"Alah  ngaku aja loo!!" Dillah memotong. "Ngapain lo ngeliatin cewe gue?! Dia  ngeliatin cewe' gue, Ca." Dillah tetap minta dukungan Kica.
"Ngapain lo ngeliatin cewe dia?" Tanya Baim penuh selidik.
"Lah! Dia lewat di depan gue, Im!. Ya keliatan lah! Masak gue harus merem!!
Kica  tersenyum geli dalam hati mendengar jawabannya. Nggak jarang memang  kita berseteru untuk hal-hal yang remeh temeh kaya begini.
"Kalo begitu ini salah paham." Baim menghela nafas.
Kica mengangguk membenarkan.
"Dan nggak ada gunanya memperpanjang masalah ini." Kata Baim lagi.
Kica  mengangguk lagi. Walaupun ada kekecewaan tidak dapat menjajal kemampuan  Baim, dia lega kali ini diselesaikan dengan damai. "Ya. Gue atas nama  temen-temen gue, meminta maaf atas perbuatan yang kami lakukan."
"Ngga  apa-apa." Jawab Baim. Sebenarnya Baim pun enggan berhadapan dengan Kica  walau kemenangan atas diri Kica akan menjadi kemenangan yang paling  manis sepanjang catatan pertarungannya.
Baim menjulurkan  tangannya tanda berdamai. Kica menyambutnya tanpa ragu. Bersamaan dengan  itu, beberapa motor mendekat dari kejauhan. 10 orang turun dari  tunggangannya dengan tangan mengepal. Beberapa di antaranya bersiap  dengan potongan kayu ditangannya.
"Siapa mereka?" Tanya Baim. Karena dia tidak kenal satupun diantara mereka.