Jadi melalui arkeologi komunitas, justru banyak keutamaan yang dihasilkan. Pertama;Â menghimpun lebih banyak informasi masyarakat. Kedua;Â menghimpun lebih banyak apresiasi dan aspirasi masyarakat. Ketiga; mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat terhadap hak sejarah dan budayanya.
Keempat;Â Penelitian lanjutan melalui arkeologi lebih terarah dan bisa dipertanggungjawabkan, sekaligus tak menafikkan salah satu pihak tanpa mengesampingkan teori-teori ilmiahnya.Â
Kelima; Penelitian arkeologi dapat dilakukan dengan menggabungkan antara metode ilmiah arkeologi dan metode pendekatan yang dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat. Hal ini dapat menjembatani antara peneliti dan masyarakat dan pengetahuannya.
Keenam;Â Melalui pendekatan ini dapat mempertemukan beragam perspektif dalam masyarakat terhadap sejarah dan budayanya. Ketujuh;Â Melalui metode ini dapat menggali gagasan masyarakat berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam merumuskan persoalan sumberdaya arkeologi, serta perencanaan untuk penyelesaian masalah melalui pengelolaan sumberdaya arkeologi.
Kedelapan;Â Hal ini juga menjadi jalan menuju pemasyarakatan arkeologi yang lebih mengakar. Publik memahami arkeologi, bersedia melestarikan sumberdaya arkeologi dan memiliki cara pandang dalam pengelolaan sumberdaya budaya dan arkeologi.Â
Pada prinsipnya, pengetahuan bukan hanya milik peneliti atau arkeolog. Masyarakat tak hanya menjadi obyek, tetapi menjadi subyek utama dalam penelitian, perencanaan dan pengelolaan sumberdaya arkeologi.
Komunitas Arkeologi, Peduli Warisan Budaya
Pengalaman saya bergelut di dunia arkeologi, menjumpai bahwa komunitas itu tumbuh dengan sendirinya. Masyarakatlah sesungguhnya komunitas itu sendiri. Dalam hal komunitas arkeologi, tumbuh karena ada kepedulian yang sama.Â
Tumbuhnya kepedulian karena pengetahuan. Masyarakat mengetahui dan memahami bagaimana arkeologi bekerja. Masyarakat memahami bagaimana warisan budaya itu dimaknai. Lalu timbullah kepedulian melestarikannya.Â
Pendekatan arkeologi komunitas yang partisipatif, menempatkan dan memberi ruang yang sama kepada masyarakat, justru membuat masyarakat lebih dihargai. Masyarakat merasa pengetahuan tentang warisan budaya, yang diperolehnya juga dengan cara diwariskan oleh leluhurnya secara turun temurun, dihargai dan mendapat tempat. Disitulah justru menjadi kunci, lahirnya komunitas-komunitas masyarakat di pedesaan peduli terhadap warisan budaya.Â
Memang diakui, komunitas yang tumbuh bukan karena dibentuk oleh peneliti, termasuk saya di dalamnya. Tetapi tumbuh dengan sendirinya. Komunitas yang lahirpun tidak mewujud lembaga yang organik dan memiliki struktur.Â