Mohon tunggu...
Ria Jumriati
Ria Jumriati Mohon Tunggu... Penulis - Menulis ada jiwa, maka menulislah agar bisa memiliki banyak jiwa

Manusia biasa yang hanya suka menulis. www.riajumriati.blogspot.com https://www.wattpad.com/user/RiaJumriati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Karma Getih - Bab Satu

7 Maret 2017   12:09 Diperbarui: 7 Maret 2017   12:35 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:richardusgunawan.blogspot.com

Hanumpun tersenyum tipis seraya pamit. Mbah Kijah masih menahan gemuruh didadanya dengan mata berkaca kaca. Pikirannya serta merta melayang ke masa silam. Luka dan rasa sakit itu masih belum lagi mengering dihatinya. Rasanya ia tak sanggup jika Dahayu harus mengalami hal yang sama dengan Ibunya. Mata Mbah Kijah serta merta basah oleh buliran air mata yang mengaliri pipi keriputnya. Kotak kenangan masa lalu itu kembali terbuka.

 Saat itu di desanya memang tengah terjadi boming pencarian tenaga kerja wanita untuk di rekrut sebagai TKW. Bahkan kantor agen yang mengurusi keberangkatan para TKI itu tak pernah sepi didatangi orang yang hendak mengadu nasib di negeri orang. Dan Nuri adalah salah satunya. Tergiur oleh bujuk rayu teman-temannya dan iming-iming gaji tinggi. Akhirnya, Nuri pun mendaptarkan diri untuk ikut diberangkatkan ke Malaysia. Meski mendapat izin dari Ayahnya, namun naluri keibuan Mbah Kijah mengisyaratkan sesuatu yang buruk pada Nuri. Ia bersikeras melarang kepergian Nuri ke negeri Jiran.

            “Ndak usah ikut-ikutan temanmu, dia itukan sudah pengalaman kerja di kota. Lah..kamu? wong masak saja masih belum becus”

            “Tapi nanti akan diajari dulu Bu, baru kalo sudah pintar kita akan ditempatkan di rumah orang orang kaya di Malaysia”

            “Kejauhan Nduk, kalo ada apa-apa Ibu dan Bapak ndak bisa cepat membantu”

            “Doakan saja lah Bu, aku pasti akan baik-baik saja” Ujar Nuri meyakinkan “Lagi pula, gajinya besar dan lumayan untuk nambahin modal usaha Bapak”

            “Tapi perasaanku ndak enak….” Ujarnya sambil menatap putri semata wayangnya.

            Dan perasaan tak enak Mbah Kijah memang terbukti. Setahun bekerja di Malaysia. Nuri pun pulang. Tapi tidak membawa uang seperti harapannya. Ia dipulangkan dalam keadaan berbadan dua. Gajinya yang hanya dibayarkan sebagaian habis ludes dicuri oleh oknum di Depnaker. Saat dalam karantina dan menunggu waktu untuk dipulangkan ke desa nya. Nuri di paksa membayar sepuluh kali lipat ongkos menuju kampungnya. Karena tidak ada uang rupiah, Nuri dengan lugunya meminta oknum itu untuk menukarkan semua gajinya yang dalam bentuk ringgit kepada oknum tersebut untuk ditukarkan Rupiah. Malang nasib Nuri, uang itu tak pernah kembali dan tak ada seorang pun di tempat karantina itu yang sudi membantunya. Nuri bisa sampai ke desanya, karena kebaikan hati Lastri yang kebetulan satu jalan dengannya meski berlainan desa. Dengan Lastri lah ia kemudian mendapat pinjaman uang untuk kembali bertemu orangtuanya.

Kedatangan Nuri memang disambut bahagia oleh kedua orang tuanya, bahkan para tetangga. Terlebih Mbah Kijah. Apalagi dilihatnya tubuh putrinya lebih berisi dibanding setahun lalu. Tapi keanehan sikap dan prilaku Nuri mau tak mau membuat orangtuanya meminta penjelasan.

Tak ada kata sepatahpun yang mampu terucap. Nuri kebanyakan menangis tersedu sambil terus meremas-remas perutnya. Matanya seolah terbebani trauma yang sangat menyakitkan. Dan alangkah terkejutnya Mbah Kijah dan suaminya, saat ditemuinya banyak luka di tubuh Nuri. Bahkan bentuk telapak setrika terlihat menempel jelas dipunggungnya.

            “Apa yang mereka perbuat, Nduk ? Kenapa koe ndak segera pulang!” Jerit Mbah Kijah sambil terus menangis memeluk tubuh putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun