Sebelum membahas tentang konsep gotong-royongnya, harus dipertegas terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan jaminan sosial kesehatan ini, bukan berarti pemerintah menjamin seluruh biaya pengobatan setiap warga negaranya ketika sedang sakit. Tetapi, pemerintah menjamin kepastian adanya pelayanan kesehatan, ketika warga negara tersebut mau mengikuti program jaminan sosial kesehatan nasional yang diselenggarakan pemerintah melalui BPJS. Hal tersebut perlu dikemukakan terlebih dahulu, karena selama ini juga ada pro-kontra tentang makna jaminan sosial kesehatan. Dalam hal ini, penulis sepakat dengan pemerintah bahwa jaminan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada mereka yang mengikuti program jaminan sosial kesehatan, atau lebih dikenal dengan istilah asuransi kesehatan. Masalah yang tidak mampu membayar untuk sementara harus dibayari oleh negara terlebih dahulu, itu tidak menjadi masalah, asalkan nantinya setelah mereka memiliki penghasilan yang layak, kemudian mereka harus bayar sendiri. Dengan demikian, anggaran negara tidak terkuras untuk membiayai orang sakit, karena dana pengobatan kesehatan rakyat diperoleh dari iuran peserta BPJS.
Kembali kepada pokok persoalan, mengapa jaminan kesehatan nasional dengan prinsip gotong-royong yang sudah berjalan ini menimbulkan permasalahan-permasalahan sebagaimana yang sudah dikemukakan tersebut. Jawabnya karena gotong- royong yang dilakukan itu ternyata mengabaikan prinsip-prinsip yang harus menjadi dasar pemikirannya. Akibatnya, manfaatnya tidak bisa maksimal dan banyak menimbulkan dampak negatif yang kurang menguntungkan bagi perjalanan bangsa Indonesia. Untuk itulah, sistem yang belum tepat ini perlu direvisi agar tidak semakin merugikan.
Prinsip-prinsip Gotong- royong yang Ideal dalam Jaminan Kesehatan Nasional
Prinsip-prinsip gotong- royong yang ideal dalam penerapan jaminan sosial kesehatan, mengandung makna bahwa sistemnya harus sederhana dan sistemnya harus adil untuk semua peserta BPJS. Mengapa harus sederhana ? Karena kalau sistemnya sederhana, itu mudah dipahami sehingga kalau masyarakat merasa cocok maka mereka akan mau menjadi pesertanya. Sebagai contoh: setiap peserta BPJS yang dibayar negara akan dapat fasilitas pelayanan kesehatan di kelas III. Kalau ingin naik kelas, maka dia harus membayar iurannya sesuai dengan yang diinginkan. Artinya pekerja negara atau siapapun yang mau dibayari negara harus ditempatkan di kelas III.
Sedangkan kalau sistemnya rumit itu sulit untuk dipahami masyarakat umum, sebagaimana yang sekarang ini berlaku, yaitu ada peserta yang membayar penuh, ada yang membayar 1%gaji, ada yang sebagian besar dibayar perusahaan, ada yang sebagian besar ditanggung negara, dan ada yang semuanya dibayar oleh negara. Sehingga, hal ini menimbulkan kecurigaan masyarakat umum terhadap oprasional BPJS, yang seolah-olah hanya dijadikan alat negara untuk “memeras” orang-orang swasta agar membiayai jaminan kesehatan pihak-pihak yang biaya kesehatannya ditanggung oleh negara. Karena itu, untuk membebaskan dari kecurigaan ini, pemerintah dan DPR perlu memperbaiki sistem BPJS yang sudah berjalan ini.
Kemudian, mengapa sistemnya harus adil untuk semua peserta BPJS ? Karena kalau sistemnya adil, maka dampaknya juga akan membuat masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya. Dengan demikian, mereka mau terus menjadi peserta BPJS dan tidak putus di tengah jalan untuk pindah ke jaminan kesehatan yang lainnya ataupun tidak ikut sama sekali.
Berikut ini merupakan penjabaran dari keadilan yang harus diterapkan dalam sistem jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan oleh BPJS, yaitu:
1. Harus Ada Kesetaraan Jaminan Pelayanan Kesehatan
Harus ada kesetaraan/kesamaan jaminan pelayanan kesehatan, maksudnya bahwa jaminan pelayanan kesehatan terhadap semua warga negara Indonesia yang dibiayai oleh negara adalah sama, misalnya: semua di kelas III. Tidak ada perbedaan untuk warganegara yang memiliki profesi tertentu, misalnya kalau PNS golongan III akan dapat jaminan pelayanan kesehatan dari negara di kelas I, pejabat dapat jaminan pelayanan kesehatan di kelas I, karyawan perusahaan BUMN dapat jaminan pelayanan kesehatan di kelas II atau kelas I. Jadi, bagi warga negara yang ditetapkan untuk dibayari negara hanya di kelas III.
Kalau mereka merasa mampu, baik karyawan perusahaan ataupun pekerja negara dipersilahkan membayar sendiri sesuai dengan kelas yang diinginkannya. Dengan demikian negara tidak menanggung iuran BPJS pekerja negara terlalu besar, BUMN dan BUMD tidak membayari iuran BPJS karyawan BUMN dan BUMD terlalu besar. Perusahaan swasta juga tidak membayar iuran BPJS karyawannya terlalu besar. Juga negara tidak menutup peluang para pekerja negara atau karyawan perusahaan yang mampu ini untuk berkontribusi dalam kegiatan bergotong royong dalam membuat Indonesia yang lebih sehat. Sedangkan untuk pejabat negara sebagaimana yang disebut dalam UUD, nanti ada fasilitas kesehatannya tersendiri yang diatur oleh pemerintah.
2. Harus sama-sama melakukannya sendiri