Suatu ketika, saya bersama tim arkeologi Balai Arkeologi Maluku, pada 2015, melakukan penelitian arkeologi di sana.
Sebelumnya tidak ada satupun arkeolog pernah kesana meneliti secara lebih datail. Saya dan tim beruntung bisa menemukan sebuah situs kampung kuno, di wilayah pedalaman, di Daerah Aliran Sungai (DAS), pertemuan Ake Jodo (Sungai Jodo) dan Sungai Aer Kalak.Â
Komunitas orang Kao, dapat dirunut ke belakang sebagai komunitas cikal bakal dari komunitas-komunitas lainnya seperti Tobelo, Galela dan juga Loloda.
Menurut tradisi tutur setempat, identitas asal-usul komunitas yang sekarang bermukim di wilayah Halmahera Utara dapat dirunut ke belakang, semuanya berasal di wilayah Telaga Lina, sebuah wilayah yang termasuk dalam wilayah daratan Tanah Kao sekarang.Â
Wilayah Kao terletak di pesisir timur Halmahera Utara, dan satu dari sekian wilayah di bagian utara Pulau Halmahera yang kaya sumber daya, baik alam maupun sumber daya budaya.
Ragam tinggalan budaya bersinggungan erat dengan kekayaan sumber daya alam, berupa tambang emas. Eksploitasi tambang sudah lama berlangsung, kira-kira sejak pertengahan tahun 90-an.
Tanah Kao, wilayah yang kaya sumber daya alam, namun dilupakan jejak peradabannya.
Kao adalah wilayah Halmahera yang dalam literatur tidak banyak diungkap, padahal jejak peradaban masa prasejarah ditemukan di sana.
Dalam masa sejarah, Tanah Kao tidak dapat dipisahkan dari identitas asal-usul komunitas suku di Halmahera.Â
Namun, namanya kalah kesohor dibanding Tobelo dan Galela yang dikenal dalam sejarah Kerajaan Moro.