Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Berkebun di Pomahan, Cara Mudah Menjaga Ketahanan Pangan

5 Agustus 2021   07:26 Diperbarui: 6 Agustus 2021   02:04 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berkebun, menanam sayuran di rumah. (SHUTTERSTOCK/ODUA IMAGES)

"Kalau bisa menanam sendiri, mengapa mesti beli?"

Kalimat itu tertanam sekali di kepala saya. Kalimat yang saya dengar dari ibu, sejak saya kecil dan sampai sekarang masing selalu terdengar. 

Hmmm...ini tentang berkebun. Di desa saya, tempat saya menghabiskan masa kecil, pada umumnya semua berkebun, meskipun di pekarangan atau pomahan, sekecil apapun lahan yang tersedia. 

Begitu juga di pekarangan rumah milik orangtua saya. Saya kecil hingga sekarang, pomahan atau pekarangan samping rumah, ditanami berbagai macam tanaman produktif jangka pendek. 

Ilustrasi, berkebun di pekarangan samping rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ilustrasi, berkebun di pekarangan samping rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bayangkan, jika setiap rumah dari jutaan orang penduduk Indonesia, mau berkebun, menanam tanaman pangan, sekecil apapun lahan yang dimiliki. 

Dari yang kecil, tapi kalau semua mau serentak berkebun, berapa banyak kebutuhan pangan setiap harinya, bisa terpenuhi, tanpa selalu harus impor, bukan?

Ingat, Indonesia dulu terkenal sebagai negara swasembada pangan loh, bro. Dan lahan-lahan kita memungkinkan untuk itu, bangun energi positif, bangkitkan ketahanan pangan bangsa. 

Ilustrasi, berbagai jenis tanaman di kebun pekarangan atau pomahan. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ilustrasi, berbagai jenis tanaman di kebun pekarangan atau pomahan. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bisa? Bisalah, tentu saja bisa. Bangun energi positif itu apa? Kemauan. Hanya itu, sesimpel itu. Karena kemauan itu, keluarga saya di desa sejak dulu ---sejak saya masih orok, sudah terbiasa berkebun. Memanfaatkan pekarangan (pomahan) rumah yang lumayan besar. Maklum tanah warisan.

Tanah yang suatu saat akan dibagi-bagi lagi untuk anak cucu. Namun saat ini, ibu saya memanfaatkannya untuk berkebun, seluas lahan pomahan yang ibu saya miliki sekarang.

Pomahan atau pekarangan kami, cukup besar. Kalau dibangun rumah nantinya, bisa untuk 3-4 keluarga. Tapi itu nanti. Mungkin. 

Tapi saat ini, dimanfaatkan bersama untuk berkebun, menanam sayuran, ubi, pisang, buah rambutan, jambu, mangga dan sebagainya. Tidak lupa juga, bunga!

Ilustrasi Pomahan di rumah keluarga besar. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ilustrasi Pomahan di rumah keluarga besar. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bahkan ada sedikit kolam lele dan mujair, di areal kebun, memanfaatkan sudut-sudut pomahan atau pekarangan yang tidak ditanami. 

Di atas kolam lele, ditanami kangkung dalam pipa paralon. Orang menyebutnya hidroponik ya? Ah saya tidak begitu paham, adik saya yang mengurusnya. 

Tanaman kangkung hidroponik di atas kolam ikan di pekarangan samping rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tanaman kangkung hidroponik di atas kolam ikan di pekarangan samping rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sebagai kakak laki-laki, saya hanya berinisiatif dan menyuruh saja, telunjuk saya masih dianggap sakti oleh adik-adik saya. 

Intinya, kami tetap menjaga tradisi berkebun di pomahan atau pekarangan milik ibu itu tetap hidup. 

Sebenarnya dalam menjaga tradisi berkebun, ada pembagian peran di antara kami sekeluarga. Ibu saya, sebagai pemilik pekarangan atau pomahan bertindak sebagai inisiator. 

Dari orangtua, terutama tradisi berkebun di pomahan itu terus hidup. Adik saya yang serumah dengan ibu, dialah sebagai konseptor. 

Mau tanam apa, bagaimana merawatnya, bagaimana mengatur sudut-sudut lahan yang akan ditanami dan sebagainya, adik saya yang mengatur. 

Konseptor itu, merencanakan berkebun apa, membagi peran dan pekerjaan, juga bagaimana mengatur pemanfaatan lahan pomahan itu. 

Peran ketiga, yaitu aktor, yaitu yang melaksanakan pekerjaan lapangan. Menanam, menyiram, memupuk, menyiangi dan sebagainya. 

Itu dilakukan adik saya yang lain. Tapi sebagai konseptor, bisa juga sekaligus berperan sebagai aktor, terlibat bekerja mengurus kebun pomahan. 

Terus peran saya apa? Karena saya dianggap kakak tertua, maka tugas saya adalah sebagai provokator. 

