Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tuduhan BPK: Salah Alamat?

24 Juni 2016   13:04 Diperbarui: 25 Juni 2016   05:45 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Tentang tanah yang baru dimiliki setelah 2 tahun lagi ?

  •  Dalam dunia bisnis itu hal yang biasa. Bukankah ada akte notarisnya ? Pemprop DKI itu membeli tanah di daerah strategis  yang harus berebut dengan kalangan pebisnis. Kalau tidak masuk dahulu, tanah itu bisa dibeli pihak lain, dan nilai  ekonomisnya akan semakin mahal. Ini tidak sama dengan kalau Pemprop DKI membeli mobil dinas yang dikhawatirkan nantinya akan cepat rusak kalau tidak dipakai sekarang.

4. Tentang beli tanah HGB ?

  • Kebetulan saya juga pernah beli tanah yang statusnya HGB, tetapi harganya tetap harga pasar dan ketika beli bisa langsung diubah sertifikatnya menjadi SHM. Jadi pemahaman kalau HGB habis berarti jadi milik negara, sepertinya memang tidak berlaku. Seharusnya BPN perlu memahamkan tentang hal ini kepada masyarakat luas. Yang benar seperti apa ?

5. Tentang  seharusnya pembelian tanah itu tidak bisa dimasukkan dalam APBD-P karena tidak ada kriteria yang mendukung  ?

  • Untuk bisa masuk APBD-P harus ada syaratnya, yaitu:: tercantum dalam KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara), ada pergeseran anggaran,  masuk dalam kategori luar biasa, dan masuk dalam kategori “gawat darurat”. Kalau mempertimbangkan apa yang sudah dikemukakan di atas, maka pembelian tanah sumber waras itu bisa dimasukkan  dalam APBD-P DKI  dengan kategori luar biasa atau gawat darurat. Sebab selama ini aset tanah strategis yang dimiliki Pemkot DKI hampir habis karena berubah fungsi menjadi kawasan bisnis. Jadi kalau tanah tersebut tidak dibeli sekarang, dikhawatirkan gagal memilikinya. Pemikiran Pak Ahok itu sangat “luar biasa”, beliaunya ini melihat jauh ke depan.

6. Mengapa beli tanah sengketa ?

  • Padawaktu pembelian  berlangsung tidak termasuk tanah yang menjadi sengketa. Terbukti pihak Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) baru mengajukan gugatan pada 3 Juni 2016. Karena misi pembelian tanah tersebut untuk kebaikan, maka hal ini akan dilindungi oleh negara. Jadi kalau kemarin di ILC sempat ada yang menyebut Pak Ahok ini penadah dan orang korupsi seolah jadi pahlawan, sebaiknya beliaunya ini minta maaf kepada Pak Ahok dan seluruh peserta dan pemirsa ILC kemarin.

7. Mengapa proses penawarannya  begitu cepat ? Sedang PT KCU saja mau bayar dengan dicicil sementara Pemprop DKI langsung lunas ?

  • Proses jual-belinyaberlangsung  cepat dan tidak ada penawaran lagi,  karena harganya sudah rendah yaitu  sudah pada batas NJOP, yaitu nilai jual yang jadi perhitungan pemerintah untuk menentukan pajaknya. Penawaran  di harga NJOP  itu sudah sama dengan standar ganti rugi yang berlaku selama ini. Kalaupun rakyat bisa menikmati adanya keuntungan kenaikan NJOP, itu adalah rejeki mereka, Pemprop DKI tidak berhak dan tidak boleh  merampasnya. Lalu, mengapa Pemprop DKI langsung membayarnya  lunas, walaupun kepemilikannya menunggu 2 tahun lagi ?  Karena dengan membayar lunas berarti urusan kepemilikan tanah tersebut sudah selesai, tinggal menunggu waktu serah terima sesuai dengan perjanjian notaris yaitu 2 tahun lagi. Kalau bayarnya mencicil, dan di tengah jalan ada masalah, maka akan membuat kepemilikan tersebut menjadi tidak ada kepastian. Apalagi,  Pemprop DKI memiliki dana yang tidak terpakai.

8. Mengapa harganya tidak seperti yang ditawarkan PT KCU  Rp 15 juta per m2  ?

  • Harga penawaran PT KCU itu terjadi pada tahun 2013 ketika NJOP-nya masih Rp 12 jutaan per-m2.  Jadi mereka menawar di atas harga NJOP waktu itu. Sementara Pemprop DKI beli dengan harga  NJOP 2014, dimana harga ini sudah naik menjadi Rp 20 jutaan per-m2, dan yang  menaikkan  NJOP itu Dirjen pajak bukan gubernur DKI. Jadi penawaran Pemprop DKI justru lebih murah dibandingkan dengan penawaran PT KCU yang di atas NJOP waktu itu.

9. Membuat dokumen fiktif ?

  • Sebenarnya administrasi fiktif  di negeri ini sudah menjadi hal yang biasa, bukan sesuatu yang tabu. Barangkali Pak Ahok memanfaatkan kebiasaan tersebut. Yang penting,  bukan untuk kejahatan atau tidak membahayakan, sepertinya masih bisa diterima. Atau juga, barangkali  Pak Ahok tidak mengetahui akan hal ini ?

10. Menunggak PBB ?

  • Itu merupakan bagian dari penyebab mengapa tanah tersebut dijual, karena mereka tidak mampu membayar pajak yang mahal. Kalau tidak pasti akan dipertahankan demi investasi yang lebih lama lagi, dan kalaupun mau dijual nanti kalau harganya sudah sangat tinggi lagi. Justru karena mereka butuh uang itulah jadi peluang Pemprop DKI untuk bisa membelinya.

11. Bukankah masih terikat kontrak perjanjian dengan PT KCU ?

  • PT KCU mau membeli dengan syarat kalau Pak Ahok mengizinkan untuk dibuat kepentingan  bisnis atau mall. Karena itu ketika izinnya ditolak Pak Ahok pada 2 Desember 2013, maka transaksinya menjadi tidak dilanjutkan. Barangkali, PT KCU   menunggu gubernur baru saja, siapa tahu ada perubahan sikap. Uangnya yang sudah masuk, tentunya terserah pada kesepakatan mereka.

12. Harga ditentukan sebelum APBN-P ?

  • Harganya sesuai NJOP jadi itu sudah yang paling murah, karena perhitungan pajak juga atas dasar NJOP. Kalau Pemprop DKI memaksa dengan harga di bawah NJOP berarti Pemprop DKI “memeras rakyatnya”. Lalu yang disuruh membayar atas perhitungan kekurangan pajaknya siapa ?

13. Tidak ada evaluasi seperti yang diminta Kemendagri ?

  • Pak Ahok harus  mengejar waktu maksimal akhir Desember 2014,  kalau ingin mendapatkan harga yang murah. Sebab kalau ganti tahun berikutnya dikhawatirkan harganya sudah naik lagi. Sebagai gambaran NJOP tahun  2012 Rp 7 jutaan/m2 ,  NJOP tahun 2013 Rp 12 jutaan/m2,  NJOP tahun  2014 Rp 20 jutaan/m2. Bisa terbayang berapa besar kenaikannya ? Kemudian, kalau melihat  kondisi tidak harmonisnya hubungan gubernur DKI dengan DPRD, maka kalau harus menunggu evaluasi dengan DPRD bisa-bisa justru gagal, karena banyaknya kepentingan yang akan bermain.  MUNGKIN, pertimbangan seperti itulah yang  jadi “kenekadannya”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun