Mohon tunggu...
Ria Jumriati
Ria Jumriati Mohon Tunggu... Penulis - Menulis ada jiwa, maka menulislah agar bisa memiliki banyak jiwa

Manusia biasa yang hanya suka menulis. www.riajumriati.blogspot.com https://www.wattpad.com/user/RiaJumriati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Karma Getih - Bab Satu

7 Maret 2017   12:09 Diperbarui: 7 Maret 2017   12:35 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:richardusgunawan.blogspot.com

            “Lumayan loch Yu, gajinya ringgit. Kalo di tukar ke rupiah jumlahnya bisa jutaan setiap bulannya” Bujuk Pak Abdil ketika dilihatnya Dahayu masih ragu ragu.

            “Tapi Mbah Kijah ndak setuju Pak, dia takut aku dijahati sama majikanku seperti Lastri dan Hanum”

            “Lah, itukan masalah nasib” Pak Abdil mulai mengeluarkan siasat rayuannya “Wong banyak juga kok  warga desa ini yang sukses bekerja di luar negeri. Kamu tahu rumah gedong di desa Kenasih ? Itu rumahnya Bu Sagiyem yang sudah 10 tahun bekerja di Malaysia. Wah, dia itu jadi wong sugih sedesa Kenasih! Kamu mau kan seperti itu ?”

            Mata Dahayu masih terlihat ragu. Terbayang wajah Mbah Kijah yang tak pernah memberinya restu.

            “ Lagi pula ndak semua orang Malaysia atau Arab itu jahat. Tergantung kita bisa membawa diri, dan aku yakin kamu pasti bisa bernasib baik seperti Bu Sagiyem itu. Apalagi...hmmmm, wajah dan penampilanmu sangat anggun dan bermartabat. Pasti orang akan berpikir ulang untuk melecehkanmu, Dahayu” Tutur Pak Abdil meyakinkan.

            “Tapi…Mbah Kijah ndak setuju Pak”

Terdengar tawa renyah Pak Abdil. Ia menepuk pundak Dahayu pelan.

            “Tenang Nduk, nanti aku yang bicara pada Mbah mu”

            “Dia pasti ndak bakal kasih” Ujar Dahayu putus asa.

            “Tidak usah khawatir, yang penting kamunya mau. Urusan Mbah Kijah biar aku yang tangani. Selama kamu pergi nanti aku akan kasih uang sangu untuknya” Ujar Pak Abdil berusaha bijaksana. Ada ketenangan dihati Dahayu mendengarnya. Sementara kebulatan tekad untuk meninggalkan desanya semakin kuat. Rumah Bu Sagiyem memang bak istana megah. Ia bahkan bisa membuka pabrik makanan kecil yang dimodali dari hasil  kerjanya bertahun tahun di Malaysia. Anak dan suaminya hidup berkecukupan. Serta merta ia pun menjadi orang yang sangat dihormati dan disegani seantero desa Kenasih. Dan Dahayu ingin sekali hidupnya kelak seperti itu. Jauh dari  balutan kemiskinan, jauh dari hina dan cerca serta pelecehan sebagai gadis tunggal dan yatim piatu. Dahayu yakin, uang lah yang bisa membuat banyak orang tertunduk hormat padanya. Sebagai gadis yang tak pernah mengenal kedua orang tuanya dan tak mengeyam pendidikan tinggi, menjadi TKW adalah jalan pintas meraih impiannya. Lalu ada Pak Abdil yang bisa menjadi jembatan untuk mewujudkannya. Tinggal kendala meyakinkan Mbah Kijah, itu saja. Ada senyum tipis dibibir mungil Dahayu. Tekad itu semakin menggumpal bulat dibenaknya.

Lagi seperti biasanya, Mbah Kijah terlihat berjalan pelan sambil memanggul sayuran di pundaknya. Menjajakan dengan ramah kesetiap rumah penduduk untuk membeli sayurannya. Tak ada beban tersirat di mata tua itu. Kerelaan menjalani garis nasib perlahan lebur bersama kepasrahan seorang nenek tua yang berusaha berdamai dan merasakan kenyamanan dari segala beban hidup yang terasa berat bila kita mencoba sedikit saja melongok kehidupan setingkat diatasnya. Namun Mbah Kijah, tak pernah melakukan itu. Entah tak peduli atau tak berani untuk sekedar membuat perbandingan. Yang dirasakan orang sepertinya hanyalah berusaha selagi masih diberi nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun