Peristiwa ini juga memnjadi preseden buruk yang dapat menghilangkan  kepercayaan masyarakat terhadap efektifitas vaksin. Meskipun sekali harus di garis bawahi bahwa efektifitas vaksin juga di pengaruhi banyak faktor.
Bisa jadi Abdul Rahim adalah, sample kasus orang yang bisa tahan, namun setelah melalui penelitian intensif dan pengamatan untuk jangka waktu lama, bisa jadi efeknya baru akan terasa. Jadi kasus ini masih harus melalui fase pembuktian yang membutuhkan waktu.
Seperti muncul dalam diskusi CNN Indonesia, (22/12/21), pihak pemerintah juga tidak mau disalahkan atau dianggap lalai dengan kejadian ini, karena jelas pelakunya menggunakan modus untuk mengelabui.
Berikutnya tugas pemerintah yang urgen dalam menangani kasus ini adalah menjadikan joksin Abdul Rahim, sebagai sample-penelitian efektifitas vaksin, dampaknya terhadap tubuh dalam kasus over dosis, dampak jenis vaksin tertentu terhadap tubuh, dampak vaksin terhadap daya tubuh tertentu.
Medis juga harus memastikan bagaimana kondisi kesehatan joksin Abdul Rahim, apakah ada imunitas tertentu yang dimilikinya, termasuk efek minum air kelapa sebagai penangkal dampak sebelum dan sesudah vaksin.
Langkah lain sebagai antisipasi berulangnya kasus, adalah pengawasan yang lebih intensif oleh vaksinator dalam pelaksanaan program vaksinasi di lapangan. Semisal dengan melakukan wawancara dan pemeriksaan singkat.
Karena pengalaman saya, di tingkat puskesmas saja, ketika saya mengantar teman untuk vaksin, ada sedikit wawancara, termasUk pertanyaan apa aktifitas terakhir, bekerja dimana, ada kunjungan ke luar kota, dan terakhir termasuk juga check up singkat.
Ketika terbukti teman saya itu tidak fit, maka petugas puskesmas merekomendasikan penjadwalan ulang.
Pemerintah juga harus mendorong lebih itensif edukasi tentang konsekuensi kesehatan tentang pantingnya vaksin, dan kali ini harus ditambah, edukasi tentang konsekuensi hukum jika melakukan, tindakan layaknya joksin.
Namun kekuatiran yang timbul, jika informasi ini justru disalahpahami oleh mereka yang sedang kesulitan ekonomi dan justru akan lebih banyak lagi Abdul Rahim-Abdul Rahim lain yang menggadaikan tubuhnya demi duit cepat.
Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah untuk mengevaluasi kembali tata laksana dalam Program vaksinasi nasional, agar blunder ini tidak mencoreng nama baik negara juga. Siapa tahu ada pihak lain yang mulai "kasak kusuk" mencari tahu mengapa Indonesia berhasil program vaksinasinya. Apalgi jika kita tidak melakukan tindakan preventif yang bisa dibuktikan secara sistem dengan indikator-indikator yang terukur dan dapat dideteksi.