Dalam pengertian yang positif, tugas saya sebenarnya menggerakkan. Kalau inisiator melahirkan gagasan, ide. 

Maka provokator dalam hal ini adalah menjaga semuanya tetap bekerja, menggerakkan, menghidupkan, memberi dukungan dan semangat, agar tradisi berkebun terus dijaga.

Dengan pembagian peran itu, tradisi berkebun, keluarga kami tetap terjaga dan hidup. 

Mungkin peran-peran seperti yang saya uraikan itu cair, kadangkala ganti berganti peran, yang penting tujuan tercapai, yaitu terus berkebun. 

Baca juga : Cara Orang Talaud Menjaga Ketahanan Pangan di Masa Pandemi.

Baik, sebenarnya artikel ini tidak bermaksud untuk memberi tutorial berkebun, karena saya sendiri tidak berkebun dan tidak lagi tinggal di desa. 

Tapi mungkin sedikit akan saya gambarkan, dari pengamatan sesekali kerjaan berkebun yang dilakukan keluarga, saat saya pulang kampung. 

Pertama, mencangkul dan membersihkan lahan pekarangan. 

Pekerjaan ini sebenarnya untuk menggemburkan tanah, agar tanaman yang akan ditanam lebih mudah ditanam. Pisang, ubi, sayuran dan sebagainya, itu membutuhkan tanah yang gembur.

Kedua, menyiangi tanah 

Pekerjaan ini sebenarnya pekerjaan membersihkan tanah dari rumput, plastik, dan kotoran lain yang bisa menganggu kesuburan tanah. Kegiatan ini terjadwal, biasanya seminggu sekali.

Ketiga, menanam tanaman tumpang sari 

Kegiatan menaman dengan tumpang sari sebenarnya bertujuan untuk memaksimalkan ketersediaan lahan. Pekarangan atau pomahan ditanami berbagai jenis tanaman jangka pendek di lahan yang sama. 

Di pomahan kami, adik saya menanam ubi, sayur terong, cabe, bayam dan sebagainya secara selang seling. Di lahan yang sama. 

Selain juga tanaman pisang dan tanaman buah-buahan yang cepat berbuah seperti rambutan dan mangga. 

Semua ditanam di lahan yang sama, hanya diatur saja penempatan tanamannya. Untuk pohon mangga dan rambutan ditanam di kluster lahan yang sama. 

Seperti dibuat pembagian kluster lahan, untuk tanaman rambutan dan mangga di kluster lahan yang sama. 

Sementara ubi, sayuran dan pisang di tanam di kluster yang sama, namun terpisah dengan rambutan dan mangga. 

Ilustrasi Berbagai jenis tanaman tumpang sari di pekarangan samping rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Ilustrasi Berbagai jenis tanaman tumpang sari di pekarangan samping rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Keempat, merawat tanaman 

Kegiatan ini bersifat rutin, terjadwal berkala. Tanaman pekarangan itu mudah perawatannya, juga menyiram pagi dan sore. 

Lalu sesekali memberi pupuk, sambil juga menyiangi seperti yang sudah diuraikan di atas. Tidak ada perlakuan atau perawatan khusus, semua dilakukan pada umumnya tanaman pekarangan.

Tapi namanya memanfaatkan lahan pekarangan, tentu itu bukan pola yang baku, tergantung kondisi lahan yang tersedia, sewaktu-waktu. 

Untuk sayuran kangkung, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, ditanam secara hidroponik di atas kolam lele dan mujair, tidak membutuhkan lahan pekarangan. 

Baiklah, sekali lagi artikel saya bukan bermaksud sebagai tutorial berkebun. Namun hanya berbagi pengalaman, bagaimana keluarga kami memiliki tradisi berkebun yang masih bertahan sampai sekarang. 

Hal yang penting bagi saya adalah berkebun adalah cara kita survive, menghadapi berbagai tantangan kebutuhan hidup. Cara kita ber-mandiri pangan. 

Jika setiap kita berkebun, menanam tanaman produktif jangka pendek, seperti sayur dan buah dalam skala yang besar menjadi kekuatan pangan, menumbuhkan surplus, menciptakan swasembada, ketahanan dan kedaulatan pangan, dalam arti yang lebih luas. Kita dapat memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri, dan jika berlebih itu akan menjadi komoditi ekspor.

Jadi dengan berkebun adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan juga memenuhi kebutuhan bagi negara luar. 

Terus berkebun adalah usaha kecil, sederhana, simpel tapi berdampak besar. 

Usaha kecil yang dapat menumbuhkan surplus pangan untuk swasembada pangan dan menjaga ketahanan pangan. 

Sekali lagi, semua bisa diwujudkan dengan cara, membangun energi positif. Apa itu? Kemauan...!!

Demikian, semoga bermanfaat 

Salam hormat. 

Mas Han. Manado, 3 Agustus 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun