Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Leadership Dalam Perspektif Konfusianisme

17 Juni 2015   15:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

  1. Langit sebagai sumber transformasi yang paling puncak

Langit sebagai sumber penciptaan moral, makna hidup, dan transformasi diri yang puncak muncul dalam tradisi Konfusianisme. Artinya bisa kita katakan bahwa para pemikir besar Konfusianisme merupakan orang-orang yang religius.

Pandangan Konfusianisme mengadaikan langit mahahadir dan mahatahu, jika bukan mahakuasa. Apa yang kita lakukan saat ini akan menjadi implikasi bagi diri pribadi, manusia, alam dan langit. Kita tidak perlu mengambil jalan langit untuk dengan meninggalkan tempat yang kita jalani sekarang. Karena jalan langit tepat di sini, di dekat sini, dan tak terpisah dari kehidupan kita sehari-hari. Apa yang kita lakukan dalam perbatasan rumah kita tidak hanya memiliki arti antropologis, melainkan juga kosmologis. Jika kita pelihara tepat dengan jalan kemanusian, maka kita tidak akan terasing dari jalan langit. Ketika kita belajar mengapresiasikan kekayaan hidup sehari-hari, kita akan memahami bahwa misteri besar kehidupan tersirat dalam pengalaman umum hidup kita. Hal ini seolah-olah menunjukan rahasia jalan langit melekat pada jalan manusia.

Keterkaitan antara internal organis dengan yang transenden melalui pengalaman pribadi membuat kita sadar dengan ketidakcukupan dan kekuatan kita. Ini karena kita dibebani dengan tanggung jawab besar guna merealisasikan jalan langit melalui upaya yang rendah hati. Makna terdalam dari kemanusian terletak di dalam manifestasinya yang autentik sebagai penjaga alam dan rekan pencipta kosmos. Secara manusiawi adalah untuk membantu proses transformasi dan pemeliharaan langit dan bumi. Dimana dalam hal ini membantu upaya membentuk trinitas dengan langit dan bumi. Tugas kategoris kitalah yang merespon panggilan langit guna menjadi penjaga alam dan pencipta kosmos.[16]

 

Selain hal-hal yang sudah disebutkan di atas, yakni mengenai bangunan atau pondasi yang mesti dibangun oleh seorang individu, terutama manusia sebagai pemimpin, berikutnya kita akan menelaah konsep pendidikan yang menjadi sumber utama terbentuknya manusia atau pemimpin yang bijaksan.

Apa yang mengkhususkan pendekatan Konfusianisme terhadap pembanguan manusia? Jawabnya adalah pada penekanan pendidikan. Pendidikan sebagai belajar, terutama belajar demi diri sendiri. Belajar dipahami oleh pengikut konfusius sebagai proses pembangunan karakter secara holistik yang berkelanjutan. Dalam hal ini tentunya melibatkan komitmen eksistensial pada penempaan diri sehingga nantinya melahirkan pengetahuan tentang diri sendiri. Seorang calon pemimpin mesti dibangun dasar-dasar ini sebelum ia mampu membangun diri orang lain. Karena inilah yang menjadi tolok ukur, apakah seorang pemimpin mampu dalam memimpin atau tidak. Mungkin kita pernah mendengar ujaran “bagaimana bisa memimpin orang lain, memimpin diri sendiri saja belum bisa”. Untuk itu, pendidikan bisa memberikan cetakan kepada untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas, tidak hanya dalam intelektualitas, namun juga moral, etika dan sebagainya.         

Kesimpulan

Dalam Konfusianisme, seorang pemimpin haruslah orang yang memiliki nilai intelektualitas yang tinggi dan disertai dengan moral dan etika yang baik. Seorang pemimpin yang demikian nantinya akan memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakatnya karena dua sisi yang disebutkan di atas menjadi sumber dasar dalam hidup seseorang.

Seorang pemimpin tidak semestinya menutup diri untuk terus belajar. Dalam ajaran Konfusianisme, belajar adalah sepanjang hidup. Karena mereka meyakini bahwa dengan belajarlah kedewasaan seorang manusia akan lahir. Kebijksanaan akan terbentuk dan tentunya tiada hal yang menjadi penghalang dalam setiap tindakannya. Hal ini karena ilmu pengetahun yang didapatnya menjadi acuan dalam menetukan sikap dan kebijaksana dalam kehidupan, baik itu secara individu maupun masyatarakat.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun