Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Arkeologi Komunitas ke Komunitas Arkeologi

28 September 2020   23:45 Diperbarui: 29 September 2020   00:10 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali justru hanya sekelompok masyarakat yang tergerak bersama. Sehingga kadangkala, rasa tergerak ini membuat masyarakat sangat responsif. Memberi informasi tentang penemuan situs baru di lingkungan mereka. Memberikan laporan tentang kasus-kasus kerusakan situs dan sebagainya, kepada kami yang sudah dianggap sebagai mitra atau partner yang sama-sama peduli terhadap warisan budaya. 

Sekali lagi bukan peneliti yang membentuk komunitas. Tapi justru masyarakatlah yang tergerak sendiri membangun komunitas. Walaupun beberapa komunitas semakin meningkat energinya, setelah kami bekerja bersama di lapangan. 

Di Maluku, tepatnya di Banda Naira misalnya. Pertemuan kami para peneliti arkeologi beberapa kali dengan sekelompok pemuda peduli warisan budaya, seperti memberi energi dan semangat baru. Ada komunitas di Banda Naira, menamakan dirinya Komunitas Parduli Negeri (Parneg), dimana sahabat saya, Bang Ancha. 

Orang mengenalnya dengan panggilan Ancha Parneg, adalah tokoh pemuda Banda Naira sekaligus sebagai Ketua Komunitas Parduli Negeri. Mereka adalah pemuda-pemuda yang berdedikasi terhadap pelestarian cagar budaya Banda Naira. Sebagai sebuah lembaga non profit, mereka seakan-akan bekerja menjaga negeri. 

Misalnya, tanpa dibayar, mereka membersihkan halaman Istana Mini Banda Naira. Awalnya mereka hanya mebersihkan halaman, memotong rumput dengan alat yang mereka punyai sendiri. Selain itu, setiap minggu pagi, mereka beberapa orang anggota Parneg, memungut sampah-sampah di pinggir pantai di Banda Naira. 

Mereka memahami, bahwa banda Naira adalah destinasi wisata. Juga kaya akan bangunan-bangunan cagar budaya peninggalan kolonial, sebagai daya tarik utama wisata, selain obyek wisata alamnya. Namun, kata mereka pemerintah tak cukup energi, juga tak cukup peduli untuk menjaga dan melestarikannya. Melestarikan sumberdaya budayanya, juga lingkungannya. 

Kepedulian mereka, menggerakkan hati Camat Banda Naira, memberi bantuan berupa mesin pemotong rumput dan juga gerobak pengangkut sampah. Suatu ketika, Balai Arkeologi Maluku, tempat saya bekerja dulu, juga memberikan bantuan tiga buah mesin pemotong rumput di tahun 2016. 

Di awal sebelum terbentuknya Komunitas Parneg, beberapa pemuda kami libatkan penelitian arkeologi partisipatif. Beberapa pemuda itu, kami tugaskan sebagai tenaga lokal, yang membantu kami untuk survei dan juga ekskavasi. Di malam harinya, sambil ngopi kami diskusi. Tentang tinggalan sejarah dan budaya Banda Naira, juga masyarakatnya. Juga peran penting Banda Naira, di mata Indonesia dan dunia. 

Mereka sangat paham dengan Banda Naira, rumahnya. Budayanya. Kepedulian dan kecintaan terhadap Banda Naira semakin bertumbuh. Ketika saya meninggalkan Maluku, saya hanya berharap, komunitas itu tetap hidup dan menggenerasi. Hanya itu harapan saya. 

Jadi di dunia arkeologi, pengalaman yang saya jumpai, kiat berkomunitas itu kuncinya adalah cara pandang bersama. Saling memberi pengetahuan itu yang penting dan terutama. Dengan pengetahuan yang sama, memposisikan diri yang sama, justru akan menciptakan sikap kepedulian yang sama. 

Dunia arkeologi adalah dunia warisan budaya. Dunia mencintai warisan budaya. Memposisikan diri dalam kedudukan yang sama, lalu saling memberi pengetahuan, maka dengan sendirinya menciptakan rasa peduli yang sama. Komunitas itu tumbuh, dari soal kebersamaan. Masyarakatlah, komunitas itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun