“Kami akan fikir-fikir terlebih dulu Yang Mulia”
***
Segelas kopi yang sejak tadi diseruputnya hampir habis. Fikirannya kembali teringat pada persidangan kemarin siang. Dirinya dissenting opinion terhadap putusan Majelis Hakim. Dalam memutus perkara, Hilman tidak ingin menggunakan kacamata kuda seperti kebanyakan Hakim yang memutus perkara berdasar pada pertimbangan hukum semata.
Ada hal lain yang semestinya perlu dipertimbangkan. Kemanusiaan misalnya. Mak Ratmi tidak merencanakan pencurian, korban pun tidak mengalami kerugian berarti dan pencurian itu dilakukan karena keterpaksaan bukan karena kebiasaan sehingga menurutnya hukuman penjara dirasa tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan.
Ceramah Ust. Asmuni kembali terngiang. Sambil tersenyum dia bergumam “kira-kira aku masuk dalam golongan 1 hakim atau 2 hakim?”
“Yang masuk dalam golongan 2 hakim, mungkin yang mau menerima suap dari pengacara atau pihak yang berkepentingan” ujar Hilman pada dirinya sendiri.
Setelah memastikan kopi dalam gelas tidak tersisa, Hilman memasukan smartphone miliknya ke dalam tas selempang lalu beranjak berdiri menuju pintu keluar Cafetaria.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H