Syekh Muhammad Yasin Alfadani, Syekh Mahfudz At-Turmusi, Syekh Zaini Dahlan, Syekh Nawawi Albantani. Mereka adalah "Al'lamu Makkiyin yang berasal dari Nusantara.
Secara khusus, saya menulis sebuah buku dengan judul "Qurratul Aini fi A'lami Indonesia fi Al-Baladi Al-Haram" yang berkisah tentang kiprah, nasab, dan sanad ulama Indonesia yang bermukim di Makkah. Hampir semua Ulama Nusantara, memiliki keterkaitan langsung dengan ulama-ulama di atas.
Ratusan Ulama Nusantara sejak ber-abad-abad bermukim di Makkah, sebagian besar mengajar, menjadi Imam Masjidil haram. Sebagian besar mengikuti akidah Asaariyah, sementara Madhabnya adalah Imam Al-Syafii. Menariknya, sebagian besar dari mereka adalah pengikut thoriqoh sufiyah.Â
Tidaklah heran, jika kemudian sebagian besar ulama Nusantara, biak yang bermukim di Makkah, atau yang kembali dan mendirikan pesantren di Nusantara paling suka ngaji kitab Ihya Ulumudin karya fenomenal Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali.
Dalam catatan majalah Madrasah Al-Soulatiyah, KH Hasyim Asaary termasuk tokoh besar lulusan Madrasah tertua di Arab Saudi dan Jazirah Arabiyah. Syekh Zainuddin Lombok termasuk salah satu Ulama Nusantara yang tercatat dalam majalaah Madrasah Al-Soulatiyah Makkah. Bahkan, Syekh Rahmatullah, juga mensejajarkan KH Muhammad Hasyim Asaary sebagai ulama terkemuka di dunia.
Dengan demikian Jadi, orang yang tidak suka dengan NU, sama dengan tidak suka dengan Ulama Sunni yang sanadnya nyambung kepada ulama Hijaz. Sebagian besar ulama Hijaz itu keturunan Nusantara, sebagaimana penjelasan Syekh Mahfudz Al-Turmusi dalam kitab "Kifaytul Mustafid". Padahal, ulama Hijaz itu menjadi rujukan pakar hadis. Para pakar hadis sepakat bahwa Riwayat Ahli Hijaz lebih terpercaya.
Nah, Mbah Maemun Zubair itu salah satu ulama Hijaz. Beliau bertahun-tahun menghabiskan waktunya di tanah suci Makkah. Guru-guru beliau sebagian besar adalah dari tanah Hijaz (Makkah), seperti ulama yang di sebutkan di atas. Setiap tahun, beliau selalu menunaikan ibadah haji Bersama orang-orang dekat. Salah satu santri setianya adalah Muhtaram santri yang menemani, mendorong ketia thowaf dan sai. Wajar, jika kemudian beliah berwasiat kepada putra-putrnya agar di makamkan di Ma'la (Makkah).
Sebuah kisah yang sarat dengan makna, pagi-pagi, Rabu 12 Agustus 2015, rumah saya kedatangan seorang tamu dari Trenggalek. Beliau adalah teman waktu ngaji di Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki Makkah. Beliau sudah menjadi seorang Kyai, dengan nama lengkap KH Bahrul Munir Al-Hafid (hafal Al-Quran juga hafal Nadhom Alfiyah). Beliau asal Jember, tetapi di ambil mantu oleh Kyai Mahmud Trengalek.
Pagi-pagi, saya ngobrol ngalor-ngidul seputar pendidikan yang cocok dan tepat untuk masa depan anak-anak. Tidak menyadari, tiba-tiba saya dan Bahrul Munir membincangkan Muktamar NU yang telah berlansung di Jombang. Sangat asyik dan menarik, sekaligus menegangkan proses pemilihan ketua NU.
Tiba-tiba Bahrul Munir bercerita bahwa dirinya pernah mijeti (memijat) Mbah Maimun Zubair waktu di Rubath Jawa (tempat berkumpulnya santri-santri Nusantara di Makkah). Merupakan sebuah kenikmatan sekaligus kebanggaan tersendiri ketika seorang santri mendapatkan kehormatan bisa mijeti Guru dan Kyainya.
Saat asyik mijeti Mbah Maemun Zubair, tiba-tiba Bahrul Munir mbatin (terbesit dalam hatinya) tentang Gus Dur (KH Abdurahman Wahid). Tiba-tiba Mbah Maimun Zubair langsung berkata, "Aku ngak wani dengan Gus Dur karena beliau itu titisane Mbah Muhammad Hasyim Asy'ary." Artinya "saya tidak berani sama sekali kepada Gus Dur, karena beliau itu titisan dari KH Hasyim Asaary".
Betapa kaget dan terperanjatnya Bahrul Munir terhadap apa yang disampaikan oleh seorang ulama, faqih, muhaddis yang bernama Mbah Maimun Zubair.
 Usai mendengar pernyataan tersebut, Bahrul Munir mbatin tentang Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Tiba-tiba Mbah Maimun Zubair berkata, "Nek Sayyid Muhammad iku punjere Sayyid", yang artinya Sayyid Muhammad itu pusat (rujukan utama) Sayyid.
Terbukti, ketika Gus Dur wafat, Mbah Maemun sendiri yang yang hadis dan mentalkin. Juga, menjadi rujukan para ulama dan Kyai Nusantara. Hingga sekarang, makam KH Abdurahman Wahid benar-banar memebrikan berkah tersendiri bagi masyarakat setempat. Bisa dikatakan KH Abdurhaman Wahid menjadi Sunan Tebu Ireng. Setiap bulan, kotak amal yang dihasilkan mencapai ratusan juta.
Dan Sayyid Muhamamd Alawi Al-Maliki Makkah menjadi rujukan para ulama dan Kyai Nusantara, juga habaib dari penjuru dunia. Tidak santupun Kyai, kecualo kagum keteladanan dan kebesara, keberanian Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki di dalam menkaga Akidah Ahlussunah Waljamaah. Kedalamam ilmu, keluhuran budi pekerta, serta kedermawanan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki hingga sekarang belum tertandingi.
Ketika mendengar apa yang disampaikan oleh Mbah Maimun, Bahrul Munir-pun berkata dalam hatinya "Mbah Maemun itu bukanlah ulama' sembarangan". Bisa jadi beliau seorang waliyullah.
Aku-pun mengatakan hal yang sama, "Mbah Maimun itu terlalu dalam ilmu dan spritualnya, dan juga keluhuran budi pekertinya sehingga bukan seperti asatidz pada umumnya yang suka mengumbar kata-kata tidak pantas terhadap sesama. Mbah Maimun itu seorang ulama sejati yang derajatnya sangat istimewa.
Beliau juga selalu hadir saat tahlilan dan khoulnya KH Abdurahman Wahid. Seolah-olah Mbah Maimun Zubair ingin berkata kepada orang-orang yang dengan mudah mengeluarkan kata "sesat" atau "kafir" terhadap Gus Dur, bahwa Gus Dur itu tidak seperti yang dikira mereka.
Bahwasanya kehadiran Mbah Maimun Zubair itu menjawab bahwa Gus Dur itu bukanlah seperti yang dikira oleh sebagian orang yang suka "menyesatkan". Sejak Mbah  Maimun Zubair selalu hadir pada setiap tahlilan Gus Dur, orang-orang yang sok suci, menganggab Gus Dur sesat itu ahirnya semakin terbuka, walaupun kebencian terhadap Gus Dur itu masih ada. Itu masih wajar-wajar sajalah.
Pada Muktamar NU Jombang ke 33, saya sengaja hadir untuk bersilaturami dengan teman dan para ulama yang rawuh pada Muktamar. Salah satu keinginanku ialah bertemu, dan menyalami kemudian mencium tangan Mbah Maimun Zubair. Namun, ternyata belum berhasil, karena banyaknya orang yang rebutan.
Selama muktamar Mbah Maemun Zubair hadir, dan nunggoni hingga rampung. Seolah-olah beliau itu tahu, bahwa NU itu sedang ada dua kekuatan politik yang akan berebut. NU itu bukan partai politik, tetapi NU adalah organisasi yang didirikan para ulama dan auliya' (kekasih Allah) yang bertujuan mengajak orang berbuat baik dan mencegah kemungkaran, dan ber-iman kepada Allah SWT.
Kehadiran Mbah Maimun Zubair seolah-seolah memberikan kesan mendalam, betapa cintanya beliau terhadap NU yang di rintis oleh Mbah Muhammad Hasyim Asy'ari yang bertujuan mulia.
Beliau mau menjadi tim Ahwa bertujuan agar Rois Amm itu dipimpin seorang ulama yang fakih, wara' zuhud, bukan hanya tenar dan ahli organisasi. Sebab, NU itu organisasi para ulama dan yang dipimpin itu juga para ulama yang notabene pewaris para nabi dan rosul.
Mencium Tangan dan Kening Mbah Maemun
Setelah gagal mencium tangan mulia Mbah Maemun Zubair, saya tidak pernah putus asa. Karena mencium tangan beliau sangat sama dengan mencium tangan gurunya, gurunya, dan sampai pada Rasulullah SAW. Begitulah keyakinan santri-santri NU-Santara dimana-pun berada.
 Seorang tabiin yang bernama Said Al-Bunani pernah melihat sahabat Anas bin Malik ra, yang sudah renta dan rambutnya memutih. Beliau segera mendekatinya dan bersalaman serta mencium tangannya.
Kemudian Said Al-Bunani berkata "tangan beliau pernah bersentuhan dengan tangan Rasulillah SAW". Sebagian sahabat Rasulullah SAW pernah bersentuhan dengan Rasulullah, mereka pernah bertatap muka, bercakapria. Mereka sangat beruntung bisa bertemu langsung dengan Rasulullah SAW. Indah dan nikmat sekali hidup mereka. Bagi kami yang tidak bisa mertatap muka dan mencium tangan Rasulullah SAW, cukup mencum tangan para kekasih Allah SWT.
Nah, kami yang hidup di era milenial sangat asyik dengan dunia maya. Belajar-pun melalui online, juga medsos. Google menjadi rujukan utama bagi sebagian orang. Ulama dan Kyai tidak lagi menarik.
Bagi saya pribadi, walaupun sudah mengenyam pendidikan formal mulai S1 hingga S3, memandang ulama dan Kyai sebagai rujukan ilmu dan prilaku. Para ulama itu merupakan pewaris nabi, dan juga pewaris Rasulullah SAW dan sahabatnya.
Ahad malam (18/05/2019), bersama Dr. Ahmad Achmad Tohe, Heru Pratikno Banser, nekad budal ke Sarang untuk bersilaturahmi kesejumlah ulama Nusantara. Dengan harapan ngalab berkah dari ilmu dan prilaku mereka yang saleh. Tujuan utamanya adalah KH Maemun Zubair.
Alhamdulillah, pada pukul 3.40 sudah nyampek di Sarang. Tanpa berfikir panjang, kami langsung menuju musolla, tempat Mbah Maemun ngimami dan ngaji rutin bersama para santri. Musolla itu tepat di depan Kediaman KH Maemun Zubiar. Terlihat sangat sederhana, tetapi sangat sacral.
Terlebih dahulu sholat ringan di Musolla tersebut. Setelah terdengar suara adzan subuh, kami tetep setia duduk pada shof pertama. Terlihat seorang santri menyiapkan sajadah dan mikrofon untuk Sang Kyai.
Seorang santri lagi duduk persis di depan pintu sambil membuka pintu sedikit. Seolah olah santri itu sedang ngintip kapan Mbah Maemun Zubair keluar dari rumahnya.
Sesaat sebelum Mbah Maemun keluar, santri yang duduk persis dibelakang imam membaca puji-pujian "Allahu Kafi, rabbunan Alkafi, Qosodna Kafi....berulang ulanng. Semua santri setia duduk hingga Mbah Memun keluar.
Dengan mengenakan busama Batik motif hitam keluar dari kediamaanya. Orang awam mungkin berfikir, kalau Mbah Maemun memakai busana gamis putih lengkap dengan sorban. Rupanya cara berbusana KH Maemun Zubair sebagai seorang ulama besar sangatlah sederhana.
Beliau dituntun seorang santri melangkah menuju Musolla, beliau sarungan dan memakai busana Batik dan peci putih. Begitu Mbah Maemun berada di dalam Musolla, santri langsung Iqomat. Rupanya, Mbah Maemun sendiri langsung menjadi Imam sholat subuh.
Menariknya, beliau membaca surat Albaqarah yang lumayan panjang. Kira kira satu halaman. Seusia beliau, bacaannya sangat jelas, dan Panjang. Padahal yang masih muda, membacanya tidak sepanjang bacaan Mbah Maemun Zubair.
Usai sholat, beliau membaca wirid dan doa yang menjadi ciri khas Ulama Nusantara. Tidak berhenti wiridan, Mbah Maemun menunggu waktu israq dan dhuha. Disela sela baca wirid, santri mijeti Mbah Maemun hingga waktu dhuha.
Setelah sholat Duha. Tepatnya pukul 07.30, beiau keluar dan memasuki kediamanya.
Sayapun ikut membuntutunya. Kemudian duduk tidak jaih dari beliau. Sesekali memandangi wajahnya yang sejuk nan penuh dengan aura.
Dalam hatiku yang berkata "saya bertekad bisa bersalaman dan mencium tanganya. Sukur sukur bisa berfoto dengan beliau".
Setelah satu persatu salaman. Giliranku salaman. Akupun meng gunakan bahasa Arab fushah saat berkomunikasi dengan beliau, rupanya sangat berkenan dan senang dengan bahasa Arab.
Setelah semua tamu bersalaman. Semua dipersilahkan duduk kembali. Ruapanya, para santri sudah mempersiapkan sarapan. Secangkir kopi disuguhkan. Dan seorang santri berkeliling membagikan subutir korma.
Dengan sarapan pecel khas Sarang. Ratusan tamu bisa menikmati sarapan dikediaman Sang Kyai Mbah Maemun Zubair. Semua yang di suguhkan, saya habiskan semua, karena ingin memperoleh berkahnya.
Pagi itu beliau ceramah dengan topik menarik yaitu "Masuknya Islam di Nusantara". Beliau memberikan percerahan bahwa masuknya islam di nusantara itu bawa langsung oleh Sayyid (keturunan Rasulullah SAW), sedangkan namun yang meramaikan islam di Indonesia adalah orang Jawa.
Beliau menyampaikan "semua wali songo adalah seorang Sayyid, kecuali sunan Kalijaga dan sunan Muria. Namun, Sunan Ampel justru menjadikan Raden Fatah yang bukan durriyah Rasulullah SAW sebagai menantunya. Dari situlah Islam Nusantara membumi.
Semua cermah Sang Kyai saya rekam debgan durasi 51 menit. Begitu juga dengan ceramah seorang mufti Australia yang keturunan Arab. Bahkan, Mbah Maemun membagikan uang kepada tamu itu. Kemudian Mbah Maenun mengatakan "uang ini sebagai tanda hubungan mahabbah".
Beruntung tinggal di Indonesia. Mufti Australia itu berkata "dari dalam perut bumi banyak para wali, begitu juga di atas bumi. Indonesia, khususnya di Jawa merupakan tanah para waliyullah".
Setelah semua selesai. Saya memberanikan diri ijin. Rupanya, beliau sangat senang ketika saya cerita dengan menggunakan bahasa Arab tentang nama-nama santrinya dan keponakannya.
Ketiau bertanya "dari mana? Saya menjawab "saya dari Malang, dulu pernah di Makkah". Beliau "di Makkah di mana? Saya menjawab "saya kuliah di Umm Alqura dan ngaji di Sayyid Muhammad"? beliau senyum sambal berkata "alhamdulillah". Kemudian beliau meledeka "kalau saya tidak kuliah" sambil tersenyum.
Kalau ini aku benar-bebar bahagia. Bisa mencium tangannya berkali-kali. Juga mencium keningnya. Doanya sangat penting. Dan yang terpenting adalah tangan beliau pernah bersentuhan dengan tangan Sayyid Ahmad, Sayyid Muhammad, Sayyid Alawi, Syekh Muhammad Yasin Alfadani, Syekh Turmusi, Sayed Abu Bakar Shata, Sayyid Zaini Dahlan Juga pendiri NU Hadratusyekh Muhammad Hasyim Asaary.
Sebagai orang awam, saya sangat Bahagia, bisa sholat jamaah subuh di Musolla, bisa makan, bisa mencium tangan dan kening, dan juga mendapat keberkahan doanya. Saya yakin, beliau itu adalah kekasih Allah SAW (waliyullah).
Namanya kekasih, sudah pasti sangat dekat dengan Allah SWT. Hanya saja, tidak akan mengetahui bahwa dirinya itu wali kecuali dirinya itu wali. Salah satu sifat seorang wali, sebagaimana keterangan Allah SWT "Ketahuilah olehmu bahwa para kekasih Allah itu tidak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula ( mereka ) berdukacita (QS. Yunus (10:62).
Hari ini (6/08/2019), sekitar pukul 04.00 Makkah, beliau kembali kehariban Ilahi. Beliau telah memberikan yang terbaik untuk NU, NKRI dan juga menhadi rujukan pada Kyai dan Duuriyah Rasulullah SAW yang bermukim di Indonesia. Makkah menjadi tempat istimewa, ketika beliau menuntut ilmu agama di bawah bimbingan para ulama dan durriyah Rasulullah SAW.Â
Saat ini, kota Makkah juga menjadi tempat istimewa, ternyata beliau wafat di Makkah, dan di makamkan di Ma'la. Tempat para sahabat, istri Rasulullah dan putranya, Imam Nawawi, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Semua ulama dan orang-orang saleh di makamkan di Ma'la.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H