Mohon tunggu...
Khoirul Anam
Khoirul Anam Mohon Tunggu... -

Seorang pemuda otodidak yang berupaya menjadikan hidup bernilai lebih.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja di Gubuk Tua

11 Desember 2011   06:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:32 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Alhamdulillah, Mbok. Hasil jualan hari ini ditambah uang tabungan Bejo insya Allah masih sisa buat bayar iuran sekolah adik-adik," kata Bejo dengan senyum lebar di bibirnya.

***

Waktu terus berjalan. Gelombang kehidupan datang silih berganti mendobrak dinding zaman tanpa ampun. Hidup seperti roda yang terus menjungkirbalikkan segala asa. Berjuta-juta kesabaran sudah terlalu sesak menumpuk di gudang hati Bejo. Tapi, siapa yang tahu rahasia Ilahi di balik lika-liku kehidupan. Manusia hanyalah makhluk lemah meski kadang merasa hebat.

Seiring dengan waktu yang terus berputar, Bejo pun kian tumbuh dewasa. Ia mulai memahami dunia bisnis dan pola pikirnya semakin bijaksana. Pengalaman selama sekian tahun berjualan jamu serta memiliki relasi yang luas membuat Bejo berkeinginan mengembangkan bisnis jamu. Ia teringat firman Tuhan yang disampaikan oleh seorang ulama sewaktu acara pengajian di kampungnya, "Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka sendiri yang merubahnya."

Bejo berencana memperluas pemasaran jamu dengan cara mengemasnya dalam botol dan disegel. Ia akan menerapkan teknis khusus yang diajarkan seorang pakar jamu tradisional terkemuka agar jamunya dapat bertahan lama. Sebab, tanpa teknis tersebut, jamu seperti beras kencur, kunir asam, pahitan, akan cepat basi. Dengan didorong tekad yang kuat, Bejo memutuskan untuk menggadaikan sertifikat tanah. Maklum, Ia belum memiliki modal untuk menjalankan bisnisnya. Setelah mendapat modal, Bejo segera merekrut tiga karyawan untuk membantu menjalankan bisnisnya. Namun, karena modal yang dimiliki hanya terbatas, Bejo memutuskan untuk perdana ini hanya memproduksi jamu pahitan. Sebab, jamu pahitan memiliki khasiat yang sudah terkenal di masyarakat. Antara lain berfungsi untuk melancarkan peredaran darah, mengobati malaria, penyakit kulit, dan masih banyak lagi.

Bejo memanfaatkan relasinya yang luas untuk memasarkan jamu. Gayung pun bersambut, mereka dengan antusias bersedia memasarkan. Tapi sayang, setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, jamu produksi Bejo nyaris tak dijamah konsumen. Bisnis yang diyakini akan berhasil mengangkat perekonomian keluarga ternyata gagal di pasaran. Bejo benar-benar bangkrut. Padahal, beban di pundaknya kian hari bertambah berat. Bagaimana tidak? Kedua adiknya kini sudah hampir lulus SLTA, tentu butuh dana yang tidak kecil untuk membiayai sekolah mereka.

Di tengah kondisi kritis seperti itu, debt collector dari pegadaian datang ke rumah Bejo. Sesuai perjanjian, sejak seminggu yang lalu seharusnya Bejo sudah melunasi hutangnya. Dengan rendah hati Bejo meminta keringanan agar diberi waktu seminggu untuk melunasinya. Pihak pegadaian akhirnya menyetujui, sekalipun dengan nada menggerutu. Bejo lari ke sana - ke mari mencari uang pinjaman, namun tak ada yang mau menolongnya. Padahal, waktu yang dijanjikan tinggal satu hari.

Di tengah rasa gelisah setengah putus asa, seorang pakar jamu tradisional terkemuka yang mengajari Bejo dahulu datang berkunjung ke rumah. Pak Eko, namanya. Setelah ngobrol cukup lama, Pak Eko kemudian mengutarakan maksud kedatangannya.

"Kabarnya kamu sedang butuh uang?" kata Pak Eko.

"Hemm... Iya, buat melunasi hutang di pegadaian. Maklum, bisnis saya sedang bangkrut," kata Bejo tertunduk sedih.

"Sudah, jangan bersedih. Ini saya ada uang sedikit, semoga bisa membantu," kata Pak Eko sambil memberikan amplop tebal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun