Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kewalian Mbah Maimun Zubair

6 Agustus 2019   13:03 Diperbarui: 6 Agustus 2019   13:16 1644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama muktamar Mbah Maemun Zubair hadir, dan nunggoni hingga rampung. Seolah-olah beliau itu tahu, bahwa NU itu sedang ada dua kekuatan politik yang akan berebut. NU itu bukan partai politik, tetapi NU adalah organisasi yang didirikan para ulama dan auliya' (kekasih Allah) yang bertujuan mengajak orang berbuat baik dan mencegah kemungkaran, dan ber-iman kepada Allah SWT.

Kehadiran Mbah Maimun Zubair seolah-seolah memberikan kesan mendalam, betapa cintanya beliau terhadap NU yang di rintis oleh Mbah Muhammad Hasyim Asy'ari yang bertujuan mulia.

Beliau mau menjadi tim Ahwa bertujuan agar Rois Amm itu dipimpin seorang ulama yang fakih, wara' zuhud, bukan hanya tenar dan ahli organisasi. Sebab, NU itu organisasi para ulama dan yang dipimpin itu juga para ulama yang notabene pewaris para nabi dan rosul.

Mencium Tangan dan Kening Mbah Maemun
Setelah gagal mencium tangan mulia Mbah Maemun Zubair, saya tidak pernah putus asa. Karena mencium tangan beliau sangat sama dengan mencium tangan gurunya, gurunya, dan sampai pada Rasulullah SAW. Begitulah keyakinan santri-santri NU-Santara dimana-pun berada.

 Seorang tabiin yang bernama Said Al-Bunani pernah melihat sahabat Anas bin Malik ra, yang sudah renta dan rambutnya memutih. Beliau segera mendekatinya dan bersalaman serta mencium tangannya.

Kemudian Said Al-Bunani berkata "tangan beliau pernah bersentuhan dengan tangan Rasulillah SAW". Sebagian sahabat Rasulullah SAW pernah bersentuhan dengan Rasulullah, mereka pernah bertatap muka, bercakapria. Mereka sangat beruntung bisa bertemu langsung dengan Rasulullah SAW. Indah dan nikmat sekali hidup mereka. Bagi kami yang tidak bisa mertatap muka dan mencium tangan Rasulullah SAW, cukup mencum tangan para kekasih Allah SWT.

Nah, kami yang hidup di era milenial sangat asyik dengan dunia maya. Belajar-pun melalui online, juga medsos. Google menjadi rujukan utama bagi sebagian orang. Ulama dan Kyai tidak lagi menarik.

Bagi saya pribadi, walaupun sudah mengenyam pendidikan formal mulai S1 hingga S3, memandang ulama dan Kyai sebagai rujukan ilmu dan prilaku. Para ulama itu merupakan pewaris nabi, dan juga pewaris Rasulullah SAW dan sahabatnya.

Ahad malam (18/05/2019), bersama Dr. Ahmad Achmad Tohe, Heru Pratikno Banser, nekad budal ke Sarang untuk bersilaturahmi kesejumlah ulama Nusantara. Dengan harapan ngalab berkah dari ilmu dan prilaku mereka yang saleh. Tujuan utamanya adalah KH Maemun Zubair.

Alhamdulillah, pada pukul 3.40 sudah nyampek di Sarang. Tanpa berfikir panjang, kami langsung menuju musolla, tempat Mbah Maemun ngimami dan ngaji rutin bersama para santri. Musolla itu tepat di depan Kediaman KH Maemun Zubiar. Terlihat sangat sederhana, tetapi sangat sacral.

Terlebih dahulu sholat ringan di Musolla tersebut. Setelah terdengar suara adzan subuh, kami tetep setia duduk pada shof pertama. Terlihat seorang santri menyiapkan sajadah dan mikrofon untuk Sang Kyai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun