Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Leadership Dalam Perspektif Konfusianisme

17 Juni 2015   15:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembahasan

Konfusius merupakan sebutan bagi guru Kung yang dalam dialek Cina disebut K’ung Tzu, dalam bahasa Tionghoa . Lahir pada 551 SM di kota kecil Lu[2], yang ketika kecilnya diberi nama Ch’iun. Ia tidak hanya dikenal seorang guru yang arif dan santun, tetapi juga sosok pemimpin yang bijaksana.  Ini terlihat dari dari petuah-petuah yang diajarkan kepada murid-muridnya, “Dia yang ingin melayani orang lain dengan kebaikan, telah melayani dirinya sendiri”.

Konfusius atau dengan nama lain Kong Hu cu atau juga Kong Fu Tze hidup pada masa dinasti Choum. Pada masa ini kehidupan intelektual sedang berjaya di Cina, sementara penguasa saat itu tidak terlalu berani menggubrisnya.[3] Para pengikut ajaran-ajaran Konfusius menyebar ke seluruh pelosok negeri Cina sehingga pada 221 SM pada masa Dinasti Ch’in membrantas habis penganut Konfusianisme di bawah Kaisar Shih Huang Ti.[4]Meski sudah mencoba membabat habis para pengikut setia Konfusius, namun tetap saja mereka tak mampu. Yang ada Dinasti Ch’in mengalami kehancuran. Posisi ini pun dimanfaatkan para kelompok Konfusianisme untuk bergerak  bangkit dan mengobarkan doktrin Kong Hu Cu. Dan pada masa Dinasti Han (206 SM-220 M), Konfusianisme menjadi filsafat negera Cina.

Kong Hu Cu atau Konfusius dianggap sebagai pendiri agama, padahal asumsi ini salah. Konfusius sendiri jarang melibatkan ajarannya dengan Ketuhanan. Bahkan ia menolak memperbincangkan alam akhirat dan mengelak tegas tentang hal-hal yang bersifat metafisika. Ia malah lebih dikenal dengan seorang yang banyak mengangkat masalah moral politik dan pribadi serta tingkah laku akhlak. [5]

Dalam usia yang muda, Konfusius ditinggal mati oleh ayahnya. Hidup hanya dengan seorang ibu membuat kehidupannya penuh dengan kesengsaraan. Negeri yang seringkali dilanda pancaroba, pemberontakan dan gerakan separatis, bahkan lingkungan yang dihuninya merupakan daerah para penyamun dan perompak ialah ajaran kehidupan yang didapatkannya. Permasalahan ini disebabkan karena disfungsi pemerintah dan degradasi moral yang terjadi kala itu. Dan dari sini pula yang kemudian melahirkan pandangan-pandangan Konfusius tentang pemerintahan, pra-nata sosial beserta relasi dengan moralitas menjadi inti pemikiran sang guru tersebut. Sintesis inilah yang kuat dengan konsep Humanisme.[6] Bagi Konfusius, Humanisme sosial berangkat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menentukan kebijakan. Ini tidak hanya ditentukan oleh kekuatan yang dimiliki pemimpin, namun juga paling penting adalah etika yang luhur.[7]

Salah satu konsep Leadership yang dibangun oleh Konfusius berakar dari Ce atau Ti. Secara harfiah kata-kata ini berarti bijaksana atau kebijaksanaan. Menurutnya Ce atau Ti dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh seseorang, baik sebagai personal maupun dalam skala rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara, serta tak kalah penting yakni tentang persoalan kemanusian secara universal. [8]

Setelah makna di atas, Ce juga diartikan sebagai kekuatan. Dalam hal ini bagaimana kekuatan tersebut mampu menciptakan keseimbangan dan harmonisasi antara manusia dan tata kehidupan. Kekuatan yang dimaksud oleh Konfusius adalah bagaiman kita bijak dalam bertindak dan tidak semena-mena menggunakan kekuatan yang ada. Tentu saja apabila kita melihat konsep yang dikembangkan oleh kaum Realis, bahwa satu-satunya membentuk sebuah pemerintahan yang baik adalah dengan pemerintahan yang memakai kekerasan fisik. Konfusius sangat menolak hal yang berbau kekerasa. Untuk itu, Ce yang dijunjung oleh kaum Konfusius juga diikatkan kandungan keteladanan moral. Karena kebaikan yang ditebarkan dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan akan ampuh apabila melalui kekerasan fisik atau hukum, melainkan dengan kekuatan kepribadian yang luhurlah yang mampu mengantarkan kebaikan itu bernilai.

Setelah mampu memahami apa itu Ce atau Ti, kehidupan dalam sebuah masyarakat akan terbina dengan baik. Apalagi berbicara pemimpin, maka segala sesuatu di masyarakat bergantung dari watak orang yang menjadi pemimpinnya. Jika seorang pemimpin berwatak seorang penjahat, maka tidak akan lahir stabilitas kehidupan yang baik dalam masyarakatnya. Sebaliknya kalau pemimpin adalah seorang yang bijak, maka keadilan pasti tertegak kokoh di dalamnya.

Ketika Konfusius tinggal di Lu, seorang penguasa bertanya padanya tentang bagaimana cara memimpin dan mendidik masyarakat, ia pun menjawab “Memimpin itu adalah berjalan dengan lurus. Jika Tuan memimpin rakyat dengan lurus, siapakah di antara rakyat Tuan yang akan menyeleweng?”.

Pada kesempatan lain, Penguasa itu kembali bertanya tentang hukuman mati yang dijatuhkan pada seorang penjahat. Konfusius kembali menjawab dengan entengnya Apa perlunya hukuman mati dalam pemerintahan? Jika Tuan menunjukan suatu isyarat yang jujur untuk hidup baik, maka dengan sendirinya rakyat Tuan akan menajdi baik. Kebajikan seorang pemimpin adalah ibarat angin, sementara kebajikan rakyat ibarat rumput. Sifat rumput adalah tunduk kemana angin berhembus meniupnya.”

Kisah di atas mengajarkan bahwa Konfusius sangat mementingkan keteladanan seorang pemimpin. Dimana di setiap sisi pribadi manusia memiliki jiwa-jiwa memimpin. Sesuai dengan apa yan diajarkan dalam Islam sendiri bahwa setiap manusia adalah pemimpin. Maka dari itu, dalam ajaran Konfusianisme seorang pemimpin sudah sepantasnya memiliki rasa Ti atau Ce. Bijaksana dalam membimbing dan melayani umat manusia serta bijaksana dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil tidak berdasarkan Ti akan menyesatkan dan menyengsarakan rakyat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun