Namun, saat tersiar kabar bahwa pemerintah sudah "hampir" menemukan vaksin dan sudah pada tahap ujicoba, harga saham-saham perusahaan farmasi yang konon akan ditunjuk sebagai penyedianya langsung naik drastis. Kenaikan harganya bisa sampai puluhan persen dalam sehari.
Asing vs lokalÂ
Satu hal yang menjadi isu penting di dalam industri pasar saham adalah ketimpangan jumlah investor lokal dengan investor asing. Ya, jumlah investor lokal (termasuk dana yang dimiliki) masih tertinggal dibandingkan investor asing.
Pemerintah memang sudah sejak beberapa tahun belakangan ini gencar melakukan berbagai kampanye misalnya Yuk Nabung Saham yaitu gerakan mengajak penduduk Indonesia untuk ikut berinvestasi saham.
Hasilnya memang cukup menggembirakan. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per 19 September 2019, porsi kepemilikan investor lokal di pasar modal Indonesia mencapai 49,36 persen, sedangkan investor asing sebesar 50,64 persen.Â
Posisi yang sudah jauh membaik bila dibandingkan posisi pada 2014, ketika porsi kepemilikan investor lokal sebesar 35,51 persen dan asing sebesar 64,49 persen.
Apa masalahnya dengan keberadaan investor asing? Di satu sisi, tentu saja kita sebenarnya patut bergembira. Kehadiran mereka jelas menunjukkan adanya kepercayaan yang tinggi terhadap stabilitas kondisi perekonomian bangsa ini.Â
Mereka percaya, berinvestasi alias menanamkan modal di Indonesia tidak akan rugi. Sebaliknya, bisa membuat modal mereka terus bertambah jumlahnya.
Tetapi di sisi lain, kita bisa mencermati satu hal yang tak kalah penting. Ya, kita tak pernah tahu kapan dan tiba-tiba saja para investor asing itu merasa Indonesia sudah tidak "aman" lagi untuk berinvestasi, lalu menarik seluruh dana investasinya. Apa yang akan terjadi? Tentu saja, akan terjadi goncangan hebat bagi perekonomian kita.
Bila para investor asing tiba-tiba saja membuat keputusan menjual seluruh saham kepemilikannya, jelas itu akan membuat kepanikan luar biasa di pasar saham. Bukan tidak mungkin, banyak pula yang ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Akibatnya, harga saham akan berguguran. Praktis, IHSG akan melorot habis-habisan.
Kita sudah melalui minimal dua krisis hebat yaitu tahun 1998 dan 2008. Mari segarkan memori kita. Saat itu, IHSG kita benar-benar terjun bebas. Para investor, terlebih lagi investor asing berlomba-lomba menarik dana yang sudah diinvestasikan dengan cara menjual saham yang dimiliki.