Kampung Impres tiba-tiba saja seakan terhenti, sepi, bahkan tawa segelintir orang pun sekan menjauh. Iya..., Sejak itu, sejak wanita itu tiba-tiba meninggal begitu cepat.
Rano, memberikan kabar yang cukup menghentakkan dada. Pasalnya tiada kabar bahwa wanita itu sakit selam ini, lantas terdengar kabar yang tiba-tiba. Ia mati.
Pagi, kala itu, kala matahari benar-benar malas menampakkan dirinya. Awan-awan menyelimuti seakan membuatnya tertidur pulas. Bahkan sekadar suara burung saja malas untuk berbagi kicau.
Musleh mengantarkan pisang ke rumah wanita itu, bik Kulsum namanya. Musleh adalah kemenakannya yang paling dekat. Di samping rumahnya yang dekat, memang sejak lahir ia ditinggal ibunya, kakak bik Kulsum persis di atasnya. Ia dari 9 bersaudara.
Pisang rebus yang diantar Musleh tadi ia bawa ke ladang. Pagi yang mendung itu, ia masih pergi roges, bersama tetangga-tetangganya.
Di mata tetangga ia adalah sosok yang periang, bik Kulsum tak kehabisan bahan candaan, siapa tak betah dengannya? Hampir semua orang sekampung betah dengannya.
Obrolannya tak kehabisan topik. Bahkan pisan rebus yang dari Musleh. "Lah iya, pisang itu kalau matang kan manis, tapu namanya manusia, biar lebih manis lagi ya direbus, kayaknya suatu hari nanti yang direbus tidak hanya pisang, pepaya juga direbus." Guraunya
Semua orang tertawa dan kenapa bisa terpikir hal demikian?
Yang jelas, ia adalah sosok yang tiada henti membuat siapapun tertawa dan seakan tidak ada masalah jika sudah bersamanya, masalahnya kalau ia sudah tak bergurau dan tertawa.
***
"Kalau mau menikah ya harus pintar cari calon istri le.." ucap Bik Kulsum
"Kalau yang saya ajak kemarin bagaimana?" Tanya Putra, anaknya