"Bedebu tu karena dak pernah kalian sentuh. Kalau rajin dibaco dak keburu keno debu bukunyo!"
"Dak menarik, Miii," si kakak mulai kesal, "bukunyo dak kayak yang biaso Ummi belikan. Gambarnyo dak bagus, dikit pula. Dakdo jugo buko cerito, ha! Siapo yang mau baco?"
Sebenarnya Siswa Suka Membaca, Tapi ...Â
Sedianya, aku menyampaikan materi literasi untuk para guru di salah satu kabupaten bulan lalu. Segala sesuatu sudah disiapkan, apa daya kasus covid-19 melesat naik, sampai membuat Kota masuk kategori zona merah. Akhirnya, acara ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Di antara sekian materi, ada satu yang lumayan jadi beban. Karena agak sedikit di luar kapasitasku. Yakni tentang pojok baca di sekolah.Â
Lah aku kan bukan guru, diutus sebagai fasilitator literasi dari komunitas. Tapi namanya tugas, ya sudahlah. Dikerjakan saja.
Itulah sebab aku bertanya pada banyak orang, termasuk anak-anak, tentang pojok baca di sekolah mereka. Di sekolah kakak, demikian keadaannya. Di sekolah adek bahkan tak ada pojok baca.
Baca juga: Review Novel Indonesia, The Jacatra Secret
Katakanlah materi yang sudah disiapkan entah kapan bisa sampai ke para guru di kabupaten sana. Tapi setidaknya tulisan ini bisa menjangkau guru di banyak tempat lainnya, apa yang disarankan para siswa dan guru terkait pojok baca di sekolah.
Dari sekian banyak siswa yang kuwawancarai, bahkan termasuk mahasiswa, rata-rata mereka sebenarnya suka membaca buku di pojok baca. Lebih mudah dijangkau daripada harus ke perpustakaan.Â
Mereka suka membaca buku sambil ngobrol, membandingkan buku di tangan masing-masing, bahkan sambil bercanda.Â
Alih-alih berhening ria seperti di perpustakaan. Jika ingin fokus, tinggal ambil buku pilihan, lalu menjauh.