Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Leadership Dalam Perspektif Konfusianisme

17 Juni 2015   15:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Abstrak

Konfusianisme mengedepankan bagaimana sosok manusia bisa menjadi aktor dalam perkembangan dan peradaban manusia. Tentunya hal ini bisa dimulai dari pembentukan karakter seorang manusia. Pembentukan ini dimulai dari diri sendiri hingga nantinya menjadi bisa beradaptasi dengan manusia yang lain. Dalam konfusianisme yang menjadi bagian inti dalam pembangunan manusia adalah moral dan intelektualitas. Dua hal yang dianggap bisa menjadi sumber utama dalam menentukan peradaban manusia yang dimulai dari empat dimensi; diri pribadi, komunitas, langit dan alam. Keempat hal ini disebut sebagai kepercayaan kepada transformatif kreatif. Setelah mengalami beberapa proses tersebut, maka lahirlah sebuah seorang manusia yang mampu memimpin, baik diri sendiri maupun orang lain.

Pendahuluan

Kebudayaan merupakan satu hal yang tidak akan pernah bisa lepas dari manusia. Segala aktivitas yang terkait dengan dimensi kehidupan yang ada, akan menghasilkan sesuatu yang baru. Tentu saja hal ini melalui interaksi dan negosiasi antar individu yang bersangkutan hingga mencapai tujuan bersama. Dengan kebudayaan pula kemajuan suatu bangsa ditentukan, dimana di dalamnya tersimpan nilai-nilai peradaban yang memancing dunia luar untuk mengetahui dan mendalami. Dari situ kemudian sebuah bangsa akan dikenal oleh bangsa lain. Karena reaksi tersebut, maka terjadi beragam aktivitas yang mempengaruhi perabadan yang ada melalui interkasi antar individu, kelompok, dan bangsa-bangsa.

Menurut E. B Taylor dan Joko Tri Prasetya (1991:29), kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, dimana terdapat ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Salah satu kebudayaan yang sangat penting digali adalah kebudayaan Cina. Ajaran-ajaran yang ada di dalamya seperti Taoisme, Konfusianisme dan lainnya memberikan kontribusi besar bagi berkembannya kebudayaan Cina. Bahkan di Cina ajaran Konfusius sangat berkembang dan mempengaruhi seluruh segi kehidupan masyarakat hingga kini.

Konfusius saat ini diakui sebagai sebuah kepercayaan. Meskipun pada awalnya hanya berisi ajaran yang mengajarkan kata-kata bijak dari seorang pemikir terkenal pada masa Dinasti Zhou bernama Kong Fu Tzu. Selain itu ajaran ini juga bukan bagian dari agama. Kong Fu Tzu banyak mengajarkan tentang pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia supaya bisa mencapai kehidupan yang harmonis. Namun karena ketika masa itu banyak yang tertarik dengan ajaran tersebut, maka Kong Fu Tzu dianggap sebagai nabi karena membawa ajaran yang mampu diterapkan pada masyarakat dan juga pemerintahan. Dan dari situ, lahir sebuah agama yang disebut Kong Hu Cu atau Konfusius.

Kebudayaan yang lahir ke permukaan tentu saja tidak lepas dari hasil pemikiran-pemikiran manusia sendiri yang menginginkan ini dan itu supaya kehidupan sesuai kemauan bersama. Begitu pula yag terjadi dengan ajaran Konfusius. Pemikiran yang lahir dari seorang yang melihat paradigma kehidupan di masanya yang penuh dengan ketimpangan dan kekacauan. Menurutnya bangsa yang sejahtera adalah terlahir dari pemimpin yang bijaksana. Tak hayal apabila sebuah negara hanya karena di bawah pemerintah yang tidak memiliki kredibiltas yang tinggi, baik dari intelektual maupun moral, maka akan mengalami kehancuran.

Konfusius ingin menggabungkan intelektual dan moral agar terciptanya kehidupan yang sejahtera dalam sebuah bangsa dan negara. Ia meyakini dengan adanya seorang pemimpin yang baik akan melahirkan masyarakat yang baik pula. Oleh karena itu untuk memulai menciptakan sebuah bangsa yang baik dimulai dengan mencetak pribadi yang bijak pada manusia melalui belajar. Dalam Konfusianisme, cara manusia belajar adalah dengan manusia itu sendiri. Tentunya ini terbentuk dari buruk dan baiknya seseorang terhadap manusia lain, yang kemudian akan merespon balik atas tindakan itu.

Konfusianisme mengajarkan self yang terus berkembang dan terbuka pada masyarakat yang semakin meluas sehingga menjadi dasar bagi masyarakat warga (Civil Society). Karena dimulai dengan mengajarkan  setiap orang belajar dan terus belajar seumur hidup menjadi manusia yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Bukan semata-mata untuk diri pribadi sendiri yang terpisah, melainkan sebagai kesatuan dengan   memperbaiki lingkungannya.[1]

Setelah mampu memimpin dirinya sendiri dan belajar dari kehidupan bermasyarakat, seseorang barulah mampu memasuki dimensi pemimpin sesungguhnya. Dimana dirinya dan masyarakatnya menjadi dua belahan mata uang yang tidak bisa dipisahkan, saling bergantungan dan membentuk satu kesatuan. Ajaran yang diberikan di Konfusius adalah berupa kata-kata bijaksana yang banyak berhubungan dengan bagaimana seharusnya manusia yang satu berhubungan dengan manusia lainnya, juga mengajarkan pemerintahan yang ideal dan lain-lain. Ajaran Konfusius tidak hanya menyebar di Cina, tetapi juga masuk ke Jepang melalui Korea.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun