Menurut pengakuan Abdul Rahim, ia sebenarnya belum mau berhenti dari profesinya sebagai joksin jika saja tidak ketahuan. Â Dan hanya akan berhenti jika mengalami, muntah-muntah atau sakit jantung atau jika sakitnya parah.
Selama ia melakukan aksinya sebagai penerima vaksin pengganti layaknya "Stunt man", ia mengaku hanya  mengalami gejala pusing dan sedikit lemas. Semuanya di atasi hanya dengan mengandalkan minum air kelapa sebelum dan sesudah vaksinasi.
Padahal begitu banyak orang yang ketakutan terhadap dampak vaksin. Bahkan selama ini menjadi momok bagi sebagian orang, sehingga timbul berita hoaks yang membuat orang enggan melakukan vaksin, padahal kebenarannya belum pasti. Dari satu sisi, kasus Abdul Rahim seolah mementahkan berita hoaks itu sendiri, vaksin yang menakutkan.
Menurut pihak medis, semua masih harus dibuktikan secara medis dengan penyelidikan dan pemeriksaan intensif, mengambil sampel urine dan darah pelaku joksin. Tapi berita yang menyebar dengan cepat, menimbulkan kebingungan yang meluas. Publik kini bertanya-tanya soal efektifitas vaksin dan dampak vaksin terhadap tubuh manusia.
Dampak dan efektifitas vaksin, sebenarnya sangat tergantung pada banyak faktor, seperti komorbid atau penyakit bawaan , dan daya tahan tubuh masing-masing orang. Â Itulah mengapa dalam proses vaksinasi oleh para vaksinator, peserta vaksin harus melalui diagnosa terlebih dahulu.
Hal itu untuk memastikan, apakah seseorang dapat menerima dosis vaksin atau tidak. Jika hasil diagnosa tidak memungkinkan dilakukan vaksinasi, maka vaksinasi akan ditunda hingga pasien sembuh atau dibatalkan dengan dibarengi tindakan preventif medis lainnya dan pengetatan prokes.
Dalam kasus Abdul Rahim  warga pinrang, kita belum mendapat kepastian, apalagi joki vaksin telah melewati standar dosis suntikan vaksin yang masuk ke tubuh. Kini kasus ini dalam pemantauan intensif. Â
Dalam kasus Abdul Rahim belum terlihat dampak apapun. Efek vaksin juga dipengaruhi oleh jenis vaksin, usia dan komorbid orang yang menerima suntikan vaksin. Sejauh ini belum pernah ada uji klinis yang secara spesifik menyuntikkan 16 dosis vaksin Covid ke tubuh manusia.
Apalagi penyuntikan itu terjadi, dalam rentang dua-tiga kali sehari.Tes awal yang dilakukan, menelusuri kebenaran pernyataan joki vaksin itu dan efek yang ditimbulkan terhadap tubuhnya setelah menjalankan suntikan 15 dosis pertama dan dosis kedua  dosis dari vaksin jenis Sinovac dan Astrazeneca. Apakah ini juga berkaitan dengan jenis vaksin yang digunakan.
Publik Dalam Dilema