Mohon tunggu...
Dewi Sumardi
Dewi Sumardi Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel dan ibu Rumah Tangga

IRT. \r\nMenulis untuk berbagi manfaat. \r\n Buku : 1. Let's Learn English Alphabethical A-Z, oleh nobel edumedia 2. Buku Keroyokan "36 Kompasianer Merajut Indonesia", oleh Peniti Media 3. Buku Keroyokan "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" oleh Peniti Media 4. Novel "Duka Darah Biru", penerbit Jentera Pustaka 5. Novel "Janji Di Tepi Laut Kaspia' oleh penerbit BIP 6. Novel " Ada Surga Di Azzahra" oleh penerbit Jentera Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Fiksi Horor dan Misteri) Rahasia Sekuntum Bunga Mawar

29 September 2016   21:56 Diperbarui: 30 September 2016   08:23 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Tak lelo…lelo…lelo ledhung…
Cep menenga, aja pijer nangis
Anakku sing ayu rupane
Yen nangis ndak ilang ayune

Lagu lelo ledhung itu selalu kudengarkan setelah maghrib tiba. Terkadang lengkap dengan liriknya yang indah, tapi sering juga hanya senandung merdu tanpa syair. Aku yakin pemilik suara itu adalah seorang wanita yang lembut hatinya karena suaranya bisa membius dan melenakanku. Pasti dia sangat menyayangi anaknya. Tapi siapa sejatinya pemilik suara itu? 

Seminggu sudah aku menempati rumah ini setelah suamiku, Mas Heru,  dimutasi ke kota santri. Kami mengontrak rumah di sebuah komplek yang tak begitu padat. Sebagai istri seorang karyawan proyek,  aku sudah terbiasa ditinggal sampai larut malam.  Di tempat baru ini pun paling cepat Mas Heru tiba di rumah jam 7 malam.  

Dik Laras makan duluan ya,  Mas pulang agak malam karena harus ke lapangan.  Aku tersenyum membaca WA suamiku. Meskipun sudah lima tahun menikah kami belum dikaruniai cahaya mata, mungkin memang belum waktunya Allah memberikan rejeki tersebut kepada kami. Kesepiankah aku?  Sejujurnya iya.  Aku sangat ingin bisa memeluk seorang anak dan meninabobokan seperti wanita di sebelah rumahku.  

Meski sudah seminggu di sini aku belum terlalu mengenal tetangga yang tinggal di sebelah  rumahku. Saat aku dan mas Heru datang berkunjung untuk memperkenalkan diri,  mereka hanya menerima kami di pagar rumah sehingga kami hanya sedikit berbasa basi. Sepasang suami istri berusia sekitar setengah abad,  hanya mereka yang menemui kami. Dan hari-hari berikutnya saat aku menyapu halaman atau menyiram tanaman,  aku memang hanya melihat mereka. Tak ada anak kecil atau memang tak pernah dibawa keluar rumah?  Begitu juga wanita yang bersuara merdu itu,  mungkinkah dia wanita yang menemuiku atau ada lainnya? Aku pun belum pernah bertanya pada Mbak Narsih,  tetangga depanku. Aku takut dikira jadi orang baru yang kepo dan sok usil.  

*****

“Aku gak mau menggugurkan kandunganku, Bulek. Tolong jangan paksa aku untuk melakukannya,” wanita muda itu menangis terisak-isak sambil menciumi kaki orang yang dipanggilnya Bulek.  

“Kamu harus melakukannya,  kalau tidak kamu bisa mencoreng muka kami,” wanita itu menjambak rambutnya dengan kasar.  

“Tolong,  Bulek. Lindungi aku dan calon bayiku. Hanya Bulek yang bisa menyelamatkan kami. Tolong,  bulek..  Tolonnggggg,”

Tapi wanita bertubuh gempal itu terus menjambaki rambut wanita yang bersimpuh di hadapannya. Seperti ada kemarahan yang begitu memuncak.  

“Bu,  tolong jangan disiksa gadis ini.  Berhenti,  Bu,  tolong,” semakin lama aku tak sanggup melihat penyiksaan itu, aku harus bertindak.  Aku harus mencegahnya. 

“Dik, Dik Laras,  bangun Dik.  Kamu mimpi apa?” Mas Heru mengguncang tubuhku.  Aku terbangun dan memandang wajah suamiku Rupanya aku bermimpi. Siapa wanita muda yang menangis tadi,  dia begitu cantik. Dan wanita yang marah tadi aku tak bisa melihat wajahnya,  karena dia membelakangiku. Kenapa dia begitu tega. 

Mas Heru turun dari tempat tidur dan mengambil segelas air yang selalu aku siapkan di kamar sebelum tidur. “Minumlah Dik,  kamu hanya mimpi,  biasa itu bunga tidur. “

Aku mengangguk.  Kuteguk perlahan air putih yang diambilkan suamiku.  

“Ayo,  tidur lagi,  baru jam 1 malam. “ Mas Heru pun membelai rambutku dengan lembut dan memelukku penuh kasih sayang.  

“Aku tak tega,  Mas.  Dia hamil dan disiksa,” tak terasa butiran bening membasahi pipiku.  

****

Mimpi-mimpi itu bagaikan sebuah rangkaian cerita bersambung.  Sudah beberapa hari ini aku mendapatkan mimpi yang begitu aneh. Mimpi pertama aku melihat wanita muda hamil yang disiksa karena tak mau mengugurkan kandungannya, lalu mimpi wanita hamil tersebut  disekap dalam sebuah ruangan dan menangis minta tolong, sampai mimpi dia dipaksa untuk mengugurkan kandungannya dengan memberikan ramuan khusus.  

“Gak usah terlalu dipikir, Dik Laras.  Semua itu hanya mimpi,” itulah komentar Mas Heru saat aku menceritakan apa yang aku alami.

Dua minggu sudah kami berdomisili di rumah ini. Selama ini pula aku lebih sering sendirian di rumah,  karena proyek yang Mas Heru kerjakan memang sedang membutuhkan tenaga dan pikirannya.  

“Tapi aneh,  Mas.  Masak mimpi seperti cerita bersambung,” sahutku sambil menambah satu centong nasi ke atas piring Mas Heru.  Kuambil sayuran dan kuah sambal pecel buatanku,  lalu kutambah lagi dengan satu tempe bacem kesukaan Mas Heru.  

“Karena kamu terlalu mikir,  Dik.  Akhirnya ada di alam bawah sadarmu dan masuk dalam mimpi.”

Percuma memang aku memaksa Mas Heru untuk memahami mimpiku.  Lagi pula pikirannya memang sudah dipenuhi dengan beban pekerjaannya. 

Saat aku akan menguyah makanan di mulutku,  senandung itu kudengar lagi.  Hanya sayup-sayup dan Mas Heru bilang dia tak pernah mendengarmya.  

****

Aku baru saja selesai sholat Magjrib saat aku mendengar ada yang mengetuk pintu rumahku. Siapa ya yang datang?  Mas Heru tadi mengirimkan pesan di WA kalau dia baru pulang jam delapan. Aku segera beranjak dari dudukku dan hanya melepas mukena bawah.  

“Iya,  sebentar, “ ucapku saat kudengar ketukan yang ketiga yang dilakukan berulang-ulang. Bergegas aku menuju ke ruang tamu. Mungkin ada hal penting yang harus di sampai oleh sang tamu. 

Komplek ini memang tak terlalu besar dan masih banyak rumah yang belum dihuni. Bahkan rumah yang aku diami saat ini belum pernah ditempati oleh pemiliknya.  Saat Maghrib tiba biasanya tak ada lagi yang beraktivitas di luar  rumah. Kubuka pintu rumah kontrakanku.  Penasaran siapa yang datang saat maghrib begini.

Sepi,  tak ada seorang pun di luar.  Aku melihat pagar rumahku,  masih tertutup rapi.  Aku berjalan ke pagar dan melongok ke jalanan. Sepi tak terlihat orang yang sedang berjalan. Kulihat rumah Mbak Narsih sudah tertutup,  tak menunjukkan tanda ada yang baru keluar rumah.  Lalu siapa yang mengetuk rumahku? Bulu kudukku berdiri, tapi aku lawan rasa takutku.  Aku tak boleh kalah.  Aku masuk kembali ke dalam rumah dan saat aku akan menutup pintu rumahku aku melihat ada yang tergeletak di lantai teras. Sekuntum bunga mawar putih. Aku terkesiap melihatnya.  Dari mana bunga ini?  Di halamanku hanya ada bunga nusa indah dan bunga melati. Kupungut bunga itu dan kubawa masuk ke dalam rumah.  

****

Mimpi itu benar benar menakutkan. Aku melihat lelaki itu memegang tangan wanita hamil itu lalu memaksanya untuk meminum ramuan yang sudah disiapkan. Tapi wanita itu bisa melawan dan menumpahkan ramuan itu.  Perlawanan yang akhirnya membuat pria tersebut marah besar. Wanita itu didorong sampai terjerembab dan kepalanya membentur tembok.  Pria yang sedang dikuasai setan itu tak menghentikan kemarahannya.  Bukannya menolong,  dia semakin menyiksa wanita yang hamilnya sudah cukup besar itu. Kepala wanita itu dibentur-benturkan di tembok berulang kali sampai wanita tersebut lemas tak bergerak.  Dia mati. 

Lelaki tersebut terlihat bingung, seperti tak menyadari kalau apa yang sudah dilakukan telah menyebabkan kematian. Beberapa saat dia terdiam seperti memikirkan apa yang akan dilakukan. 

“Kita harus apakan mayat ini, Bu? “ tanyanya pada wanita yang baru saja masuk ke ruangan.  

“Semua ini karena salahmu,  kalau kamu tak genit,  dia tak akan hamil, “ wanita bertubuh gempal itu sinis menanggapi ketakutan suaminya.

“Sudahlah Bu. aku kan sudah minta maaf sama kamu. Semuanya sudah terjadi.  Sekarang Mawar sudah mati. Tak mungkin kita biarkan orang melihat mayatnya seperti ini,  aku bisa masuk penjara.”

Mayat wanita bernama Mawar  tersebut akhirnya di kuburkan di dalam kamar tersebut. Lantai keramik pun dirapikan kembali dan di atasnya di pasang sebuah lemari yang sangat besar menutupi lantai bekas dibongkar tersebut.  

Dan sebelum terbangun dari mimpi aku sadari bahwa aku mengenali wajah lelaki dan perempuan yang telah membunuh wanita hamil tersebut,  mereka adalah tetangga sebelah rumahku. 

Aku berteriak..   

“Dik Laras,  bangun Dik.  Kamu kenapa?  Mimpi apa kamu,  Dik?“ Mas Heru mengoyang-goyangkan tubuhku.

Aku terbangun dan langsung kupeluk erat Mas Heru.  Aku sangat ketakutan.  Aku tahu mimpiku bukan mimpi biasa.  Aku tahu sekarang ada yang tidak beres dengan tetangga sebelah rumahku.  

“Aku tahu sekarang,  Mas. Apa arti semua mimpiku selama ini, “

Mas Heru menarik napas seperti menahan kesabaran.  Sudah berulang kali dia berusaha meyakinkan kalau yang aku alami hanya mimpi belaka.  

“Memang kamu mimpi apa lagi,  Dik? “ tanyanya sambil memelukku erat. 

“Aku mimpi ada mayat yang dikubur di rumah sebelah dan mereka berdua adalah pembunuh. Aku akan lapor polisi, “

Mas Heru melepaskan pelukannya dan memandangku tak percaya.  Aku sadar jawabanku pasti akan membuatnya kaget.  

“Hush,  kamu jangan asal nuduh,  Dik. Semua itu cuma mimpi,  tak bisa jadi bukti untuk lapor polisi.”

Aku hanya terdiam. Aku sadar tak mudah memang untuk mencari sebuah bukti. Dan aku juga belum tahu pasti apakah mimpi itu benar.  

***

Aku baru saja pulang dari pasar saat aku lihat ada keramaian di sebelah rumahku. Terlihat ada mobil polisi, ada ambulans dan para tetanggaku pun ramai berkumpul. Mbak Narsih, Mbak Yani dan beberapa ibu lainnya tampak sedang ngobrol di depan rumahku. 

"Ada apa, Mbak Narsih ?" tanyaku ingin tahu.

Apakah memang betul mereka adalah pembunuh 

"Mereka terbukti telah membunuh Mawar, Dik Laras , " jawab Mbak Narsih. 

"Mawar ?" tanyaku tak percaya. 

"Dik Laras belum tinggal di sini. Dulu ada ponakan Bu Dania yang bernama Mawar ikut dengan mereka. Tapi memang sedah hampir setengah tahun ini kami tak pernah melihatnya lagi," penjelasan Mbak Yani cukup menjawab semua keiingintahuanku. 

"Ternyata mawar dinodai sama Pak Waskito, Dik. Dan Mawar hamil. Mereka membunuh gadis malang itu dan menguburkannya di salah satu kamar di rumah mereka," Mbak Narsih menambah lagi penjelasan yang membuat aku benar-benar tak percaya. 

Aku tak pernah lapor ke polisi. Aku juga tak pernah bercerita dengan para tetangga tentang apa yang kualami. Pak Warsito dan Bu Dania ditangkap karena laporan nenek dari Mawar yang ternyata juga mengalami mimpi yang sama denganku. Dan dia meminta keluarga besarnya untuk melapor polisi. Selama ini kedua suami istri itu mengatakan kalau Mawar minggat dengan kekasih hatinya. Maafkan aku, Mawar yang tak punya keberanian untuk menolongmu meski kamu sudah memberi banyak isyarat untukku. 

Semenjak pembunuhan itu terbongkar aku tak pernah lagi mendengar senandung Lelo Ledhung dari rumah sebelah. Tapi Insya Allah tak lama lagi aku akan mendendangkan lagu itu setiap hari, karena rejeki yang selama ini aku nantikan akhirnya datang juga. Ya, aku hamil. Terima kasih ya Allah .. Terima kasih, Mawar, semoga engkau tenang di sisiNya.  Kubuka sebuah novel kesayanganku, ada sekuntum mawar yang sudah kering. Dan aku tak akan pernah membuangnya. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun