Pemberitaan yang gencar dari beberapa media tentang para petinggi Kepolisian yang memiliki rekening gendut, muncul pula pemberitaan lanjutan adanya pengakuan dari Kepolisian sendiri tentang adanya dana jutaan Dollar masuk ke POLRI. Berdasarkan atas laporan keuangan PT. Freeport Indonesia, sejak tahun 2001 sampai tahun 2010, PT. Freeport Indonesia telah menyerahkan pembayaran dana pengamanan kepada aparat Kepolisian Indonesia dan TNI dalam jumlah akumulasi sebesar 79,1 juta Dollar AS. Hal ini terungkap dalam jumpa pers di sekretariat ICW Jakarta Senin 31/11/2011 yang disampaikan oleh Firdaus Ilyas. Temuan pertama oleh Kontras yang diekpose selama ini hanya berjumlah 14 Juta Dollar AS, ternyata telah diterima aparat kita dari PT. Freeport Indonesia dalam jumlah yang lebih besar lagi dan cukup mengejutkan.
Menurut Kepolisian RI, dana tersebut adalah untuk mendukung keberhasilan penanganan, pengamanan serta penanggulangan dari kemungkinan terjadinya gangguan keamanan di Papua. Sehingga sangat wajar diberikan dari Freeport ke Polri. Hal ini disampaikan di Mabes Polri oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Boy Rafli Amar pada hari Kamis (3/11/2011). (Sumber : Antara & Harian Republika)
Belum selesai permasalahan Rekening Gendut Petinggi Kepolisian dan Setoran PT. Freeport, kini Kepolisian terjerembab lagi dalam kasus manipulasi Simulasi SIM.
Pertemuan Petinggi Polri Ada Yang Marah-Marah.
Pada Senin 6 Agustus 2012 sejumlah jenderal polisi berkumpul di gedung Mutiara PTIK, diantaranya Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Komjen Nanan Sukarna, Kabareskrim Komjen Pol Sutarman, mantan Kapolri Jenderal purn Da'i Bachtiar, mantan
Kapolri Jenderal purn Chaeruddin Ismail bahkan mantan Kapolri Jenderal purn Awaloedin Djamin juga hadir. Ada apa ? para jendral dan mantan berkumpul ? Ternyata dalam pertemuan itu Kapolri meminta dukungan dari para seniornya untuk memberikan semangat dalam menghadapi masalah yang lagi menimpa para petinggi Kepolisian RI demi menjaga integritas Polri. Malah para Jendral dan mantan Jendral itupun sepakat untuk berada dibelakang Kapolri Timur Pradopo.
Dalam pertemuan penting itu, ada beberapa jendral polisi yang emosional sampai-sampai mengatakan "Kami siap melawan KPK"!!! "Kita siap kokang bedil untuk menghadapi masalah kasus simulator SIM ini !!!)", Dan kalau berbeda pendapat dengan KPK, dan tidak mau cocok ya perang saja. Tidak usah kumpul-kumpul, berantem saja," tegas Awaloedin, dengan kesalnya menuding KPK. (majalah detik). Kalau demikian para aparat Kepolisian kita, apalagi petinggi yang senior berkata seperti ini, masihkah Kepolisian RI yang dimanajemen oleh mereka masih bisa kita percayai ? Dalam hal ini, Presiden RI saatnya turun tangan membenahi Kepolisian RI dengan segera sebelum kondisinya lebih parah lagi.
Pertemuan DS Beberapa Kali Dengan Kapolri Timur Pradopo.
Rupanya secara diam-diam, pada tanggal 1 Agustus 2012 sore, Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) Irjen Djoko Susilo (DS) sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) mengadakan pertemuan diruang Kapolri dengan Kapolri Timur Pradopo. Selanjutnya DS juga melakukan pertemuan dengan Kapolri pada tanggal 6 Agustus 2012 pagi hari.
Menurut majalah detik, Bila pertemuan dengan senior dilakukan pada siang, pertemuan dengan sejumlah perwira menengah (Pamen Polri) yang jadi anak buah Timur dilakukan pada pagi harinya. Bukan itu saja. Mabes Polri juga mengundang pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan Romli Atmasasmita. Kedua pakar hukum tata negara itu yang ikut membidani lahirnya UU KPK, dimintai pendapat soal kisruh kewenangan pengusutan proyek simulator senilai Rp 196,8 miliar itu. Yang jadi aneh, Bareskrim juga mengundang pengacara Djoko, Hotma dan Juniver.
Selanjutnya menurut majalah detik, Pertemuan keempat terjadi pada Jumat 10 Agustus 2012. Apa isi pertemuan dan siapa pesertanya kurang diketahui. Namun pertemuan itu diakui oleh Hotma. "Ini pertemuan yang keempat," kata Hotma setelah keluar dari ruang Divisi Hukum Mabes Polri sore hampir magrib itu. Di sinilah kejanggalannya, pengacara Kapolri dan pengacara tersangka KPK Djoko Susilo ternyata tim yang sama, Hotma cs. Sejumlah kalangan mengkhawatirkan bila kasus simulator ditangani Mabes Polri seperti yang ngotot dimaui korps cokelat itu, akan terjadi conflict of interest. Lantas bagaimana conflict of interest itu tidak akan terjadi bila pengacara Kapolri dan pengacara tersangka merupakan orang yang sama? Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar menegaskan tidak perlu khawatir akan terjadi conflict of interest. "Tidak. Terima kasih ya," kata Boy. (majalah detik).
[caption id="attachment_200437" align="aligncenter" width="639" caption=" Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) Irjen Djoko Susilo (DS) Sumber Gambar : (108jakarta.com, republika.co.id)"][/caption]
Proyek simulator bernilai 196,8 miliar. Rinciannya adalah untuk simulator roda dua Rp 54,4 miliar. Sedangkan untuk roda empat sebanyak Rp. 142,4 miliar. Dari nilai proyek itu diduga dimanipulasi sebesar Rp 102 miliar. Uang itu menurut Sukotjo mengalir ke sejumlah jenderal, antara lain ke mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo Rp 2 miliar, ke Irwasum dan tim Rp 1,7 miliar, entertain personel Korlantas Rp 1,05 miliar dan masuk ke Primkoppol Rp 15 miliar. Selebihnya kemana ? Pengadilanlah yang bisa mengungkap itu.
Kepolisian kita sampai saat ini masih tidak mau melakukan perubahan dan ternyata pernyataan perubahan dan ingin membuat citra baik Kepolisian RI yang digembar-gemborkan selama ini  pada setiap hari ulang tahun Kepolisian RI, hanyalah sebagai pernyataan kemunafikan yang basa-basi dari lembaga Kepolisian RI.
Kronologis Singkat Kasus Simulator SIM. (dikutip dari majalah detik)
Januari 2012
Sukotjo S. Bambang, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) sekaligus pelaksana subkontrak proyek simulator SIM melaporkan dugaan korupsi proyek driving simulator yang melibatkan sejumlah perwira tinggi Polri kepada KPK.
14 Februari 2012
Sukotjo diajukan ke pengadilan oleh Budi Susanto. Ia didakwa menggelapkan dana Rp 38,23 miliar dari uang proyek driving simulator.
10 Mei 2012
KPK memberitahu Polri mengenai penyelidikan kasus Simulator SIM. Saat itu perwakilan Mabes Polri Kombes Pol Wiyagus, yang menerima pemberitahuan ini memberi lampu hijau kepada KPK. Mei 2012 Pengadilan Negeri Bandung menuntut  Sukotjo 3 tahun 6 bulan penjara.
25 Juli 2012
Pengadilan Tinggi Jawa Barat menguatkan putusan PN Bandung dan memvonis Sukotjo 3 tahun 10 bulan.
27 Juli 2012
KPK menetapkan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek driving simulator 2011. KPK juga menggeledah kantor Korlantas Mabes Polri, tetapi sempat dihalangi polisi.
1 Agustus 2012
KPK menetapkan Brigjen Didik Purnomo sebagai tersangka. Selain Didik, KPK juga menetapkan Budi Susanto dan Sukotjo sebagai tersangka.
2 Agustus 2012
Mabes Polri menetapkan 5 tersangka, yakni Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Wakakorlantas) Polri Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo, Sukotjo dan Budi Susanto. Irjen Djoko Susilo tidak masuk dalam daftar itu.
3 Agustus 2012
Polisi menahan 4 tersangka dugaan korupsi simulator SIM. Wakakorlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legimo ditahan di Rutan Mako Brimob, sementara Budi Susanto ditahan di Bareskrim.
8 Agustus 2012
Presiden SBY berbicara enam mata dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad. Namun tak ada instruksi teknis siapa yang berwenang menangani kasus ini. SBY hanya berpesan agar dominasi KPK jangan pinggirkan Polri.
6 Agustus 2012
Pimpinan KPK bertemu dengan Pimpinan Polri, tapi tak tercapai kesepakatan. Polri tetap ngotot mengusut kasus ini karena telah melakukan penyelidikan sejak April 2012. Sedangkan KPK menyatakan telah melakukan penyelidikan sejak Januari 2012.
9 Agustus 2012
Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Mantan Kepala Korlantas Irjen Djoko Susilo terkait kasus dugaan korupsi simulator SIM. Namun status Djoko masih sebagai saksi.
Menurut majalah detik selanjutnya, "Tak pernah ada teori hukum satu kasus dengan tersangka yang sama diusut dua lembaga penegak hukum sekaligus. Rebutan kasus simulator SIM antara Polri-KPK bisa berdampak pada ketidakpastian hukum di Indonesia. Tersangka lain tak tersentuh, barang bukti terancam hilang".
[caption id="attachment_200438" align="aligncenter" width="647" caption="Dua Rumah tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo (108jakarta.com, vivanews.com)"]
Ada Kasus Lebih Besar Lagi, Nilainya Triliunan Rupiah.
Suatu pengakuan yang disampaikan pengacara Sukotjo S. Bambang, Erick S Paat. Sukotjo adalah pelaksana subkontraktor proyek pengadaan simulator anggaran 2011. Proyek itu sebenarnya dimenangkan Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMAA). Karena perusahaan Budi bukan ahli membuat simulator, proyek lalu disubkontrakkan pada Sukotjo. Erick S Paat mengatakan, sebenarnya ada kasus manipulasi besar lainnya selain Simulator SIM yang nilainya Triliunan rupiah.
Lalu proyek apa bernilai triliunan yang dibrokeri Budi Susanto (PT.CMAA) selain simulator ? Erick enggan buka mulut. "Baiknya tanya saja KPK. Mereka sudah pegang data-datanya", ucapnya singkat. Sementara KPK hingga kini pun enggan membeberkan apa kasus yang lebih besar. Mereka tengah konsentrasi mengungkap kasus simulator. "Kita cooling downdulu," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.
Adanya kasus yang lebih besar di balik kasus simulator sebenarnya sudah menjadi kecurigaan banyak kalangan. Masalah UU vs MoU, masalah etika, masalah ingin membalikkan idiom mana mungkin 'jeruk makan jeruk', soal ketersinggungan karena diobok-obok KPK yang dijadikan alasan Polri dinilai tidak mendasar.
"Saya kira sikap Polri yang saat ini terkonsolidasi dalam citra yang buruk adalah sebagai upaya untuk melindungi para perwira mereka. Itu juga sebagai strategi supaya KPK tidak masuk lebih jauh," urai Neta.
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta Sanusi Pane juga percaya kengototan polisi sebagai upaya menghalangi KPK agar tidak menyentuh kasus yang lebih besar lagi. Ia membeberkan selama ini sudah menjadi rahasia umum Korlantas menjadi ATM bersama sejumlah perwira. Sekalipun ada juga dana dari Korlantas yang mengalir untuk menutupi kegiatan organisasi yang kurang biaya. Soal Korlantas menjadi ATM bersama itu juga diakui seorang makelar pembuatan SIM dan STNK. Ia menuturkan setiap hari Jumat ada setoran 'uang haram' dikumpulkan yang kemudian dibagikan secara merata berjenjang dari atas ke bawah. Uang itu antara lain dari uang pelicin pembuatan by passSIM dan STNK. "Untuk bikin SIM saja, coba lihat di kantor polisi atau samsat. Kalau normalnya bikin SIM A atau B kan Rp. 250 ribu. Tapi kalau mau lewat jalur cepat itu, ya pokoknya tinggal foto bisa dikenai Rp 530 ribu per SIM," cerita si makelar SIM itu.
"Nah, setiap hari seorang anggota Lantas di kepolisian khusus menangani SIM dan STNK ini bisa mengantongi Rp. 1 juta per hari. Nah ini dikumpulkan setiap hari. Kalau saya ingat setiap Kamis atau Jumat, uang hasilnya itu disetor ke atasannya sampai ke paling atas," cetus makelar yang tidak mau disebut namanya itu. Kriminolog Adrianus Meliala mengemukakan hal yang hampir sama. Bagi Adrianus, hal yang wajar bila masyarakat menduga ada sesuatu yang ingin disembunyikan Polri. "Mungkin ada yang disembunyikan, kemungkinan karena polisi punya kepentingan," terang Adrianus. Kengototan itu memang akan banyak memunculkan isu liar yang memperburuk citra polisi sendiri. (sumber majalah detik)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H