Direktur Pelaksana RUSADA (Russian Anti Doping Agency) tentu menolak tuduhan doping WADA pada negaranya.
Rodchenkov sadar dirinya mulai dikuntit petugas dan gerak-geriknya diawasi sebab apapun yang ia katakan bisa membahayakan Rusia dan WADA sekaligus.
Hal ini bisa berdampak pada keikutsertaan Rusia dalam Olimpiade Rio 2016. Rusia sebagai negara besar nggak bisa melewatkan event sekaliber olimpiade karena ini mempertaruhkan gengsi bangsa mereka. Sebagai bangsa, Rusia emang dikenal punya ego yang menjulang sampai langit ketujuh deh.
Akhir 2015, Rusia resmi dicoret dari semua kompetisi Asosiasi Atletik Dunia.
Pada Fogel, Rodchenkov mengatakan ia ingin keluar dari Rusia secepatnya.
Untungnya ia bisa lolos terbang ke AS. Keluarga Rodchenkov sendiri masih di Rusia. Mereka menghubungi pengacara Edward Snowden yang berpengalaman menangani kasus hukum serumit ini.
Rodchenkov ingin menguak skandal ini dan berkata jujur ke publik dunia tapi semua itu tak memungkinkan karena keselamatannya bisa terancam.
Di saat seperti ini, Rodchenkov teringat dengan novel "1984" karya novelis terkenal Inggris George Orwell. Ia pertama kali membaca novel tadi di tahun 1989 saat berusia 30 tahun. Di Rusia, novel itu dilarang keras untuk dibaca. Ya bisa dipahami wong isinya emang satir untuk pemerintahan otoriter macam Soviet kala itu kok. Dan anehnya meski Soviet runtuh, Rusia masa kini juga sama saja jeroannya. Cuma ganti kulit.
Rodchenkov kemudianbaru memahami makna kalimat Orwell bahwa ketidaktahuan adalah kekuatan dan ada 3 tahap yang harus dilakukan saat seorang pemberontak kayak dia dipaksa masuk ke dalam sebuah sistem diktatorial macam negara Rusia, yakni pembelajaran, pemahaman dan penerimaan.
TAHAP 1: PEMBELAJARAN
Rusia menurut Rodchenkov memiliki sebuah sistem doping yang berskala nasional dan sistematik untuk mencapai prestasi terbaik di Olimpiade. Dari 73 medali yang diraih Rusia di Olimpiade Beijing 2008, 30 atlet kata Rodchenkov melakukan doping.