"Mau lagu apa?"
"Apa saja, sebisamu."
Tanpa kuminta dua kali, dia sudah berdiri. Berlajan menuju panggung live music. Dari kejauhan aku melihatnya berbicara dengan salah satu gitaris. Berbisik menentukan lagu dan mencocokkan tangga nada. Perlahan, musik mulai dimainkan. Memperdengarkan ia yang kini tengah memegang microphone, siap membuka suara.
"Dan kau hadir.. merubah segalanyaa, menjadi lebih indah."
Reff lagu itu, lagu yang pernah dia nyanyikan untukku empat tahun yang lalu via telephone.
Sekarang aku menyaksikannya menyanyikan lagu itu langsung di depanku.
Tersenyum aku mengingatnya, tapi aku tidak boleh kalah. Dia menatapku dari kejauhan. Aku melambaikan tangan. Mengacungkan ibu jari. Dia tidak tahu, diam-diam sambil mendengarkan suaranya, aku menyeka sudut-sudut mataku. Malam ini pertemuan sekaligus perpisahan menjadi satu. Tidak mudah melepaskan seseorang yang sangat kamu inginkan untuk tinggal di hidupmu.
Namun, aku mengerti akan jauh lebih sulit mencintai diri sendiri. Aku mencintai diriku, maka aku berani melepasnya. Tidak ingin mengulang patah hati berikutnya, berikutnya lagi, terus menerus, berkali-kali, dengan orang yang sama. Malam ini adalah waktunya, aku berhenti. Sebelum besok aku tidak lagi bisa menemuinya, sebelum aku harus pulang ke kota tempatku bekerja. Jogja adalah tempat paling menyenangkan di dunia ini untuk pulang. Tapi tidak untuk tinggal.