Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membaca Riwayat Kemultibudayaan Indonesia dari Jejak Kota dan Makam-makam Kunonya

27 Juni 2021   22:51 Diperbarui: 29 Juni 2021   15:54 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah bangsa yang multikultur, multibudaya. Itu nyata, keniscayaan yang tidak bisa dibantah. 

Dari keberadaan artefak-artefak budaya yang berserak, kita bisa melihat kemultibudayaan itu. Jejak-jejak kemultibudayaan nusantara ada pada artefak yang bisu namun jujur mengabarkan masa lalu. 

Sejarah nusantara, adalah sejarah tentang pergaulan dunia. Posisi strategis Indonesia menciptakan mozaik kaya warna budaya, dari berbagai bangsa yang hadir dan singgah, bertalian dengan budaya-budaya lokal berbagai etnis yang tumbuh dan hidup di Nusantara. 

Hadirnya bangsa-bangsa luar dalam jaringan niaga dunia pada masa lampau, menjadikan wilayah nusantara ini sebagai tempat tujuan karena kekayaan sumberdaya alamnya.

Lalu mereka tinggal dan menetap di wilayah nusantara ini. Kawin mawin dan beranak cucu sebagai bagian dari masyarakat nusantara. 

Mereka lalu juga menjadi penduduk Indonesia, menjadi warga negara Indonesia dan melahirkan generasi-generasi multibudaya seperti sekarang ini. 

Namun latar budaya mereka, jejaknya masih tertinggal dan berserak. Bersentuhan dengan budaya-budaya lokal nusantara, meski latar budaya asal masih bertahan. 

Dalam kacamata arkeologi, jejak budaya itu dapat diamati dengan keberadaan makam-makam kunonya.

Seringkali makam-makam kuno itu berciri lokal nusantara, yang saling berpaut dengan ciri latar budaya asal. 

Makam-makam kuno Islam di Nusantara, misalnya, tampak mengadaptasi budaya lokal. 

Makam kuno Islam dengan ciri budaya lokal Nusantara, bahkan menjadi ciri kebanyakan atau yang umum kita jumpai. 

Raja dan sultan-sultan masa pemerintahan Islam, pada umumnya makam kunonya menunjukkan ciri Islam yang berpaut dengan latar budaya lokal nusantara.

Sebaran-sebaram makam kuno Islam, memberi informasi tentang anasir pengaruh Islam masuk di Nusantara, tanpa meninggalkan ciri budaya lokalnya. 

Selain makam-makam kuno Islam, juga banyak kita jumpai makam-makam kuno Eropa dan makam kuno Tionghoa, yang dikenal dengan Bong pai. 

Sebaran makam-makam kuno Islam, Eropa dan Tionghoa, membuktikan wilayah nusantara ini menjadi episentrum dunia.

Tempat bertemunya banyak budaya, yang berpadu dan berpaut dengan latar budaya lokal nusantara. 

Setiap makam kuno memiliki cirinya, sebagaimana budaya yang melatarinya. Makam kuno Islam, makam kuno Eropa dan makam kuno Tionghoa, memiliki ciri budaya pembentuknya. 

Wajah kemultibudayaan nusantara, dalam kacamata material budaya atau arkeologi, dapat dilihat dari sebaran dan bentuk-bentuk makam kunonya, baik itu makam kuno Islam, makan kuno Eropa maupun makam kuno Tionghoa. 

Keberadaan makam-makam kuno yang berbeda latar budaya itu, juga dapat untuk meneropong bagian perkembangan permukiman masa lampau. 

Ada kampung Arab, ada kampung Cina juga jejak kota yang dibangun kolonial Eropa dan sebagainya. 

Keberadaan permukiman-permukiman multi etnis dengan bukti-bukti makam-makam kuno yang ditinggalkan, menjadi tanda riwayat kemultibudayaan di Nusantara ini. 

Keberadaannya menandai perkembangan budaya nusantara, sekaligus menjadi ciri karakter dan jatidiri masyarakatnya.

Dalam berbagai riset arkeologi, seringkali dijumpai adanya jejak-jejak makam kuno yang memunjukkan ciri kemultibudayaan nusantara. 

Lalu, jika ditelusuri berbagai manuskrip kuno, juga tradisi tutur yang turun temurun, informasinya saling berkelindan dengan bukti-bukti artefaktualnya. 

Perkembangan permukiman multi etnis dengan bukti-bukti yang kuat adanya berbagai tipe dan bentuk makam-makam kuno dalam ruang dan waktu. 

Kesemuanya itu menjadi bukti adanya kemajemukan, kemultibudayaan yang bertumbuh seiring waktu dan semakin kompleksnya perkembangan zaman. 

Pada hampir seluruh kota di Nusantara, jejak-jejak pemukiman kuno dan juga makam-makam kunonya bisa dijumpai.

Sejarah membuktikan, kota-kota tua itu menyimpan informasi penting tentang riwayat kemultibudayaan nusantara. 

Berbagai riset arkeologi, utamanya di wilayah Indonesia timur, yang saya ketahui sebagai seorang peneliti arkeologi, jejak kota tua, pemukiman dan makam-makam kunonya memberi informasi yang kaya dan beragam tentang budaya nusantara yang majemuk. 

Di Banda Neira, Maluku, dijumpai makam-makam kuno Islam, juga terdapat kerkouf-kerkouf makam Belanda, selain juga makam kuno China. 

Demikian juga di Kota Ternate dan Tidore.Ternate, adalah sebuah pusat kerajaan Islam, merupakan kota kuno yang cikal bakalnya dibentuk oleh berbagai persentuhan budaya baik lokal, maupun budaya dari para pedagang manca negara. 

Di Ternate, terdapat Kampung Arab, Kampung Cina, Kampung Jawa, Kampung Makassar yang hingga sekarang masih bertahan keberadaannya.

Demikian juga makam-makam kunonya. Di sekitar Masjid Kuno Sultan Ternate, terdapat makam-makam Sultan dan keluarganya. 

Selain itu tak jauh dari situ juga dijumpai kompleks makam kuno Eropa, makam kuno Cina (Bong Pai) yang menandai bahwa makam-makam itu merupakan makam dari para pedagang dari manca negara, yang pada masa puncak perdagangan, meramaikan kota Ternate dalam aktivitas perniagaan.

Ada banyak bukti-bukti perkembangan peradaban kuno, menjelaskan bahwa Nusantara adalah negeri majemuk, negeri yang dibentuk dari kemultibudayaannya. 

Di Sulawesi Utara, hingga kini juga masih berkembang kampung Jawa Tondano, yang merupakan komunitas muslim Jawa yang turun temurun, setidaknya telah berkembang sejak masa Perang Jawa (1825-1830) sudah bermukim disana.

Juga ada kampung Arab, Ternate dan sebagainya yang hidup berdampingan dengan harmoni sosial yang sangat terjaga hingga hari ini dan sampai kapanpun. 

Di Wilayah Bolaang Mongondow, terdapat jejak kerajaan ex swapraja yang membuktikan pula adanya kemultibudayaan. 

Penelitian mutakhir Balai Arkeologi Sulawesi Utara, di sana terdapat jejak pemukiman multietnis. Berbagai latar etnis seperti Minahasa, Jawa, Sumatra, Arab, Cina sejak dulu abad 18 sudah bermukim disana. Bukti permukiman multietnis juga didukung oleh tinggalan makam-makam kunonya. 

Pendek kata, hampir seluruh kota di nusantara yang berkembang pesat hari ini, adalah lahir dari kota-kota kuno yang menunjukkan adanya kemultibudayaan sebagai ciri pembentuk lanskap budayanya. 

Kemultibudayaan melatari tumbuh kembangnya kota-kota tua dan pemukimannya yang berkembang hingga saat ini. 

Wajah Indonesia adalah wajah kemultibudayaan. Riwayatnya jauh dari dulu sejak kita-kita belum lahir. Bukan hanya sejak masa awal manusia mengenal tulisan. 

Telah jauh sebelumnya, saat manusia baru mengenal kata lewat benda, saat manusia belum mengenal tulisan, cikal bakal kemultibudyaan itu telah lahir. 

Demikian. Salam Budaya...Salam Lestari 

Salam Hormat. 

Mas Han. Manado, 26 Juni 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun