Mohon tunggu...
wahyu triatno
wahyu triatno Mohon Tunggu... Pencari nafkah keluarga -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Maestro

5 Februari 2018   19:52 Diperbarui: 5 Februari 2018   20:08 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nggak bakal bisa, Mah. Temen-temen Kica  tuh lebih pinter masalah begituan. Guru kecing berdiri, murid kencing  berlari Mah. Kalo guru kencingnya sudah berlari, murid kencing berlompat  tinggi! Bayangin Mah.."

Mama Kica tersenyum. "Tapi semuanya khan nggak bisa kamu selesaikan dengan kepalan tangan Kica.."

"Iya,  Mah. Kica tau. Kica juga berantem juga ada alasannya. Lagipula itu khan  cuma awal-awalnya aja. Sekarang nggak ada lagi yang berani lawan Kica.  Temen-temen Kica aja kalo lagi ngerokok, terus Kica pelototin, langsung  di mati'in..."

Mama Kica tersenyum. Nggak bisa dipungkiri, dia bangga dengan anak bungsunya. Dia mirip sekali dengan Papanya yang sudah tiada.

"Padahal kica cuma pengen bilang, kok nggak bagi-bagi?"

Mama Kica melotot.

"Bercanda Ma.. becanda."

"Mama ingin kamu berjanji nggak berantem lagi."

"Kica nggak bisa janji Ma. Tapi Kica bisa berjanji untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dulu."

Mama  Kica mengangguk. Untuk sementara janji itu cukup. Mama mengelus tangan  jagoan kecilnya yang sudah mulai dewasa. Kica tertidur lelap dalam  naungan bunda sambil mengulas senyum. Satu lagi kebatilan gugur melalui  kepalan tangannya.

+++

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun