Mohon tunggu...
Fariq Tasaufy
Fariq Tasaufy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

when the world turns against my will....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita dan Sebuah Dompet

22 Maret 2012   17:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:36 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh, mesum to... Tuhan, pintar ya mbak ini. cantik pula." Sanjungku.

Ia hanya tersenyum padaku, lesung pipinya semakin membuatnya manis, dan itu menghapus keletihanku. Ingin rasanya melanjutkan pembicaraan. Ingin kutanyakan nama, namun hati merasa hina. Ingin tahu alamatnya, namun dengan apa aku kerumahnya. Untuk memberi ongkos perjalanan saja, ibu sampai meminjam uang pada Pak Richard, belum juga untuk memenuhi keperluanku sehari-hari saat mencari kerja di kota. Ah, bodohnya aku...

Angin mulai berhembus dari jendela, menyibak gerahnya suasana. Besi tua semakin cepat, sisir jalanan yang lenggang di minggu pagi. Mungkin karena bertepatan dengan car free day yang di gagas oleh pemkot berkerjasama dengan Jawa Pos, ditambah lagi dengan pabrik beserta kantor yang sedang libur kerja. Sehingga jalanan Surabaya tampak lenggang. Bus pun melaju dengan cepat. Sibak jalanan kota yang sepi. Terkadang terhenti oleh lampu merah dan penumpang yang bergantian naik turun. Gedung-gedung yang menjulang tinggi, berderet tak karuan, terlihat jelas dari jendela.

"Persiapan... Pandegiling... yang turun Pandegiling..." Seru kondektur genit.

Tak ada seorangpun yang beranjak dari kursi. Begitu pula wanita yang sebangku denganku. Matanya terpejam, nampaknya sudah tertidur pulas. Sesekali kepalanya tak sengaja menempel di bahu. Padahal bajuku kumal-bau badanku juga tak sedap, bahu dan dadaku jua tak tegap. Tangannya tak sengaja jatuh di pahaku. Aku pindahkan, aku malu jika ada orang lain yang melihatnya.

"Karcis mas... karcis..." Aku berikan uang pecahan dua puluh ribu pada kendektur genit. Iya memberi kembalian padaku separuh darinya.

"kok Cuma sepuluh ribu pak kembaliannya?"

"lha itu mbak yang tidur mas. Bukannya pacar mas?"

Ia terbangun. Nampaknya ia merasa terganggu dengan perbincangan kami. Dan akhirnya terbangun dari tidurnya. Aku pun terdiam, terpaku memandangi paras cantiknya yang nampak kusut. Ingin kuusap kotoran yang menempel di pipinya, dan mengembangkan senyumku padanya.

"Ada apa mas?"

"Ndak papa mbak, itu tadi kendektur ngajak saya bicara."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun