Tidak perlu khawatir katamu?
Padahal raut cemasmu saat membawanya ke rumah sakit karena dia pingsan di tengah acara kampus tadi siang, persis seolah dia sedang mengidap kanker stadium akhir.
Aku cuma mengangguk dan tersenyum getir.
Hebat. Kekuatan magis apa yang bisa mempengaruhi seorang laki-laki super idealis sepertimu-yang pantang melanggar satu kewajibannya sekali pun-tapi siang ini dengan ringannya meninggalkan acara yang berbulan-bulan dia rancang demi mengantarkan seseorang ke rumah sakit meski sebenarnya itu bisa diwakilkan?
Asiyah, kalau aku diberi kesempatan besar untuk bertanya padamu meski cuma sekali.
Bagaimana rasanya dikhawatirkan oleh seseorang yang benar kaucintai?
***
“Jangan lupa berdoa untuk kesembuhannya,” senyummu ditengah terik matahari pukul dua siang. Tiga puluh menit sebelum akhirnya aku kembali ke acara kampus. Melanjutkan tugasku sebagai pangurus.
“Doa apa yang harus kubaca?”
“Apa pun, yang kaubisa.”
“Apa kamu juga akan mendokannya?” aku bertanya, setengah menggoda. Tertawa kecil.