Artefak dan ruang dalam khasanah kebudayaan bersifat kontekstual dan relasional, berhubungan satu sama lain, membentuk nilai-nilai kebudayaan.Â
Batasan ruang dan material budaya, secara kontekstual dan relasional berpengaruh terhadap perilaku manusia atau kebudayaannya.Â
Mari kita telisik dalam kacamata arkeologi ruang. Arkeologi ruang dipahami, sebagai konsep memahami ruang dan interaksi, juga simbol dan nilai-nilai budaya berdasarkan keletakan material budaya dan konteksnya.Â
Hal mana ditunjukkan oleh material budaya dalam ruang dan waktu untuk memahami nilai-nilai budaya manusia pendukungnya. Atau bisa pula untuk mengetahui perilaku manusianya.Â
Dalam arkeologi, yang sudah tidak bisa lagi dilihat aktivitas interaksinya, dapat dikaji melalui pola ruang dan keletakan benda dalam ruang situs tertentu.
Baiklah, kita lewati dulu soal arkeologi ruang ini. Saya tarik dulu yang bisa kita tafsirkan dari arkeologi ke konteks sekarang yang kita bisa liat aktivitasnya secara langsung. Interaksi antar personal dan sosial yang bisa kita lihat langsung.Â
Kita kembali ke soal pola ruang (baca: keruangan), menentukan bagaimana pola interaksi terjadi.
Bicara soal topik hunian vertikal yang populer zaman now ini, tentu kita bisa bayangkan dan bahkan melihat langsung bagaimana pola interaksinya.Â
Andai saja dulu, sudah ada hunian vertikal, tentu dari kacamata arkeologi juga, kita bisa kaji bagaimana pola interaksi masyarakat pendukungnya.
Oh maaf, kita sedang membincangkan soal hunian vertikal rupanya. Hampir lupa dengan topik saya mau bahas sebenarnya. Karena saya perlu mengantarnya dulu untuk sampai ke topik ini.Â
Hunian vertikal adalah sebuah wujud pola ruang. Nah, disini ketemu core yang ingin saya bahas dari kacamata arkeologi ruang dan budaya.Â